Inalum wajib diserahkan ke pemerintah 1 November 2013
Merdeka.com - Pemerintah dan pihak Jepang sampai saat ini terus merundingkan proses pengalihan pabrik pengolahan alumunium terbesar se-Asia Tenggara, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan, rapat antara kedua pihak digelar rutin setiap pekan. "Hampir 10 hari sekali kita melakukan perundingan di Singapura," ujarnya di kantornya, Rabu (14/8).
Kendala utama perundingan itu adalah taksiran soal total nilai aset. Pemerintah sudah berkukuh bahwa nilai yang harus dibayarkan harus sesuai perjanjian awal. Sementara Jepang agaknya meminta penawaran lebih tinggi.
Sebagai solusi jangka pendek, Hidayat mengatakan pihaknya menawarkan agar proses pengambilalihan manajemen dilakukan tanpa harus menunggu perundingan rampung.
Kalaupun pihak Jepang masih belum puas, bisa dilanjutkan ke forum arbitrase Internasional. Sesuai perjanjian, Inalum seharusnya menjadi milik Indonesia setelah kontrak dengan Jepang berakhir pada 31 Oktober 2013.
"Kami masih tetap berkukuh (nilai aset) sesuai master agreement, sementara Jepang masih berusaha menggunakan nilai pasar. Kalau sampai tidak selesai, saya harap 1 November sudah beralih ke Indonesia, dan kita bisa menyelesaikannya lewat pihak ketiga, yaitu arbitrase," ungkap Hidayat.
Untuk mengambilalih Inalum sepenuhnya dari Jepang, pemerintah perlu membayar Rp 7 triliun. Adapun di tahun lalu pemerintah telah membayar sebesar Rp 2 triliun. Artinya pemerintah membutuhkan dana Rp 5 triliun lagi untuk mengambil alih perusahaan itu.
Inalum merupakan satu-satunya perusahaan lokal untuk sektor produksi alumunium di Sumatera Utara. Selama ini, hasil produksi Inalum sebagian besar dikirim ke Jepang. Ironinya, pemerintah justru harus mengimpor alumunium dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kepemilikan Inalum saat ini terbagi antara pemerintah Indonesia 41,12 persen dengan konsorsium swasta pemerintah Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Alumunium 58,88 persen.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cak Imin: Enggak Perang, Kenapa Banyak Utang Beli Alat Perang?
Lebih baik negara meminjam uang untuk membeli alat-alat pertanian.
Baca SelengkapnyaJelang Hari Pencoblosan Pemerintah Setop Penyaluran Bansos, Ini Alasannya
Penyaluran bansos beras kemasan 10 kg dihentikan sementara pada 8-14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaPerludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada
Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Persaudaraan Jangan Sampai Memudar karena Tidak Bisa Menerima Hasil Pemilu
Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaSebutkan Asas Pemilu di Indonesia, Inilah Penjelasannya
Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2017 memaparkan bahwa asas pemilu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Baca SelengkapnyaIstana: Kenaikan Tukin Pegawai Bawaslu Diusulkan Menpan-RB Sejak Oktober 2023
Besaran nominal tunjangan kinerja yang dibayar per bulan itu dibagi atas 17 tingkatan kelas jabatan,
Baca SelengkapnyaPemilu Satu Putaran Dinilai Berdampak Baik ke Investasi, Ini Alasannya
Pemilu 2024 akan diselenggarakan secara serentak pada Rabu, 14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaTotal Utang Semua Negara di Dunia Capai Rekor Tertinggi, Nilainya Tembus Rp4 Juta Triliun
Sekitar 55 persen dari kenaikan ini berasal dari negara-negara maju, terutama didorong oleh AS, Prancis, dan Jerman.
Baca SelengkapnyaJelang Lebaran, Pemerintah Impor 22.500 Ton Beras dari Kamboja
Impor beras dari Kamboja untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445H.
Baca Selengkapnya