Boediono: Kita takkan biarkan Rupiah jatuh seperti yoyo
Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah pada penutupan Rabu (21/8) kemarin terus tertekan terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (USD). Nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta bergerak melemah sebesar 215 poin menjadi Rp 10.945 dibanding posisi sebelumnya Rp 10.730 per USD.
Wakil Presiden Boediono menyatakan tidak akan membiarkan pergerakan Rupiah terus terpuruk ke posisi paling buruk. Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) kini masih terus menggodok kebijakan-kebijakan yang diperlukan agar Rupiah bisa kembali menguat dan bergerak stabil.
"Saya pikir Bank Indonesia kita juga mempunyai suatu program di mana kita tidak menginginkan Rupiah kita itu jatuh seperti yoyo, tidak mungkin," ucap Boediono saat memberi kuliah umum kepada para peserta Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (22/8).
Meski demikian, pemerintah juga tidak bisa bertindak tanpa memiliki simpanan devisa yang cukup guna menjaga Rupiah agar tidak terus terdepresiasi. Yang dibutuhkan dalam menghadapi penurunan Rupiah ialah dengan melakukan pembenahan ekonomi dan perbankan.
"Apa yang perlu kita lakukan sekarang adalah membenahkan kekuatan ekonomi kita kekuatan, perbankan kita. Menata agar tidak sampai inflasi kita itu salah satu komponen yang mempengaruhi komponen kurs itu adalah inflasi. Sekarang kita lakukan itu," ungkapnya.
Dengan berbagai langkah yang tengah dilakukan pemerintah, dia meminta masyarakat untuk tidak khawatir. Sebab, sejumlah posisi penting di tingkat kementerian dan lembaga negara yang menyangkut keuangan dikelola oleh orang-orang profesional.
"Yakin lah bahwa sekarang ekonomi kita berada di tangan yang kompenten, ini menteri keuangan, gubernur BI, OJK, LPS, menko ini adalah orang-orang yang cukup profesional. Kita cukup optimis bahwa mereka akan segera merumuskan policy respons yang pas. Presiden kemarin menjanjikan dalam waktu dekat ini akan kita umumkan respons policy ini," pungkasnya.
Menurutnya, kejadian pelemahan Rupiah berlangsung karena mata uang dolar AS sedang menguat di tengah membaiknya sistem perekonomian di negara itu.
"Jangan disebut bahwa Rupiah kita melemah. Yang benar yang lebih pas itu adalah dolar menguat terhadap semua mata uang dunia, tidak hanya Rupiah lho itu lain sekali implikasi policy-nya lain," papar Boediono.
Dia menambahkan, kondisi itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Penguatan dolar AS juga mempengaruhi sejumlah mata uang di negara-negara lain. Implikasi terbesar justru diterima India, Jepang dan Afrika Selatan yang notabene memiliki dasar ekonomi yang cukup kuat.
"Kita memang kerja nonstop, tapi bukan yang paling buruk. Coba dibandingkan kurs Rupee India bandingkan bahkan dengan Yen Jepang, bandingkan dengan Rand-nya Afrika Selatan, semuanya itu adalah ekonomi-ekonomi kuat, kita tidak lebih buruk dari itu. Kita mungkin sedikit lebih buruk dari pada Singapura, Malaysia ya," tandasnya.
(mdk/bmo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaDalam menghadapi ketidakpastian global, Jokowi menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Baca SelengkapnyaPasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut relatif lebih baik dibandingkan sejumlah negara mitra dagang seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Baca SelengkapnyaJokowi menekankan pentingnya persatuan dan kerukunan antar masyarakat agar Indonesia menjadi negara maju.
Baca SelengkapnyaKetidakpastian ekonomi global membuat masyarakat melakukan langkah masif yang makin memperburuk keadaan.
Baca SelengkapnyaPadahal, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula.
Baca SelengkapnyaADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.
Baca Selengkapnya