Indonesia, pasar e-commerce menjanjikan dengan banyak kendala
Merdeka.com - Bisnis online yang dilakukan pelaku e-commerce sering disebut sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, hal itu tidak membuat perjalanan industri e-commerce Indonesia berjalan mulus.
Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) mengakui perkembangan bisnis e-commerce sendiri bukan tanpa halangan. Salah satu hal yang dapat menghambat bisnis ini adalah kebijakan pemerintah yang masih menitikberatkan beban pajak kepada pelaku bisnis e-commerce.
"Jangan diberatkan pajak, semisal pajak penjualan, dikasih (pajak) setelah bangun (bisnisnya) belum berapa tahun berdiri bisnisnya," ujar Wakil Ketua idEA, Agus Tjandra ketika dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu (10/8).
Kendala lainnya adalah adanya proteksi dari pemerintah untuk memberikan izin mendirikan bisnis e-commerce itu sendiri. "Adanya proteksi misalnya dipermudah izinnya, izinnya diperjelas, jangan diatur terlalu rumit biarkan dibebaskan, yang basic saja," ungkapnya.
Padahal, kata Agus, di tengah perlambatan ekonomi dalam negeri, bisnis model ini bisa dikatakan 'tahan banting'. Bahkan, bisnis model tersebut saat ini dalam kondisi stabil dan cenderung mengalami peningkatan.
"Pasar ini menjanjikan, orang-orang fokus bisnis e-commerce di Indonesia karena penetrasinya masih kecil namun value sangat besar, tahun 2013 itu masih (penetrasi) sebesar 0,1 persen. Sehingga, ini berpotensi besar di tengah himpitan ekonomi," ucap Agus.
Seperti diketahui, sejak tahun 2015, e-commerce telah mendapat perhatian pemerintah. Misalnya, dalam lawatan ke Amerika Serika pada akhir Oktober 2015, Presiden Jokowi bertemu lima perusahaan modal ventura besar. Perusahaan investasi tersebut siap menanamkan modal kepada beberapa perusahaan teknologi informasi Indonesia. Salah satunya adalah Sir Michael Moritz, pemilik Sequoia Capital, dan Queen of The Net Mary Meeker. Sequoia dikenal memiliki banyak portofolio investasi, seperti Apple, Google, YouTube, dan WhatsApp.
Untuk mendorong tumbuhan perdagangan secara elektronik, pemerintah memang membuka pintu bagi investasi asing ke bisnis e-commrce berskala besar. Sebelumnya, bidang usaha ini tertutup 100 persen bagi investor asing. Hal ini dimungkinkan melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika terpilih sebagai presiden dia akan coba mengatur bagaimana kehadiran e-commerce tidak mematikan usaha pedagang konvensional.
Baca SelengkapnyaKemendag memproyeksikan transaksi e-commerce tahun 2023 menjadi Rp533 triliun.
Baca SelengkapnyaAturan yang tertuang pada Permendag 31/2023 harusnya benar-benar dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua pihak.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Gudang milik perusahaan e-commerce Lazada mengalami kebakaran hebat.
Baca SelengkapnyaYuk, ketahui beberapa jenis iklan yang bisa dilakukan melalui platform digital.
Baca SelengkapnyaMedia sosial TikTok dan TikTok Shop menggabungkan dua fitur tersebut, padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaPlatform Jual Beli Aset Kripto Punya Dompet Web3 Pertama di Indonesia, Ini Dia Keunggulannya
Baca SelengkapnyaRatusan UKM fesyen yang tergabung dalam Mall UKM Cirebon memiliki toko digital dan berjualan di Lazada.
Baca Selengkapnya