Gara-Gara Harga BBM Naik, Inflasi 2022 Diprediksi Tembus 6 Persen
Merdeka.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir tahun 2022 bisa tembus lebih dari 6 persen, akibat dari meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, khususnya pertalite dan solar. Pengalihan tambahan subsidi dalam bentuk bantuan sosial dan adanya penyesuaian harga BBM khususnya Pertalite dan solar, tentu akan menambah tekanan inflasi ke depan.
Sementara itu, inflasi inti (core inflation) juga akan naik di bulan ini, melebih inflasi Agustus 2022 sebesar 3,04 persen. Dia memprediksi, inflasi ini pada akhir tahun 2022 bisa mencapai angka 4,6 persen.
"Dampak dari pengalihan atau penyesuaian harga BBM ini tidak hanya dampak langsung daripada kenaikan pertalite dan solar saja, tapi juga berdampak pada tarif angkutan, Pemerintah sudah memutuskan tarif angkutan, dan juga dampak second round impactnya terhadap barang-barang yang lain," kata Perry dalam pengumuman RDG BI September 2022, Kamis (22/9).
Berdasarkan penelitian bank Indonesia, dampak second round (putaran kedua) kenaikan BBM akan berlangsung kurang lebih sekitar 3 bulan kedepan. Oleh karena itu, pada bulan ini kemungkinan inflasi sudah meningkat.
"Survei pemantauan harga yang dilakukan bulan ini yang dilakukan Bank Indonesia inflasi akan sudah naik pada 5,89 persen. Yang tertinggi adalah bulan ini karena dampak langsung dari penyesuaian harga subsidi dan tentu saja tarif angkutan, meskipun tarif angkutan belum semuanya," ujarnya.
Perry menegaskan, secara keseluruhan dampak kenaikan BBM subsidi tersebut baik langsung dan tidak langsung, kurang lebih akan menambah inflasi IHK kurang lebih 1,8- 1,9 persen.
"Akhir tahun ini inflasi IHK akan sedikit lebih tinggi dari 6 persen. Bulan ini menunjukkan 5,89 persen mungkin ada kenaikan beberapa bulan dan akhir tahun sedikit lebih tinggi dari 6 persen. Tapi setelah bulan itu inflasinya tidak akan besar dan akan semakin melandai," ujarnya.
Dalam konteks inilah diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi, baik dilakukan dari sisi pasokan maupun sisi permintaan. Dari sisi pasokan dilakukan sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo dalam rakornas TPIP dan TPID gerakan nasional pengendalian inflasi pangan dan tarif angkutan dilakukan di berbagai daerah.
Maka Bank Indonesia juga melakukan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan di 18 daerah yang dibantu oleh Pemda. Di mana Pemda tidak hanya mengendalikan inflasi pangan dan tarif angkutan saja. Perry berharap, inflasi kenaikan nya bisa lebih terkendali, meskipun akan sedikit lebih tinggi dari 6 persen pada akhir tahun 2022.
"Itu lah jawaban dampak langsung dan tidak langsung penyesuaian harga BBM, dampak langsung sudah terasa bulan ini Survei pemantauan harga 5,89 persen kita tunggu, nanti BPS pengumumannya 1 oktober, dan beberapa bulan kedepan akan terasa dna puncaknya akhir tahun dan inflasi IHK sedikit lebih tinggi dari 6 persen kemudian melandai dan akan turun setelah itu," tandasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaJokowi meny ampaikan usai menggelar rapat internal di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Baca SelengkapnyaUsai Pemilu 2024, Arifin pun mempersilakan penjualan BBM non-subsidi kepada masing-masing badan usaha, mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Meski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca SelengkapnyaIndustri pembiayaan diprediksi akan terus meningkat tahun ini.
Baca SelengkapnyaProyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaPertamina memutuskan untuk menahan harga jenis BBM non subsidi meski SPBU lain mulai mengerek harga sejak awal tahun ini.
Baca SelengkapnyaMenko Airlangga berjanji pemerintah tidak akan menaikkan BBM dalam waktu dekat.
Baca Selengkapnyakebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Selengkapnya