Ambisi jadi BPJS kelas dunia, Jamsostek belajar ke Eropa dan AS
Merdeka.com - Jamsostek akan bertransformasi menjadi badan pelaksana jaminan sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Perseroan berambisi menjadi BPJS kelas dunia.
Salah satu strateginya, BPJS melakukan studi banding dari Eropa hingga Amerika untuk melihat fenomena-fenomena tentang tenaga kerja dari negara lain.
Direktur Utama Jamsostek, Elvin G Masasha mengatakan, studi banding ke negara lain dilakukan untuk mengantisipasi mega tren yang sedang terjadi di negara lain.
"Di balik kesiapan transformasi BPJS menjadi kelas dunia kita harus lihat fenomena-fenomena negara lain, apakah bisa setara dengan negara lain, apakah regulasi akan mendorong BPJS kelas dunia. Kami studi banding mempelajari pengelolaan BPJS mengantisipasi mega tren di Eropa, Asia, Amerika," ucap Elvin dalam acara seminar di Kuningan, Jakarta, Senin (13/5).
Dari studi banding yang dilakukan, setidaknya ada tiga poin yang saat ini menjadi mega tren di negara-negara maju. Salah satunya adalah mengenai konteks demografi dunia. Elvin menyebut usia hidup masyarakat Indonesia saat ini rata-rata 65-70 tahun. Namun di Eropa, Korea dan Jepang, usia hidup mencapai 90-100 tahun. Fenomena ini akan mempengaruhi masa pemberian jaminan sosial.
"Kita harus lihat fenomena ini apa usia pensiun Indonesia ditambah, ini kan karena membaiknya kualitas hidup, ini tren yang menarik," jelasnya.
Fenomena selanjutnya adalah saat ini banyaknya wanita yang bekerja. Menurut Elvin wanita seharusnya bisa diberikan sedikit manfaat atau kelebihan spesifik yang dibedakan dengan pekerja laki-laki. "Di berbagai negara maju ada benefit khusus untuk wanita," tambahnya.
Soal regulasi yang menyinggung perubahan iklim juga dirasa perlu untuk jaminan sosial. Dari pengalaman negara lain, Filipina memberikan jaminan antisipasi angin topan. Menurut Elvin faktor-faktor semua ini harus disikapi sebelum Jamsostek berubah menjadi BPJS.
"Konteks peningkatan manfaat tidak terlepas dari aspek kriteria jangkauan iuran. Siapa yang harus membayar iuran, tapi di negara maju pemerintah berkontribusi membayar iuran dalam social security social fund," tutupnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Janji Muhaimin Jika Terpilih di Pilpres 2024, Tak Ada Lagi Pekerja Asing di Level Bawah
Berdasarkan penelitian BRIN, TKA mendominasi pekerjaan kasar di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSempat Putus Sekolah hingga Berjualan Rokok dan Koran, Mantan Panglima ABRI Ini Terkenal Jujur Bersahaja
Sosoknya bukan orang ambisius yang menghalalkan segala cara demi mendapat jabatan
Baca SelengkapnyaDibisiki Kelas Kurang, Jokowi Bangun Kampus II Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Habiskan Rp200 M
Saat ini, ada 17.000 mahasiswa dengan 11 fakultas di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Siapkan CV, BUMN Buka Lowongan Kerja Massal Bulan Depan
Peserta program Rekrutmen BUMN 2024 terbuka bagi jenjang pendidikan SMA/sederajat, D3, S1, hingga S2.
Baca SelengkapnyaBPS Ungkap Penyebab Mahalnya Harga Beras, Meski Jokowi Rajin Bagikan Bansos
Padahal Pemerintah gencar membagikan bantuan sosial (bansos) pangan berupa beras.
Baca SelengkapnyaMenaker Ajak Mahasiswa Kolaborasi Wujudkan Indonesia Maju 2045
Kolaborasi dapat dilakukan, misalnya, melalui berbagai pelatihan yang difasilitasi negara,
Baca SelengkapnyaAirlangga Sebut Resesi Ekonomi Jepang Malah Untungkan Indonesia, Begini Penjelasannya
Sebagai negara maju, Inggris dan Jepang resmi masuk jurang resesi.
Baca SelengkapnyaTingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Tak Mampu, BUMN Jasindo Lakukan Kebijakan Ini
Kendala pelunasan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) menjadi penghalang yang menghentikan langkah masyarakat miskin dalam meraih peluang.
Baca SelengkapnyaPasca Pembangunan IKN Nusantara, Rp300 Triliun Aset Pemerintah di Jakarta Dilelang ke Swasta
Pemerintah pusat akan meninggalkan sejumlah aset barang milik negara (BMN) senilai Rp 1.640 triliun di DKI Jakarta.
Baca Selengkapnya