5 Alasan tolak aturan pelarangan penjualan miras di minimarket
Merdeka.com - Pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket meski hanya kadar alkohol 5 persen yang tertuang dalam Permendag nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 menuai banyak protes. Berbagai alasan dilontarkan untuk menolak aturan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan tersebut.
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel mengatakan, aturan ini sangat diperlukan karena selama ini ada pembiaran pelanggaran karena tidak maksimalnya pengawasan terhadap penjualan produk di minimarket.
"Kita pengawasan lemah, kami punya foto ada anak anak beli minuman alkohol. Karena lemah pengawasan kita larang saja," ucap Rachmat di Kementerian Perdagangan di Jakarta, Selasa (27/1).
Gobel menegaskan, semua minimarket di Indonesia, termasuk di Bali dan DKI Jakarta, dilarang menjual minuman beralkohol atau minuman keras (miras). Selama ini minuman alkohol hanya boleh dijual di restoran, itu pun harus diminum di tempat.
"Singapura saja negara sebesar itu tidak boleh lagi jual. Sekarang diizinkan restoran dan minum di tempat. Ini karena mengganggu masyarakat lingkungan. Banyak akibat terjadi. Kalau itu tidak boleh apalagi oplosan," kata Gobel.
Salah satu tokoh yang tidak setuju dengan aturan ini adalah Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama. Ahok sapaan akrabnya mengatakan pelarangan ini dapat menyebabkan masalah baru. Sebab akan ada mafia baru yang melakukan penyelundupan minuman beralkohol ke Jakarta.
"Kami mesti lihat sejarah juga kan. Itu kalau kami lihat datanya di Amerika dulu, ketika dilarang justru terjadi lah pasar gelap. Pasar gelap lebih konyol. Dan kita tidak bisa kontrol pabrik-pabrik (minuman alkohol)," kata Ahok beberapa waktu lalu.
Tidak hanya Ahok, banyak pihak yang menolak aturan ini dengan berbagai alasan. Merdeka.com mencoba merangkum alasan mereka untuk menolak aturan ini.
Alasan agama
Ketua Umum Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Asnawi Bahar mengaku tidak setuju dengan rencana pelarangan penjualan minuman alkohol atau minuman keras (miras) di minimarket.Menurut Asnawi, daerah pariwisata seperti Bali harusnya diperbolehkan saja. Pasalnya, umat Islam di Bali juga minoritas sehingga tidak dipermasalahkan.Perbedaan agama setiap daerah masih sangat menonjol, terutama di Bali. "Setiap daerah itu menonjol dan tidak semua beragama Islam, persoalan kita UU berlaku di seluruh Indonesia dan disamaratakan, padahal berbeda," katanya.
Minuman alkohol kepuasan batin
Ketua Umum Asita, Asnawi Bahar mengatakan minuman alkohol atau minuman keras (miras) sudah menjadi 'kebutuhan wajib' para turis. "Karena datangnya wisatawan itu kan mencari sesuatu kepuasan batinnya termasuk alkohol jadi tidak harus diatur," ujarnya.Menurut dia, jika pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menerapkan kebijakan tersebut sebaiknya per daerah. Pasalnya, setiap daerah tujuan turis memiliki karakter berbeda-beda, seperti soal agama."Itu akan berkurang menjadi unsur pariwisata, pelarangan harus diatur dengan pas, mengatur bukan memberi izin, maka mengatur di mana menjual di mana jual, siapa membeli," jelas dia.
Pembeli minuman alkohol mayoritas warga asing
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melihat aturan ini kurang tepat. Mereka berdalih, kebanyakan yang membeli minuman beralkohol adalah warga negara asing yang berdomisili di Indonesia."Itu (miras) kan orang asing yang biasa beli dan minum itu. Mereka itu kan bukan buat untuk mabuk tetapi untuk lifestyle atau gaya hidup. Karena di luar biasanya cuacanya dingin. Itu memang harus kenyamanan dia," ujar Ketua Aprindo Handaka Santosa.Bahklan, pelarangan tersebut dinilai akan merusak tata niaga perdagangan minuman keras itu. "Kita melihat aturan ini harus dikaji ulang," kata Wakil Sekretaris Jenderal Aprindo Satria Hamid Ahmadi.
