Apindo Sesalkan Rumitnya Regulasi di Industri Rokok
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Danang Girindrawardana, mengakui masih rumitnya kebijakan yang diatur oleh pemerintah terhadap sektor industri. Utamanya yakni menyangkut dengan komoditas perkebunan seperti Industri Hasil Tembakau (IHT).
Dia menyebut, setiap produk perkebunan yang menghasilkan nilai ekonomi terhadap produk domestik bruto (PDB) maka semakin banyak regulasi di dalamnya. Sementara sebaliknya, jika tidak berkontribusi terhadap PDB, justru sedikit aturan diberlakukan.
"Beberapa proses penyusunan kebijakan di sektor lain menganut pola mirip terjadi di IHT," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (17/1).
Dia mencontohkan, seperti terjadi di sawit, dari hulu dan hilir ada sekitar 60 regulasi yang mengatur di dalamnya. Pun tak ketinggalan dengan industri rokok atau tembakau yang juga secara aturan tidak terhitung lagi berapa jumlahnya.
"Salah satu contoh sejak 2009, muncul pembatasan iklan, tidak boleh lagi sekarang beriklan rokok dan ini menjadi kecenderungan seluruh instansi pemerintah melarang sponsorship mengajak iklan rokok," jelas dia.
Dia pun menyayangkan masih adanya proses pengkerdilan terhadap industri perkebunan yang masih terjadi. Apabila ini terus menerus dilakukan maka akan menghantam pelau industri dan para petani tembakau di Indonesia.
"Bagaimana pemerintah melihat banyaknya regulasi yang menghantam industri ini, bagaimana proses regulasi ini menguntungkan pihak pihak tidak hanya industri rokok termasuk teman teman petani," tandas dia.
Asosiasi: 72 Persen dari Hasil Penjualan Satu Bungkus Rokok Disetor ke Negara
Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan salah satu sektor strategis domestik yang terus memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sumbangan sektor ini salah satunya berasal dari penerimaan cukai dan pajak produk rokok yang tiap tahunnya menyetor ratusan triliun Rupiah kepada negara.
Ketua Gabungan Persatuan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan bahkan berkelakar, setoran super besar tersebut membuat produsen rokok laik disebut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikelola pihak swasta.
"Perlu kami ingatkan juga, kami industri tembakau itu adalah BUMN yang dikelola oleh swasta. Karena di Golongan I anggota (GAPPRI) kami harus setor ke pemerintah 72 persen dari harga satu bungkus rokok," ucapnya di Jakarta, seperti dikutip Kamis (3/10).
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pendapatan negara dari IHT yang berasal dari cukai dan pajak rokok setiap tahunnya mengalami peningkatan. Seperti pada 2016, di mana kontribusi IHT terhadap pembayaran cukai mencapai Rp138,69 triliun, atau 96,65 persen dari total cukai nasional.
Untuk tahun ini, Henry melanjutkan, setoran cukai pada produk rokok mencapai Rp170 triliun. Jika dikalkulasikan dengan sumbangan lainnya, itu bahkan bisa mencapai angka Rp200 triliun.
"Kami menyumbang cukai tahun ini mencapai Rp170 triliun. Tahun depan itu ditargetkan lagi Rp180 triliun. Itu masih dicukainya. Belum lagi di pajak daerah, PPN, itu kurang lebih bisa mencapai Rp200 triliun," sebut dia.
Oleh karenanya, dia meminta kepada pemerintah agar jangan mematikan industri rokok. Permintaan ini dilontarkannya lantaran cukai rokok akan naik 23 persen pada 2020, serta adanya wacana untuk memperbesar porsi gambar seram pada kemasan rokok sebesar 90 persen. "Jadi kami adalah angsa bertelor emas yang sehari keluarnya satu. Dan jangan dipaksa dua, nanti mati," ujar Henry.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jual Rokok Ketengan Bakal Dilarang, Apindo: Timbulkan Kegelisahan di Industri Tembakau
Sejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaPrabowo Tegaskan Komitmen untuk Wujudkan Kemandirian Industri Pertahanan
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk mengembangkan dan mewujudkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
Baca SelengkapnyaBRIN: Puting Beliung di Rancaekek Disebabkan Perubahan Tata Guna Lahan, Tanda-Tanda Alami Pemanasan Intensif
Perubahan tata guna lahan di Rancaekek dari sebelumnya kawasan hijau menjadi industri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Curhat Pengusaha Minuman Ringan Makin Terpuruk: Kondisi Industri Ini Sangat Menyedihkan
Selama masa pandemi pada 2020-2021 merupakan masa-masa sulit bagi industri minuman di dalam negeri.
Baca SelengkapnyaMengintip Kondisi Industri Udang Indonesia dan Peluang di 2024
Dari sudut pandang bisnis, ongkos produksi udang di Indonesia masih cukup tinggi.
Baca SelengkapnyaPengusaha Ritel: Harga Beras, Gula dan Minyak Goreng Sudah Mahal dari Produsen
Roy menyampaikan, Aprindo tidak memiliki wewenang untuk mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan oleh produsen bahan pokok.
Baca SelengkapnyaMenaker Apresiasi Pemerintah Jerman yang Minat dengan Tenaga Perawat Indonesia
Saat ini Indonesia dalam tahap pengembangan SIPK dalam upaya meningkatkan partisipasi industri untuk memanfaatkannya.
Baca SelengkapnyaKinerja Industri Pembiayaan Diprediksi Tumbuh Hingga 16 Persen di 2024
Industri pembiayaan diprediksi akan terus meningkat tahun ini.
Baca SelengkapnyaIndustri Penerbangan RI Mulai Pulih Usai Terseok-seok Saat Pandemi Covid-19
Setelah melewati tantangan sejak 2019 hingga 2022 lalu, industri penerbangan nasional mulai menunjukkan momentum bangkit di 2023.
Baca Selengkapnya