5 Fakta mengejutkan buruknya pengelolaan batu bara Indonesia
Merdeka.com - Indonesia telah mengelola batu bara hampir 40 tahun. Namun, pemerintah dituding belum mengelola batu bara dengan baik. Bahkan, cenderung sembarangan.
Pemerintah hanya melihat sektor pertambangan batu bara sebagai penerimaan negara. Padahal, sesuai amanat UUD 1945 menyebutkan sumber daya alam diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat.
Cadangan batu bara Indonesia pun hanya sebanyak 0,5 persen dari cadangan batu bara dunia. Walaupun lebih tinggi dari cadangan migas, cadangan batu bara akan habis apabila pemerintah tidak mengelola sektor pertambangan dengan baik.
Pengelolaan batu bara pun tidak dipungkiri banyak tangan-tangan kotor yang mengerogoti sektor pertambangan. Tak ayal, mafia tambang pun berkeliaran dalam pengelolaan tambang di dalam negeri.
Lebih parah lagi, aksi mafia ini lebih mudah terlihat ketimbang mafia migas. Namun, pemerintah tidak mampu membasmi mafia tersebut. Pasalnya, mafia tambang tersebut menyebar hampir di seluruh lini pemerintah.
Berikut Merdeka.com merangkum sejumlah fakta buruknya pengelolaan batu bara di Indonesia.
40 Tahun tidak punya kebijakan mineral dan batu bara
Indonesia dinilai hingga saat ini belum memiliki kebijakan mineral dan batu bara terkait pengelolaan sumber daya mineral. Padahal, Indonesia sudah berkecimpung selama 40 tahun dalam bisnis mineral dan batu bara."Indonesia sudah 40 tahun, tapi tidak punya kebijakan mineral dan batu bara. Negara lain punya kebijakan itu," ujar Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Disan Budi Santoso.Menurut dia, pemerintah harus membuat kebijakan tersebut sebelum cadangan batu bara atau mineral Indonesia menipis. Selain itu, Perhapi pernah mencatat adanya upaya transfer pricing antara Indonesia dan India soal penjualan batu bara. Dengan adanya kebijakan tersebut, kata Disan, akan meminimalisir kerugian negara akibat penyelewengan dalam pengelolaan batu bara."Kebijakan harus segera dibuat, penyelewengan batubara ini harus disingkirkan," kata dia.
Kekayaan batu bara terbuang percuma
Pemerintah dinilai harus merubah paradigma dalam pengelolaan batu bara dalam negeri. Sektor batu bara dan mineral bukan hanya untuk penerimaan negara tetapi untuk sember energi masyarakat Indonesia.Anggota Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Disan Budi Santoso mengatakan saat ini pemerintah seharusnya jangan memikirkan penerimaan negara dari batu bara. Tetapi, kata dia, harus mengubah pola paradigma dengan menjadikan batu bara itu sebagai sumber energi untuk kesejahteraan rakyat."Harusnya, kita menempatkan batu bara itu komoditi yang vital. Ini memperlihatkan eksistensi kita jadi tidak hanya strategis tetapi harus vital," ujar dia.Pemerintah selalu melakukan ekspor sebesar 300 juta ton per tahun. Padahal, 1 ton batu bara itu setara dengan empat barel minyak. Dengan begitu, pemerintah selalu melakukan ekspor 1,2 juta barel per tahun. Bila dibandingkan dengan minyak, pemerintah malah mengimpor minyak setiap harinya.
Pemerintah terus terlena anggapan Indonesia kaya energi
Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Kardaya Warnika mengatakan pemerintah Indonesia sering mengaku kaya energi minyak, batu bara, dan gas. Padahal, dalam kenyataan Indonesia bisa dibilang miskin dalam sumber energi."Dari aspek energi, kita sering mengaku kaya energi, minyak kita ngakunya kaya, padahal cuma punya cadangan 0,2 persen dari cadangan dunia," ujar dia.Sementara untuk batu bara, Kardaya menyampaikan Indonesia hanya mempunyai cadangan batubata sebanyak 0,5 persen lebih tinggi dari cadangan minyak. Sedangkan, cadangan gas juga masih kalah dengan negara kecil seperti Belanda.Bahkan, pada tahun 2019, Indonesia diperkirakan mengalami krisis energi apabila pemerintah tidak memiliki terobosan baru dalam pengelolaan energi. Dia pun meminta pemerintah merubah pengelolaan energi dan tidak terpaku pada penerimaan negara saja."Jadi yang diperlukan manusianya segala macam bukan penerimaan negara. Dikit-dikit penerimaan negara padahal tidak selesaikan apa-apa," kata dia.
