IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2019 Menjadi 3,3 Persen
Merdeka.com - Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan perkiraan pertumbuhan global untuk 2019 menjadi 3,3 persen dalam laporan World Economic Outlook (WEO) yang baru dirilis pada Selasa (9/4), turun 0,2 poin persentase dari estimasi pada Januari lalu di 3,5 persen.
IMF mengatakan ekonomi dunia menghadapi risiko-risiko penurunan yang disebabkan oleh ketidakpastian potensial dalam ketegangan perdagangan global yang sedang berlangsung, serta faktor-faktor spesifik negara dan sektor lainnya.
Proyeksi 3,3 persen untuk 2019 adalah 0,3 poin persentase di bawah angka 2018, dan diharapkan tumbuh kembali menjadi 3,6 persen pada 2020. Proyeksi laju pertumbuhan negara-negara maju adalah 1,8 persen untuk 2019 dan 1,7 persen untuk 2020, keduanya di bawah tingkat dua persen-plus yang tercatat dalam dua tahun sebelumnya, menurut laporan WEO.
Untuk negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang, IMF memperkirakan tingkat pertumbuhan turun menjadi 4,4 persen untuk 2019, atau 0,1 poin persentase lebih rendah dari pada 2018, dan bahwa ekspansi akan pulih ke tingkat 4,8 persen pada 2020, menyamakan hasil 2017.
Kepala ekonom IMF Gita Gopinath menulis dalam sebuah posting di blog bahwa proyeksi pelambatan pada 2019 adalah "berbasis luas."
"Ini mencerminkan revisi negatif untuk beberapa ekonomi utama termasuk kawasan euro, Amerika Latin, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia," kata Gopinath dikutip Antara, Rabu (10/4).
Hilangnya momentum pertumbuhan, kata Gopinath, berasal dari paruh kedua tahun 2018, ketika ekonomi dunia dilanda ekspansi global yang melemah secara signifikan. Laporan WEO mengatakan pertumbuhan global tetap kuat di 3,8 persen di paruh pertama 2018, tetapi turun menjadi 3,2 persen di semester kedua.
Gopinath menyalahkan situasi sebagian besar pada ketegangan perdagangan global, tekanan ekonomi makro di Argentina dan Turki, gangguan pada sektor otomotif di Jerman, dan pengetatan keuangan bersamaan dengan normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju yang lebih besar.
Sehubungan dengan pemulihan yang dirasakan pada 2020, ekonom mengatakan itu "tidak pasti," menambahkan bahwa itu didasarkan pada asumsi bahwa "rebound terjadi di negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang."
"Hal ini didukung oleh kebijakan moneter akomodatif yang signifikan oleh ekonomi-ekonomi utama, dimungkinkan oleh tidak adanya tekanan inflasi meskipun tumbuh dekat potensinya," imbuhnya.
Dia juga mengutip pergeseran ke arah sikap yang lebih akomodatif dalam kebijakan bank sentral Amerika Serikat, Uni Eropa (UE), Jepang dan Inggris, ditambah China meningkatkan stimulus fiskal dan moneternya, serta pandangan positif perjanjian AS-China untuk menyelesaikan sengketa perdagangan mereka.
Respons kebijakan ini, kata Gopinath, telah membantu membalikkan kondisi keuangan yang semakin ketat di berbagai negara, menampilkan tren yang sedang berlangsung di negara-negara emerging market seperti dimulainya kembali aliran portofolio, penurunan biaya pinjaman, dan penguatan relatif mata uang mereka terhadap dolar AS.
Gopinath mengatakan, ruang kebijakan moneter bervariasi di berbagai negara, dan bagi banyak negara maju masih terbatas. "Kami memperkirakan akan melihat alat kebijakan moneter yang tidak konvensional digunakan, misalnya, di kawasan euro," kata dia.
Setelah tahun 2020, laporan tersebut memprediksikan bahwa pertumbuhan global akan relatif tinggi sekitar 3,6 persen dalam jangka menengah. Laporan WEO memperkirakan tingkat pertumbuhan di zona euro menjadi 1,3 persen pada 2019 dan 1,5 persen pada 2020, keduanya lebih rendah dari hasil 2018 dan 2017.
Risiko-risiko penurunan di seluruh Uni Eropa meliputi periode berlarut-larut dari kenaikan imbal hasil obligasi di Italia yang akan membebani aktivitas ekonomi dan memperburuk dinamika utang, meningkatnya kemungkinan Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan, serta "hasil pemilihan Parlemen Eropa yang menunda atau membalikkan kemajuan pada penguatan arsitektur kawasan euro," menurut laporan itu.
Brexit tanpa kesepakatan yang "sangat mengganggu rantai pasokan dan meningkatkan biaya perdagangan berpotensi memiliki dampak negatif besar dan bertahan lama pada kesejahteraan ekonomi Inggris dan Uni Eropa," kata laporan itu.
Sementara, ekonomi Italia, Gopinath mengatakan pertumbuhan negara Eropa itu pada paruh kedua 2018 sangat lemah, dan kelemahan itu terbawa hingga 2019. Tingkat utang yang tinggi serta biaya pinjaman negara akan tercermin dalam investasi yang lebih lemah dan akan tetap menjadi keprihatinan bagi Italia.
Berkenaan dengan Amerika Serikat, ia memproyeksikan bahwa ekonomi akan tumbuh sebesar 2,3 persen pada 2019, dan berkembang pada tingkat yang lebih rendah sebesar 1,9 persen pada 2020.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, Diprediksi Cuma Tumbuh 3,0 Persen
Dua faktor ini menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi global terganggu, bahkan lebih rendah dari proyeksi tahun lalu.
Baca SelengkapnyaGawat, OJK Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Melemah di Tahun 2024
Proyeksi ini sejalan dengan berbagai rilis lembaga internasional yang menyebutkan hal serupa.
Baca SelengkapnyaBI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?
Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Cak Imin: Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Bisa Jadi Omong Kosong
Kalau target pertumbuhan ekonomi dipaksakan sampai 7 persen yang terjadi bukan pertumbuhan yang sehat.
Baca SelengkapnyaEkonomi Dunia Masih Terpuruk di 2024, Sri Mulyani Ungkap Penyebanya
Ramalan IMF menyebut kondisi ekonomi dunia masih terpuruk.
Baca SelengkapnyaIMF Didirikan pada 27 Desember 1945, Simak Sejarah dan Tujuan Organisasi Moneter Dunia Ini
IMF adalah organisasi yang berperan penting dalam kancah perekonomian negara-negara Dunia Ketiga.
Baca SelengkapnyaEkonomi Indonesia Diprediksi Meroket Usai Pemilu, Begini Data Bank Indonesia
Ekonomi Indonesia Diprediksi Meroket Usai Pemilu, Begini Data Bank Indonesia
Baca SelengkapnyaJokowi Rajin Bagi-Bagi Bansos, Tapi Ekonomi Indoensia Diramal Hanya Tumbuh 5,04 Persen Sepanjang 2023
Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaDidorong Konsumsi Pemilu, Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh 5,5 Persen di 2024
penyelenggaraan pesta demokrasi memberi dampak positif terhadap perekonomian nasional.
Baca Selengkapnya