Merdeka.com - Masalah pengambilalihan atau divestasi 7 persen saham Newmont tidak kunjung menemukan titik terang. Pemerintah pusat dalam hal ini kementerian keuangan ngotot akan tetap[ membeli divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara tersebut.

Langkah ini nampaknya tidak akan berjalan mulus karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberi signal tidak akan mau lagi membahas masalah ini. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Aziz, Komisi XI DPR tidak akan membahas persoalan terkait divestasi saham Newmont walaupun pemerintah meminta persetujuan DPR. Sikap DPR saat ini masih belum menerima ajuan pemerintah tersebut.

"DPR sudah pasti tidak akan bahas lagi masalah Newmont. Dulu waktu Menkeunya pak Agus kita sempat membahas tetapi tidak setuju. Pemerintah mau ajukan lagi itu tidak apa-apa, kalau sikap DPR bisa diterima atau tidak," ujar dia ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Minggu (28/7).

Menurut Harry, pemerintah dan DPR telah sepakat untuk tidak membahas lagi masalah divestasi tujuh persen saham Newmont tersebut. "Yang jelas kemarin kami sepakat untuk tidak membahas lagi masalah divestasi saham Newmont," kata politisi Golkar tersebut.

Sebelumnya, Pemerintah pusat secara tegas akan membeli divestasi tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Namun, pembelian tersebut harus menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi (MK).

Menteri Keuangan Chatib Basri secara tegas akan berusaha maksimal agar pembelian divestasi saham tersebut oleh pemerintah pusat bukan untuk pemerintah daerah ataupun BUMN. Bahkan, dia akan berjuang di DPR untuk mendapatkan tujuh persen saham Newmont tersebut. "Saya sih pengennya maksimal," ujar dia.

Sebagai informasi, pemegang saham Newmont terdiri dari NTP sebesar 56 persen, PT Multi Daerah Bersaing (24 persen), PT Pukuafu Indah (17,8 persen) dan PT Indonesia Masbaga (2,2 persen). MDB merupakan perusahaan patungan antara PT Daerah Maju Bersaing yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa dengan PT Multicapital, anak perusahaan PT Bumi Resources Mineral Tbk yang dimiliki Grup Bakrie.