Praktik mafia tambang lebih parah dari mafia migas
Pengelolaan sumber daya mineral juga dinilai menjadi permainan oknum yang ingin mencari keuntungan semata. Pasalnya, sumber daya mineral seperti batu bara jadi lahan menggiurkan untuk para mafia tambang.Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Disan Budi Santoso mengakui banyaknya mafia dalam pengelolaan batubara dalam negeri. Pasalnya, banyak ditemukan pertambangan-pertambangan ilegal. Bahkan, banyak perusahaan tambang yang memiliki izin tetapi tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)."Kalau di tambang itu banyak pemainnya. Bisa aparat, bupati. Apalagi izin tambang banyak yang dialihkan ke daerah," ujar dia.Menurut dia, permainan mafia tambang atau batu bara sangat terlihat, tidak seperti jaringan mafia migas yang sulit diketahui. Pasalnya, sektor batu bara ini dikerjakan di dalam negeri."Mafia batu bara tidak perlu dicari sebenarnya kelihatan. Makanya, kami mengusulkan ada Direktorat Hilir Batubara. Itu bisa ngurusin distribusi batubara ke seluruh perusahaan tambang," kata dia.
44 persen perusahaan tambang tidak taat aturan
Pemerintah dinilai mengelola batu bara secara asal-asalan tanpa memikirkan kepentingan rakyat. Hal tersebut terbukti lantaran pemerintah mengedepankan penerimaan negara saja tanpa memikirkan pengelolaan yang tepat untuk sumber daya mineral.Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Henrik Siregar mengatakan pemerintah tidak melihat peningkatan rpoduktivitas rakyat dengan pengelolaan batubara. Pasalnya, batubara masih dijadikan komoditi ekspor untuk meningkatkan devisa negara."Kita masih menempatkan pada konteks bisnis. Itu paradigma yang harus dirubah. Harusnya energi itu jadi sumber produktivitas rakyat bukan bisnis. Ini kan dilihat berapa penerimaan negara dapat seperti royalti, pajak dan ekspor," ujar dia.Menurut dia, saat ini pengelolaan batu bara sangat buruk. Ironisnya, perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan atau IUP tidak menaati administratif dan ketentuan yang berlaku seperti tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)."Sebanyak 44 persen perusahaan yang memiliki izin itu tidak punya NPWP. Masalah administrasi saja tidak konsen. Itu karena kewenangan bupati yang diberikan untuk mengizinkan pengelolaan batubara daerah," kata dia.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kunjungi Fasilitas Pengolahan Sampah Jadi Bahan Bakar Pertama di Indonesia, Jokowi: Bisa Ganti Batu Bara 60 Ton per Hari
Selain pemanfaatan bahan bakar alternatif dari sampah perkotaan, SBI juga menerapkan ekonomi sirkular bagi masyarakat.
Baca SelengkapnyaIni Bukti Bumi Indonesia Berisi 'Harta Karun', Bukit Dikeruk Isinya Batubara Semua
Berikut bukti bahwa Nusantara berisikan 'harta karun' menakjubkan.
Baca SelengkapnyaSitus Batu Batikam, Lambangkan Pentingnya Perdamaian dalam Kehidupan Masyarakat Minangkabau
Lubang yang ada di Batu Batikam itu merupakan simbol dari perdamaian antar suku yang tengah berkuasa pada saat itu.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dikabarkan Ada Bongkahan Emas di Puncaknya, Ini 4 Fakta Menarik Gunung Talamau Pasaman Barat
Gunung Talamau menjadi salah gunung tertinggi di Sumatra Barat yang termasuk dalam kategori tipe gunung api tidak aktif.
Baca SelengkapnyaArkeolog Temukan Meterai Batu Berusia 2.800 Tahun, Ada Gambar Ular Berkepala Tujuh
Gambar di atas batu ini menggambarkan sengitnya pertempuran di masa lalu.
Baca SelengkapnyaKebiasaan yang Sebabkan Batu Ginjal, Salah Satunya karena Kurang Minum
Batu ginjal adalah kondisi di mana terdapat endapan mineral atau garam yang menyerupai batu di dalam ginjal atau saluran kemih.
Baca SelengkapnyaFakta-fakta Banjir di Bandung Pagi Ini, Sebabkan Kemacetan di Dayeuh Kolot hingga Baleendah
Banjir disebabkan hujan deras yang mengguyur Bandung pada Kamis (11/1) lalu.
Baca SelengkapnyaHanya Ada 7 di Pulau Jawa, Ini Fakta Kambing Unik Bertanduk 5 di Bogor
Kambing bertanduk lima ini hanya akan dilepas pemiliknya saat ada yang berani membayar Rp15 juta
Baca Selengkapnya3 Jurus Jitu Ganjar Turunkan Harga Bahan Pokok
Dia yakin strategi ini bisa mempermudah kedaulatan pangan di Indonesia.
Baca Selengkapnya