Ekonomi Tumbuh Negatif, Benarkah Indonesia akan Alami Resesi?
Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 sebesar -5,32 persen secara year on year (yoy). Pertumbuhan ekonomi merupakan kontraksi terdalam sejak kuartal I-1999 yang tercatat sebesar -6,13 persen.
Lalu dengan pertumbuhan ekonomi negatif, benarkah Indonesia akan memasuki jurang resesi?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, wabah pandemi Covid-19 membatasi aliran manusia, barang dan juga uang, dampaknya sangat luar biasa. Dengan keterbatasan aktivitas sosial ekonomi, maka kegiatan konsumsi, investasi dan juga ekspor impor di semua negara mengalami penurunan yang sangat tajam.
"Semua negara diyakini tinggal menunggu waktunya saja untuk menyatakan secara resmi sudah mengalami resesi. Proses resesi nya sendiri sudah berlangsung sejak awal tahun Ketika wabah Covid mulai melanda China dan menyebar ke berbagai negara," ujarnya, Rabu (5/8).
Indonesia, sebagaimana negara lain, diperkirakan juga akan mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II negatif 5,32 persen. Hal yang sama juga diprediksi akan terjadi pada kuartal III dan IV. Apabila perkiraan ini benar-benar terjadi, maka Indonesia pada bulan Oktober nanti akan secara resmi dinyatakan resesi.
"Meskipun Indonesia nanti dinyatakan resesi, masyarakat tidak perlu panik. Sekali lagi resesi sudah menjadi sebuah kenormalan baru di tengah wabah. Hampir semua negara mengalami resesi. Yang lebih penting adalah bagaimana dunia usaha bisa bertahan di tengah resesi," paparnya.
Semua Negara Berpotensi Resesi
Seiring berjalannya waktu, jika dunia usaha terus ditopang dan bisa bertahan, tidak mengalami kebangkrutan, maka Indonesia akan bisa bangkit Kembali dengan cepat ketika wabah sudah berlalu. "Kita optimis dengan berbagai kebijakan yang sudah diambil oleh pemerintah melalui program PEN, kita akan bisa meningkatkan daya tahan dunia usaha kita, dan kita akan recovery pada tahun 2021," kata Piter.
Piter menambahkan, semua negara berpotensi mengalami resesi. Perbedaannya hanya masalah kedalaman dan kecepatan pulih atau recovery. Negara-negara yang bergantung kepada ekspor atau kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi sangat tinggi akan mengalami double hit.
"Sehingga kontraksi ekonominya akan jauh lebih dalam. Misalnya saja Singapura yang mengalami kontraksi ekonomi pada triwulan 2 hingga minus 41 persen. Disisi lain, negara-negara yang tidak secara cepat merespon dampak wabah Covid, menyelamatkan perekonomiannya, berpotensi jatuh ke jurang krisis, yang artinya proses recovery akan berjalan lambat," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setelah melewati tantangan sejak 2019 hingga 2022 lalu, industri penerbangan nasional mulai menunjukkan momentum bangkit di 2023.
Baca Selengkapnyapenyelenggaraan pesta demokrasi memberi dampak positif terhadap perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaJokowi menjelaskan, bahwa setiap keputusan pemerintah selalu memperhatikan kondisi ekonomi dan situasi keuangan negara.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaMayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaPada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaDia berharap agar penerus kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu mempertahankan stabilitas ekonomi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaEkonomi Indonesia maupun Brasil sama-sama tumbuh kuat usai terdampak parah pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaBisnis kapal tersebut bangkrut ketika pandemi Covid-19 lalu.
Baca Selengkapnya