Diskon Rokok Dinilai Bisa Kurangi Pendapatan Negara Hingga Rp2,6 Triliun
Merdeka.com - Peneliti Kebijakan Publik dan Pegiat Antikorupsi, Emerson Yuntho mengkritisi ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Menurutnya, negara bisa kehilangan pendapatan dari cukai mencapai Rp2,6 triliun akibat praktik diskon rokok. Selain itu, harga rokok yang relatif murah menyebabkan masyarakat lebih mudah untuk menjangkaunya, mengingat dikenakannya cukai adalah sebagai upaya mengendalikan ketergantungan konsumsi rokok.
"Kenaikan ini menjadi ambigu ketika masih ada diskon rokok yang masih berlaku sampai saat ini, jadi satu sisi pemerintah menaikkan harga jual rokok tapi di sisi yang lain itu masih mungkin diberikan diskon. itu yang menyebabkan rokok menjadi tetap mudah terjangkau bagi masyarakat," ujarnya, Kamis (18/6).
Dia menjelaskan, beberapa merek rokok yang dijual di bawah harga jual eceran (HJE), di antaranya Dunhill isi 16 yang dijual dengan Harga Transaksi Pasar (HTP) Rp20 ribu per bungkus dari HEJ nya Rp27.200 per bungkus, LA Bold dengan HTP Rp25 ribu per bungkus dari HEJ Rp34 ribu, Sampoerna A Mild dengan HTP 15 ribu per bungkus dari HJE 20.400, dan Promild yang dijual dengan HTP 20.700 dari HJE 27.200 per bungkus.
"Potensi penerimaan dari PPh badan akibat diskon rokok dari simulasi sederhana yang kami lakukan itu paling tidak ada Rp2,6 triliun," kata dia.
Perkiraan ini didasarkan pada data dari kajian INDEF pada 2019 yang menyatakan potensi hilangnya PPH Badan dari kebijakan diskon rokok senilai Rp1,73 triliun ditambah kenaikan rerata HJE segmen SKM dan SPM sebesar 52,1 persen.
Aturan Diskon Rokok
Sebelumnya, aturan diskon rokok tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Saat PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 156/2018, ketentuan mengenai diskon rokok tidak diubah.
Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai.
Pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Muhammad Joni, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen dari tarif yang tertera dalam banderol. Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.
Menurut dia, kebijakan diskon rokok juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang melarang potongan harga produk tembakau.
Reporter: Pipit Ika Ramadhani
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaku usaha mendesak Kementerian Keuangan menunda pelaksanaan pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik.
Baca SelengkapnyaMeski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca SelengkapnyaUMKM di Indonesia baru saja bangkit dari pandemi dan memiliki peran penting dalam perekonominan nasional.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Muhadjir menyebut, pemudik memiliki waktu untuk memanfaatkan diskon tarif tol ini dari malam ini sampai esok pagi.
Baca SelengkapnyaBeras dalam kemasan kantong plastik ukuran 5 kilogram itu merupakan cadangan beras pemerintah untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan.
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaBanyak Rokok Murah, Kebijakan Kenaikan Cukai Jadi Tak Efektif Tekan Konsumsi?
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaTujuan diterbitkannya PMK tersebut yaitu sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat.
Baca Selengkapnya