BPK Soroti Kenaikan Utang Pemerintah Pusat Jadi Rp4.786 Triliun di 2019
Merdeka.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan beberapa pandangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019. Dalam laporan tersebut BPK menyoroti utang pemerintah yang mengalami kenaikan hingga 30,23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Posisi utang pemerintah terhadap PDB pada tahun 2019 mencapai 30,23 persen atau meningkat jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2018 sebesar 29,81 persen," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (14/7).
Agung merinci nilai pokok utang pemerintah pada 2019 mencapai Rp4.786 triliun. Dari jumlah tersebut, 58 persennya adalah utang luar negeri senilai Rp2.783 triliun. "Dan 42 persennya adalah utang dalam negeri senilai Rp2.002 triliun," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, BPK juga menyoroti realisasi defisit anggaran 2019 yang sebesar 2,2 persen terhadap PDB. Angka ini melampaui target dalam UU APBN 2019 yang sebelumnya di desain 1,84 persen.
Defisit anggaran tahun lalu mencapai Rp348,65 triliun. Namun, realisasi pembiayaan tahun 2019 mencapai Rp402,05 triliun atau sebesar 115,31 persen dari nilai defisitnya. Sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp53,39 triliun.
"Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari pembiayaan utang sebesar Rp437,54 triliun. Yang berarti pengadaan utang 2019 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit," tandas Agung.
Catatan BPK
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna, memberikan empat catatan penting untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019. Catatan tersebut mencakup kinerja positif pemerintah hingga pengelolaan dana penanganan Virus Corona.
"Kami memberikan beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian DPR dan Pemerintah terhadap LKPP Audited 2019," Agung saat memberikan sambutan dalam rapat paripurna, Jakarta, Selasa (14/7).
Catatan pertama, terdapat beberapa capaian positif atas Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2019 yang ditetapkan dalam APBN 2019, yaitu inflasi sebesar 2,72 persen yang lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 3,50 persen, dan nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp14.146 dari asumsi APBN sebesar Rp15.000.
"Namun, beberapa indikator ekonomi makro capaiannya di bawah asumsi penyusunan APBN 2019, yaitu pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02 persen dari asumsi APBN sebesar 5,30 persen, tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan sebesar 5,62 persen dari asumsi APBN sebesar 5,30 persen," jelas Agung.
Kedua, realisasi rasio defisit anggaran terhadap PDB pada Tahun 2019 adalah sebesar 2,20 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan target awal yang telah ditetapkan dalam UU APBN Tahun 2019 sebesar 1,84 persen.
Ketiga, Pemerintah telah menyediakan anggaran bidang pendidikan dan kesehatan dalam APBN Tahun 2019 yang merupakan belanja atau pengeluaran negara yang bersifat mandatory spending. Total anggaran bidang pendidikan dalam APBN 2019 adalah sebesar Rp492,45 triliun atau mencapai 20,01 persen dari anggaran Belanja Negara sehingga telah memenuhi ketentuan ayat (4) Pasal 31 UUD 1945.
"Realisasi anggaran bidang pendidikan tahun 2019 mencapai sebesar Rp460,34 triliun atau 93,48 persen dari yang dianggarkan di APBN. Selain itu, total anggaran bidang kesehatan dalam APBN 2019 adalah sebesar Rp123,11 triliun atau mencapai 5,00 persen dari anggaran Belanja Negara sehingga telah memenuhi ketentuan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan realisasi sebesar Rp102,28 triliun atau 83,08 persen dari yang dianggarkan di APBN," kata Agung.
Keempat, Pemerintah telah merespon Pandemi Covid-19 dengan menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, yang saat ini telah menjadi UU Nomor 2 tahun 2020 dan diharapkan menjadi pondasi bagi pemerintah dan lembaga terkait lainnya untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, termasuk stabilitas sistem keuangan.
"Namun demikian, Pandemi Covid-19 tidak berdampak pada LKPP Tahun 2019. Dampak pandemi Covid-19 akan disajikan pada LKPP Tahun 2020, antara lain berupa realokasi dan refocussing anggaran untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19, serta potensi penurunan PNBP, penurunan kualitas piutang dan penundaan kegiatan atau konstruksi dalam pengerjaan (KDP)," tandasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Posisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali karena memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen.
Baca SelengkapnyaBatas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB ditetapkan sebesar 60 persen.
Baca SelengkapnyaKepastian kenaikan tunjangan uang lauk pauk prajurit itu disampaikan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung menetapkan enam tersangka korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Baca SelengkapnyaFokus sidang kode etik bukan berapa besaran uang diterima para pihak yang terlibat, melainkan soal integritas sebagai pegawai KPK.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat nilai impor beras pada Januari 2024 mencapai Rp4,36 triliun.
Baca SelengkapnyaSekitar 55 persen dari kenaikan ini berasal dari negara-negara maju, terutama didorong oleh AS, Prancis, dan Jerman.
Baca SelengkapnyaSepasang kekasih itu sudah menjual sekitar Rp100 juta uang palsu
Baca Selengkapnya