Merdeka.com - Bank Mutiara, sesuai dengan UU LPS pasal 42, diamanatkan harus dijual tahun ini. Eks Bank Century itu bisa dijual ke investor dengan penawaran tertinggi setelah sebelumnya tidak laku selama lima tahun.

Pengamat ekonomi serta dosen FE UI, Faisal H Basri, mengatakan penjualan Bank Mutiara sebaiknya diarahkan ke BRI. Menurutnya, BRI mempunyai obligasi rekapitalisasi untuk melakukan pembayaran. Selain itu, kepemilikan Bank Mutiara oleh bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut juga akan memperkuat perbankan nasional.

"BRI juga adalah bank yang terbuka yang listing di bursa saham dan tidak mungkin bisa menutupi kebobrokan Mutiara. Tidak akan ada. Juga persoalan konflik of interest dan menutupi kebobrokan," ucap Faisal dalam diskusi bersama wartawan di Jakarta, Senin (16/6).

Menurut Faisal, kinerja Bank Mutiara juga terbilang cukup baik walaupun per Maret mengalami penurunan laba. Penurunan laba terjadi karena semua perbankan juga mengalami hal sama akibat kondisi ekonomi Indonesia tidak stabil.

"Semua analisis dan konsultan ke arah sana menguntungkan BRI. BRI kan masih kurang di kota-kota, BRI sedang ekspansi ke kota menyasar masyarakat menengah atas. BRI bisa memanfaatkan Mutiara menjadi bank paling besar di Indonesia. Mengalahkan Bank Mandiri," tegasnya.

Di tempat sama, ekonom dan juga dosen FE Unika Atmajaya, A Prasetyantoko mendukung rencana penjualan Bank Mutiara ke BRI. Pasalnya, jika ini tidak dilakukan maka investor asing siap mencaplok Bank Mutiara dan menjadi jalan investor asing menguasai perbankan Indonesia.

"Profit sektor perbankan itu engga kira-kira. Investor asing ngiler. Meski dijual lebih mahal dari barangnya investor asing pasti mau. Ini bisa jadi akses investor asing masuk ke sektor perbankan indonesia. Masyarakat indonesia akses perbankan baru 25-30 persen. 70 persen masih belum dan ini peluang," tegasnya.

Investor asing juga memperhatikan laba perbankan Indonesia di mana mencapai Rp 5 triliun per kuartal. Kondisi ini tentu menjadi penarik minat inevstor untuk masuk ke sektor perbankan Indonesia.

"Apa kita harus membiarkan ini, saya bukannya anti asing. Kalau misal sekarang masuk BRI, dalam arsitektur perbankan kalau misalpun harga tidak sebesar asing bagian prudent dan solid itu lebih positif ke BRI. Penawar paling tinggi nanti kan di fit and proper tes OJK . Diskusi LPS dan OJK harus memilih penawaran tertinggi tapi sebaiknya lihat faktor lain," tutupnya.