Merdeka.com - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahja Purnama mengaku mendapat telepon dari Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi terkait kenaikan harga BBM di wilayah Sumut. Pertama kali membahas kenaikan ini, Ahok sapaannya, belum mengetahui penyebab kenaikan hingga melakukan pengecekan.

"Iya kami kadang kontak pakai HP karena hubungan baik. Waktu telepon belum (ada jawaban kepada Edy), karena masih mau cek kenapa naik," ujar Ahok kepada merdeka.com, Jakarta, Kamis (6/5).

Setelah melakukan pengecekan langsung kepada jajarannya, Ahok pun mendapat penyebab kenaikan harga BBM di Sumut. Hal itu karena Perda Sumut menaikkan PBBKB (Pajak atas Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor).

"Izin Pak. Setelah saya cek ke Pertamina. Tidak ada kenaikan BBM. Yang terjadi adalah Perda Sumut yang menaikkan PBBKB dari 5 ke 7,5 persen. Memang itu hak Pemda masing masing. Ada yang 5 persen dan ada yang 7,5 persen . Demikian Pak jawaban dari direksi Pertamina," kata Ahok memberi jawaban pada Edy.

Kenaikan harga yang terjadi beberapa waktu belakangan tertulis dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 970/1855/2021. Perda tersebut ditandatangi pada 3 Maret 2021 dan berlaku efektif pada 1 April 2021.

Diketahui, perubahan yang terjadi adalah harga pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 7.850. Pertamax dari Rp 9.000 menjadi Rp 9.200. Pertamax turbo dari Rp 9.850 menjadi Rp 10.050. Pertamina dex dari Rp 10.200 menjadi Rp 10.450. Dexlite Rp 9.500 menjadi Rp 9.700, serta solar non Public Service Obligation (PSO) dari Rp 9.400 menjadi Rp 9.600.

Alasan Naikkan Tarif Pajak Bahan Bakar di Sumut

Edy Rahmayadi menegaskan kenaikan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari 5 persen menjadi 7,5 persen, tidak berimplikasi dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM).

"Tidak ada bersifat yang mempengaruhi implikasi harga BBM. Harga BBM itu kegiatan nasional," kata Edy di Medan, Kamis (8/4).

Edy pun menjelaskan alasan kenapa menaikan tarif PBBKB sebanyak 2,5 persen di tahun 2021. Saat ini pertumbuhan ekonomi di Sumut mengalami minus 1,07 persen. Atas hal tersebut, menaikkan tarif PBBKB adalah salah satu cara agar Sumut terhindar dari deflasi.

"Kenapa tidak dinaikkan di 2020 seperti yang dilakukan provinsi lain? Saya lihat di bulan April berharap Covid-19 tidak berkembang sepanjang ini. Kenapa tidak dinaikkan? Karena posisi Sumut masih 5,22 persen. Tapi sekarang ini kita minus 1,07 persen. Kalau ini diamkan akan berakibat deflasi," jelasnya.

Menurutnya, kenaikan tarif PBBKB sebanyak 2,5 persen di Sumut masih terbilang wajar. Pasalnya, kenaikan tarif PBBKB di Sumut lebih rendah di banding dengan provinsi lain yang mengalami peningkatan hingga 10 persen.

"Lebih banyak barang daripada uang, itu deflasi. Nanti akan membahayakan Sumut. Untuk itu PBBKB kami naikkan dari 5 persen menjadi 7,5 persen," pungkas Edy.