Picu penurunan turis ke Indonesia
Pemerintahan Jokowi - JK menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 20 juta orang hingga 2019 mendatang. Berbagai cara dilakukan pemerintah, mulai menambah anggaran promosi pariwisata hingga pembenahan tempat wisata sendiri.Ketua Umum Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Asnawi Bahar khawatir target ini tidak akan tercapai. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan menerapkan pelarangan penjualan minum beralkohol 5 persen ke minimarket dan toko pengecer.Menurut Asnawi, dalam industri pariwisata yang menjadi penting adalah dua komponen yakni spending money dan long off stay. Minuman alkohol sudah menjadi 'kebutuhan pokok' para turis."Setiap tahunnya spending money kita ada 1.150, bagaimana mau meningkatkan target pariwisata yang dicanangkan Jokowi 20 juta sampai 2019 mendatang," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com, Jakarta, Minggu (1/2).
Aturan dikembalikan pada daerah
Ketua Aprindo Handaka Santosa menuturkan, yang membeli dan mengonsumsi minuman beralkohol kebanyakan orang asing.Jumlah orang asing yang berdomisili di masing-masing daerah berbeda. Karena itu dia melihat lebih baik pengaturan penjualan minuman beralkohol dikembalikan ke daerah masing-masing."Kalau ada itu (aturan pembatasan penjualan) seharusnya kembalikan ke daerah. Misalnya, di Bali kan orang asing sangat banyak, masa dia tidak boleh beli. Sementara di Aceh, boleh dilarang. Dan ini untuk kenyamanan untuk itu. Saya menyarankan aturan itu tetap daerah yang mengatur," ujar dia.
Baca juga:Larangan minimarket jual miras ancam target kunjungan turis ke RIMiras termasuk kepuasan batin, pemerintah tak harus atur penjualanAlasan agama, Asita tolak larangan jual miras di minimarketPengusaha minta larangan jual miras dibedakan antara Aceh dan BaliLarangan jual minuman alkohol di minimarket dinilai kurang tepat
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cak Imin Janjikan Usaha Ternak Telur Kembali Dikelola Rakyat
Problematika kian pelik dan hanya bisa diatasi dengan cara memberantas mafia penjual telur.
Baca SelengkapnyaMenteri AHY: Banyak Masalah di Indonesia Libatkan Mafia Tanah
Sehingga, hak tanah mereka tak dirampas mafia tanah.
Baca SelengkapnyaAset Senilai Rp4 Miliar Milik Pertamina di Tangerang Selatan Kini Tak Lagi Dikuasai Mafia Tanah
Aset milik Pertamina itu berhasil diselamatkan Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ahok Kembali ke Politik, Timnas AMIN: Kalau Mengikuti Perubahan Menguntungkan Buat 01
Ahok bakal fokus memenangkan Ganjar-Mahfud di Jakarta.
Baca SelengkapnyaSiap-Siap, Harga Minuman Manis Kemasan Bakal Naik Akibat Kebijakan Pemerintah Ini
Triyono khawatir kenaikan harga minuman manis dalam kemasan nantinya akan membebani daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaTernyata Segini Gaji Ahok Sebulan Jadi Komisaris Utama Pertamina, Nominalnya Tak Main-main
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bocorkan gajinya selama bekerja sebagai Komisaris Utama Pertamina. Berapa angkanya?
Baca SelengkapnyaKisah Jokowi dan Ahok yang Kini Pisah Jalan
Alasan Ahok mengundurkan diri dari jabatan Komisaris Utama PT Pertamina agar fokus kampanye mendukung Ganjar-Mahfud dalam Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaAksi Jokowi dan AHY Tangkap Ikan Bersama saat Resmikan Bendungan Lolak
Pembangunan Bendungan Lolak memakan anggaran mencapai Rp 2,02 triliun.
Baca SelengkapnyaTerungkap, Mafia Bola Vigit Patok Harga Pengaturan Skor Liga 2 Rp100 Juta Per Pertandingan
Satgas Anti Mafia Bola Polri membeberkan alasan penahanan tersangka pengaturan skor Vigit Waluyo.
Baca Selengkapnya