Jero Wacik tak kepikiran naikkan harga BBM
Merdeka.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menolak wacana menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, sebagai solusi atas potensi jebolnya APBN tahun ini. Jalan keluar dipilih buat mengatasi bengkaknya subsidi, adalah mengendalikan solar.
Hal itu disampaikan Menteri ESDM Jero Wacik di kantornya, Jakarta, Senin (28/4). Dia menegaskan, wacana kenaikan harga jual premium dan solar di tahun politik ini, bukan dari pihaknya. "Tidak ada pikiran naikkin BBM ya," ujarnya selepas melantik beberapa pejabat eselon 1 di kantornya.
Lepas dari itu, kuota BBM bersubsidi yang dianggarkan sebanyak 48 juta kiloliter tahun ini diakui memang terancam jebol. Akan tetapi, Jero optimis skenario itu bisa dihindari, khususnya dengan mengawasi peredaran solar.
"Sekarang solarnya yang naik. Makanya solar kita kurangi dengan biofuel, solarnya kan nanti bisa berkurang banyak," ujarnya.
Dalam APBN 2014, kuota BBM subsidi mencapai 48 juta kiloliter. Itu terdiri dari premium 32,46 juta kiloliter, minyak tanah 900.000 kiloliter, dan solar 14,64 juta kiloliter.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku sejak lama sudah mengusulkan pengurangan subsidi BBM kepada pemerintah, agar masyarakat beralih pada non-subsidi. Ini karena Indonesia bukan lagi produsen minyak mentah, dan terlalu mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan.
"Subsidi itu sebetulnya tidak baik. BPH Migas sudah memberi banyak usulan. Sebenarnya pemerintah sudah jauh-jauh hari memiliki peta jalan, sampai kapan subsidi dihapuskan. Tidak apa-apa memang kalau mau tetap subsidi, tapi harus tepat sasaran dan tepat volume," kata Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng pekan lalu.
Senada, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa membengkak akhir tahun nanti.
Itu disebabkan fluktuasi nilai tukar yang dimulai pada akhir tahun lalu, sampai sekarang. Sehingga kontrak impor premium maupun solar jadi lebih mahal dari target awal.
"Memang benar (ada potensi defisit), terutama karena ada deviasi kurs," ujarnya.
Data terbaru Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menunjukkan asumsi rata-rata nilai tukar rupiah melonjak ke kisaran Rp 11.500-Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat, jauh dari asumsi APBN di level Rp 10.500 per USD.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah Jamin Tidak Ada Kenaikan Harga BBM Meski Minyak Dunia Mahal, Begini Penjelasannya
Menko Airlangga berjanji pemerintah tidak akan menaikkan BBM dalam waktu dekat.
Baca SelengkapnyaUsai Tertahan di Februari 2024, Harga BBM Pertamina Bakal Naik Usai Pemilu?
Usai Pemilu 2024, Arifin pun mempersilakan penjualan BBM non-subsidi kepada masing-masing badan usaha, mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi Tegaskan Pemerintah Tak akan Naikkan Harga BBM
Jokowi meny ampaikan usai menggelar rapat internal di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kabar Gembira, Harga BBM Pertamax Tak akan Naik Hingga Juni 2024
Pertamina memutuskan untuk menahan harga jenis BBM non subsidi meski SPBU lain mulai mengerek harga sejak awal tahun ini.
Baca SelengkapnyaBulog Khawatir Pemilu Serentak 2024 saat Musim Paceklik, Harga Beras Bakal Melonjak?
Untuk stok cadangan beras pemerintah (CBP), saat ini Bulog sudah menguasai sekitar 1,4 juta ton.
Baca SelengkapnyaKabar Baik, Tak Ada Kenaikan Harga Pertamax dan BBM Non Subsidi Bulan Ini
Pertamina mempertimbangkan evaluasi harga serta kebutuhan masyarakat pada Ramadan dan Idulfitri.
Baca SelengkapnyaBPS Ungkap Penyebab Mahalnya Harga Beras, Meski Jokowi Rajin Bagikan Bansos
Padahal Pemerintah gencar membagikan bantuan sosial (bansos) pangan berupa beras.
Baca SelengkapnyaPemerintah Klaim Harga Beras Turun, BPS Ungkap Fakta Lain
BPS mencatat harga beras saat ini menjadi yang paling mahal sejak tahun 2021.
Baca SelengkapnyaFOTO: Dihantam Krisis Ekonomi, Kuba Naikkan Harga BBM Hingga 500 Persen
Pemerintah Kuba akan menaikkan harga BBM hingga 500 persen mulai Februari 2024 untuk mengendalikan defisit anggaran di tengah krisis ekonomi.
Baca Selengkapnya