Indef nilai pelemahan Rupiah sudah tergolong krisis besar
Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) telah terdepresiasi sangat dalam. Meski belakangan ini mulai menguat hingga kembali menyentuh angka Rp 13.000-an, namun, Rupiah sempat menyentuh angka Rp 14.700-an.
Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (INDEF), Iman Sugema, menilai depresiasi Rupiah terhadap USD kali ini sudah memasuki fase big crisis atau krisis besar. Ini apabila dibandingkan dengan depresiasi Rupiah terhadap USD pada 2004-2006 dan 2008-2009.
"Sekarang big crisis. Karena polanya beda, penyebabnya beda maka solusinya juga beda. Di 2008-2009 penyebabnya lebih ke arah eksternal karena subprime mortgage, karena eksternal, maka pemulihannya relatif cepat. 2004-2006 karena kenaikan harga BBM (internasional). Kalau sekarang kita tidak bisa menyalahkan faktor eksternal, karena yang terjadi lebih karena faktor internal," kata Iman di Kantor INDEF, Jalan Batu Merah, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Rabu (7/10).
Iman menjelaskan, kondisi terpuruknya Rupiah terhadap Dolar yang berkepanjangan kali ini terkait dengan perubahan struktur fundamental nilai tukar yaitu balance of payment (BOP). "Faktor eksternal berperan hanya sebagai faktor yang membuat keadaan menjadi lebih buruk saja," imbuh Iman.
Iman menyebut dua faktor internal yang menjadi penyebab terpuruknya nilai tukar Rupiah terhadap USD. Faktor pertama adalah defisit migas yang terjadi sejak September 2011.
"Neraca perdagangan minyak kita sebelum sekarang ini selalu surplus, sekarang selalu defisit. Defisit migas 2011 kita mulai mengalami defisit. Sebelum 2011 kita selalu surplus. Defisit migas ini fenomena baru dan angkanya semakin besar," ungkap Iman.
Kondisi ini diperparah dengan cara BI mengelola nilai tukar Rupiah agar tetap stabil. "Faktor yang kedua itu lebih ke 'sialnya' BI salah strategi atau lalai dalam menjaga nilai tukar," papar Iman.
Iman menjelaskan, kesalahan strategi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) adalah saat Balance of Payment (BOP) positif seharusnya Rupiah menguat, namun yang terjadi justru Rupiah tetap melemah.
Iman mencontohkan kondisi yang terjadi di kuartal ketiga 2014 di mana BOP surplus USD 6 miliar, namun Rupiah tetap melemah lantaran BI terlalu banyak menyerap USD untuk dijadikan cadangan devisa (cadev). "Contoh pada kuartal 3-2014 kita surplus USD 6 miliar, tapi Rupiah tetap melemah karena BI kebanyakan narik Dolar jadi cadev sehingga Dolarnya tidak ada," tutur Iman.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Kini Tembus Rp6.231 Triliun
Posisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.
Baca SelengkapnyaImpor Indonesia di Desember 2023 Turun, Nilainya Hanya USD 19,11 Miliar
Impor barang modal mengalami persentase penurunan terdalam yaitu turun sebesar 10,51 persen.
Baca SelengkapnyaMenteri Erick Klaim Bansos Pangan Sukses Jaga Inflasi Indonesia di Level 2,6 Persen
Salah satunya karena berhasil menahan tingkat inflasi di kisaran 2,6 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Staf Ahli Wakil Presiden sebut Ketidakpastian Situasi Politik Akibat Pemilu 2024 Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Nurdin optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 berada pada kisaran 5 persen.
Baca SelengkapnyaPemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Januari 2024 Tersisa Rp2.275 Triliun
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun
Baca SelengkapnyaTernyata, Indonesia Banyak Impor Mesin Sepanjang Januari 2024
Untuk rinciannya, nilai impor mesin/peralatan mekanis mencapai USD 123,79 juta atau tumbuh 4,52 persen.
Baca SelengkapnyaHati-Hati, Mencoret Uang Rupiah Bisa Kena Denda Rp1 Miliar Hingga Pidana Penjara
Perusakan terhadap Rupiah bisa berujung ancaman pidana.
Baca SelengkapnyaUtang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.231 Triliun, Digunakan untuk Apa Saja?
Utang luar negeri pemerintah pada November 2023 sebesar USD 192,6 miliar atau tumbuh 6 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya tiga persen.
Baca SelengkapnyaEkonomi Dunia Masih Terpuruk di 2024, Sri Mulyani Ungkap Penyebanya
Ramalan IMF menyebut kondisi ekonomi dunia masih terpuruk.
Baca Selengkapnya