Indef sebut perang dagang AS-China ancam industri dalam negeri
Merdeka.com - Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, mewanti-wanti pemerintah soal dampak perang dagang yang tengah dilancarkan oleh negara-negara maju saat ini.
Peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa perang dagang Amerika Serikat-China bakal memberikan pukulan besar bagi industri dalam negeri. Menurutnya, perang dagang akan menyebabkan volume perdagangan dan volume ekspor dunia akan langsung turun.
"Artinya permintaan global juga menurun. Nah industri kita terutama yang berorientasi ekspor, akan alami penurunan permintaan ke Amerika dan ke China. Ekspor minyak kelapa sawit, karet untuk ban mobil tekstil, pakaian jadi, makanan dan minuman, elektronik akan mengalami tekanan yang besar," ungkapnya ketika dihubungi Merdeka.com, Jakarta, Kamis (5/7).
Selain itu, perang dagang dapat memicu pelemahan nilai tukar rupiah. Hal tersebut akan menyebabkan biaya impor bahan baku oleh pelaku industri naik.
"Nilai tukar rupiah melemah, karena investor lari ke negara-negara maju yang lebih aman. Kalau ditarik, rupiah melemah pelaku industri pertama, biaya impor bahan baku naik, maka harga produk pasti naik. Ini akan membuat mereka tidak kompetitif kan. Utang luar negeri mereka kalau rupiah melemah,akan ada selisih kurs ini yang akan membuat jadi berat,"
Pelemahan nilai tukar rupiah juga akan memberatkan pelaku industri. Sebab, akan meningkatkan biaya logistik. "Biaya logistik, karena 90 persen kapal ekspor itu asing kalau biaya logistik naik, maka akan jadi beban," jelas Bhima.
Untuk itu, dia meminta agar pemerintah melakukan berbagai langkah untuk menjaga pelaku industri, seperti relaksasi perpajakan. Beri insentif kepada industri, keringanan pajak baik PPh maupun PPn ekspor. Dengan demikian tekanan-tekanan yang disebabkan oleh fluktuasi perekonomian global tidak menyebabkan biaya produksi menjadi semakin mahal.
Selain itu, pemerintah juga mesti terus melakukan misi dagang untum membuka pasar-pasar baru. Hal ini membuat tujuan ekspor Industri dalam negeri menjadi lebih banyak sehingga mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap negara tujuan ekspor yang saat ini ada.
"Penting membantu pelaku industri mencari tujuan ekspor yang baru, pasar-pasar alternatif. Misalkan misi dagang ke Afrika, Amerika latin, Asia Tengah, sehingga kita tidak bergantung pada ekspor pada China, Amerika, yang sedang mengalami perang dagang," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaJjumlah penduduk China berkurang 850.000 orang menjadi sekitar 1.411,75 juta pada tahun 2022.
Baca SelengkapnyaEksportir dan pedagang di pameran perdagangan besar China mengeluhkan sepinya pembeli akibat ketidakpastian global.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kontribusi tersebut diharapkan bisa menjadi modal utama untuk menarik lebih banyak investasi asing dengan tujuan dapat meningkatkan ekspor.
Baca SelengkapnyaSaat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat, tiga besar negara tujuan ekspor non-migas Indonesia pada Januari 2024 adalah ke negara China, Amerika Serikat, dan India.
Baca SelengkapnyaADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.
Baca SelengkapnyaIni yang dikhawatirkan AS bila tidak segera memutuskan kelanjutan stasiun luar angkasa yang akan habis masa pakainya.
Baca SelengkapnyaImpor beras ini ditujukan untuk mengamankan cadangan beras dalam negeri.
Baca Selengkapnya