Ini Penyebab Produk Impor Banjiri E-commerce Indonesia
Merdeka.com - Sebanyak 90 persen lebih produk yang dijual di e-commerce yang terdapat di Indonesia bukan produksi dalam negeri, melainkan produk impor. Hal ini sangat kontras dengan upaya pemerintah dalam mendorong gerakan Bangga Buatan Indonesia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan, banjirnya produk impor tersebut dikarenakan tidak ada kebijakan kongkrit dalam menurunkan ketergantungan impor khususnya dari platform e-commerce. Pemerintah seperti khawatir digugat oleh China jika terlalu keras menghambat produk impor di marketplace.
"Padahal banyak cara misalnya dengan naikan hambatan non tarif dengan sertifikasi dan pengawasan ketat barang impor China masuk ke jalur merah bea cukai," kata Bima saat dihubungi merdeka.com, Minggu (6/6).
Di sisi lain, Bima berpandangan bahwa pemerintah seperti takut dihadapan raksasa ecommerce asing, sehingga terlambat lakukan pengawasan dan pengaturan terhadap banjir barang impor. Persoalan lain yang menyebabkan UMKM Indonesia belum banyak masuk di e-commerce dan kalah saing dengan produk impor karena bantuan dan pengembangan kualitas produk didalam negeri masih belum optimal.
Misalnya saja soal program peningkatan skala produksi dan kualitas UMKM cenderung terfragmentasi, tersebar dibanyak kementerian atau lembaga tidak fokus. "Seperti ada bantuan tunai untuk umkm selama pandemi, tapi setelah ditransfer uangnya tidak ada pendampingan," jelasnya.
Sementra itu, terkait dengan gerakan bangga buatan Indonesia itu bukan hal baru. Sebab gerakan itu sudah dari dulu sejak zaman Soeharto yang pada saat itu namanya Aku Cinta Produk Indonesia, bahkan jadi stiker di transportasi publik.
"Jadi gerakan itu mudah gagal karena beberapa faktor," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan, 90 persen lebih produk yang dijual di e-commerce yang terdapat di Indonesia bukan produksi dalam negeri, melainkan produk impor.
Menurut dia, UMKM di luar negeri, seperti China, lebih siap dalam memasuki ekosistem ekonomi digital yang sudah merambah pasar global. Sementara UMKM di Indonesia, kata Jahja, masih perlu banyak edukasi dan peningkatan kapasitas dalam produksi, SDM, maupun kualitas produk.
"E-commerce di Indonesia ini sudah banyak, ada Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan lain-lain. Kalau kita lihat 90 persen lebih produk dari mana? Bukan UMKM kita, ini yang menyedihkan. Itu import goods," kata Jahja Setiaatmadja seperti dikutip dari Antara dalam webinar digitalisasi UMKM dan sistem pembayaran 2025 yang dipantau di Jakarta, Rabu (2/6).
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika terpilih sebagai presiden dia akan coba mengatur bagaimana kehadiran e-commerce tidak mematikan usaha pedagang konvensional.
Baca SelengkapnyaUpaya Bulog untuk mendatangkan impor beras kali ini akan jauh lebih mudah dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana melakukan pembatasan barang impor.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Turunnya impor non migas karena penurunan mesin peralatan mekanis dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik serta kendaraan dan bagiannya.
Baca SelengkapnyaBulog janji penugasan impor beras akan dikelola dengan baik untuk menjaga stabilitas harga beras di pasaran di pasaran.
Baca SelengkapnyaSalah satu aturan tersebut memberikan kewenangan kepada Bea Cukai untuk melakukan penataan kembali kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor
Baca SelengkapnyaPadahal, banyak jenis usaha atau bisnis yang bisa dikembangkan karena memiliki sumber daya yang luar biasa.
Baca SelengkapnyaDirektur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi memaparkan, proses importasi beras ini masih berasal dari negara-negara langganan Indonesia.
Baca SelengkapnyaDaging sapi di pasaran langka hingga sebabkan kenaikan harga, hal ini jadi biang keladinya.
Baca Selengkapnya