Genjot lapangan kerja, pelajar Indonesia jangan cuma tekuni hobi
Merdeka.com - Pendidikan jadi faktor penting bagi Indonesia menggenjot lapangan kerja. Sampai sekarang, angkatan kerja terus bertambah tapi perusahaan kesulitan mendapat sumber daya manusia terampil.
Kepala Ekonom Bank Dunia Bidang Kemiskinan Vivi Alatas menilai, salah satu persoalan alumni SMA, SMK maupun universitas adalah terbiasa hanya mengikuti pelatihan berbasis hobi. Kadang ketika lulus, mereka malah tak punya skill sesuai kebutuhan kerja.
Terbukti, survei Bank Dunia menunjukkan saban tahun ada dua juta lulusan SMA dan satu juta juta sarjana baru. Sayangnya pendidikan tidak selalu sinonim dgn keahlian, dengan 2/3 perusahaan mengaku sangat sulit mencari tenaga ahli.
"Pengangguran sarjana dan SMA di Indonesia dua kali lebih tinggi dari lulusan SD. Jadi pemerintah ke depan sebaiknya bukan hanya fokus pada pekerja tapi juga pada pelajar. Pelatihan pelajar yang ada terlalu banyak berbasis hobi, bukan pada apa yang berbasis kebutuhan pasar," ujarnya dalam diskusi Bank Dunia di Jakarta, Selasa (23/9).
Itu semua butuh sokongan negara dan swasta. Hanya 5 persen perusahaan memberi pelatihan secara proaktif bagi rekrutan baru. Sementara 200 Balai Pelatihan Kerja di Tanah Air menurut Vivi tidak cukup.
"Persoalan ini yang harus diatasi. Karena pada 2020 akan ada tambahan 14,8 juta angkatan kerja. Seberapa cepat dan banyak pekerjaan yang bisa kita berikan menentukan," ungkapnya.
Di luar peningkatan skill angkatan kerja muda, pemerintah dituntut Bank Dunia untuk memperlunak aturan ketenagakerjaan. Jangan terlalu rigid mengatur soal upah, tapi malah menutup kesempatan kerja buat angkatan baru.
Ketika upah terus dinaikkan, malah produktivitas Indonesia cuma ekuivalen USD 3.600 per pekerja per tahun. Pekerja Malaysia lima kali lebih efisien mencapai USD 15.800 per pekerja per tahun.
UMP yang terlalu tinggi tidak adil bagi pekerja, pemberi kerja, dan pencari kerja. "Peraturan rigid membuat pengusaha merasa Indonesia tidak sekompetitif, sementara pencari kerja dirugikan karena peluang bekerja di sektor formal berkurang," kata Vivi.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejak lulus sekolah, ia memang tidak mau bekerja menjadi seorang karyawan. Ia kini berhasil menekuni profesi berdagang dengan hasil jutaan rupiah dalam sehari.
Baca SelengkapnyaTidak melulu soal berbisnis dengan modal besar, namun juga bisa dimulai dengan hal yang sederhana.
Baca SelengkapnyaLumrah bagi seseorang untuk tidak disukai oleh semua orang, terutama di tempat kerja. Penting untuk mengenali ciri-ciri rekan kerja mungkin tidak menyukaimu.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca SelengkapnyaDuta Besar RI untuk Inggris Desra Percaya terus mendorong optimalisasi peran diaspora Indonesia dalam membangun ekonomi berbasisinovasi.
Baca SelengkapnyaStudi terkini menunjukkan orang lebih menyukai menjadi pekerja lepas ketimbang sebagai pekerja formal.
Baca SelengkapnyaFatin (23),warga Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat mengaku masih bersedih dan belum menerima kenyataan bahwa dirinya gagal berangkat kerja ke Dubai di 2024.
Baca SelengkapnyaBerikut momen TKW Indonesia pulang ke Tanah Air diantar langsung oleh bosnya.
Baca SelengkapnyaUcapan terima kasih kepada rekan kerja memiliki peran yang sangat penting dalam lingkungan kerja.
Baca Selengkapnya