Ini Alasan Pemerintah Percepat Pelarangan Ekspor Nikel
Merdeka.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan membeberkan beberapa alasan dipercepatnya pelarangan ekspor bijih (ore) nikel. Salah satunya, yakni temuan lonjakan ekspor terhadap komoditas tersebut.
Luhut menyebut, selama dua bulan terakhir, lonjakan ekspor bijih nikel naik tiga kali lipat atau menjadi 100-130 kapal ekspor per bulan. Padahal normalnya hanya mencapai 30 kapal saja setiap bulannya.
"Lonjakan luar biasa terjadi sudah dua bulan dari awal September. Itu merusak dan merugikan negara. Kamu (eksportir) manipulasi kadar dan kuota yang dijual," kata dia di Kantornya, Jakarta, Selasa (29/10).
Jumlah ekspor yang melebihi kuota terjadi akibat aturan pemerintah yang melarang percepatan ekspor bijih nikel dari sebelumnya 2022 menjadi 1 Januari 2020. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang diterbitkan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Meski begitu, dia belum tahu berapa jumlah eksportir nikel yang tercatat melebihi kapasitas ekspor. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPK, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Bea Cukai, dan Kementerian ESDM untuk memetakan perusahaan yang ekspor melebihi kuota.
Perusahaan yang ketahuan ekspor melebihi kuota bakal terkena sanksi. Karena dalam hal ini melibatkan KPK, maka sanksi yang diberikan pun bisa hingga pidana. "Pidana. Jadi jangan macam-macam karena KPK terlibat," katanya.
Di sisi lain, dia mengakui penghentian ekspor bijih (ore) nikel ini hanya bersifat sementara. Penghentian ekspor tersebut mulai berlaku hari ini. Nantinya, dalam satu atau dua minggu ke depan larangan tersebut bisa dicabut. Dengan begitu, eksportir bisa menjual lagi bijih nikel ke luar.
"Ekspor nikel dievaluasi (setop). Berapa lama dilakukan? Bisa seminggu atau dua minggu. Tapi resminya nanti penyetopan 1 Januari 2020," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyebut ekspor bijih nikel atau ore resmi sudah tak diperbolehkan. Kesepakatan ini maju dua bulan dari rencana awal.
"Hari ini secara formal kesepakatan bahwa yang seharusnya ekspor itu akan selesai di 1 Januari 2020 mulai hari ini akan kita sepakati tidak lagi melakukan ekspor ore," ujar Bahlil pada Senin (28/10).
Bahlil menyebut percepatan ini atas dasar kesadaran kolektif anak bangsa. Tidak ada surat 'paksaan' dari kementerian teknis atau pemerintah pusat.
Dia berkata pemrosesan ore di dalam negeri bisa memberikan nilai tambah, ketimbang ekspor ore yang justru membuat rugi. Hilirisasi atau mengekspor barang ore jadi disebut Bahlil bisa mencapai USD 2.000 per ton.
Ore yang sudah ada akan dibeli oleh pengusaha yang sudah punya smelter. Harganya pun masih level internasional. "Ore yang sudah ada sampai bulan Desember akan dibeli pengusaha yang sudah mempunyai smelter dengan harga internasional di China dikurangi pajak dan transhipment," ujar Bahlil.
Bahlil menegaskan bisnis itu dinamis sehingga tak khawatir jika ada protes luar negeri terkait pelarangan ekspor bahan tambang mentah tersebut.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat ini, Kementan tengah fokus pada pemenuhan pangan dalam negeri untuk menekan kebijakan impor. Dua di antara komoditas jagung dan padi.
Baca SelengkapnyaKebijakan untuk pengelolaan kelautan juga perlu keterhubungan antar pulau pelabuhan dengan infrastruktur darat.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aturan turunan ekspor pasir laut masih digodok karena melibatkan banyaknya tim kajian.
Baca SelengkapnyaKisah pengusaha kerupuk kulit yang memulai bisnis dengan berjualan di pinggir jalan hingga dapat omzet ratusan juta.
Baca SelengkapnyaOtorita IKN Nusantara akan membangun kawasan hijau atau lindung seluas 177 ribu hektare.
Baca SelengkapnyaBanyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca SelengkapnyaJokowi menegaskan, pembukaan akses tersebut yang perlu didorong pada UMKM. Sehingga menciptakan peluang-peluang pasar baru bagi produknya.
Baca SelengkapnyaArief menekankan bahwa prioritas utama pemerintah adalah mengutamakan produksi dalam negeri, terutama menjelang panen raya jagung.
Baca Selengkapnya