Jokowi Kembali Naikkan BPJS Kesehatan, Ini Rincian Iuran yang Harus Dibayar Rakyat
Merdeka.com - Awal bulan Mei 2020, diketahui tarif iuran BPJS Kesehatan telah kembali normal setelah sebelumnya sempat mengalami kenaikan pada Januari 2020 lalu. Hal tersebut mengacu pada Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020 berlaku pada 1 Mei 2020.
Terbaru, Pemerintah kembali menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan yang harus dibayarkan. Berikut rinciannya.
Dibatalkan MA, Jokowi Kembali Terbitkan Perpres Kenaikan
Sebelumnya, Pemerintah telah melakukan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah MA mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, 2 Januari 2020 lalu.
©2020 Kris/Biro Pers Sekretariat Presiden
Namun, Presiden Joko Widodo kembali menerbitkan Perpres nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan tersebut, memutuskan adanya kenaikan iuran bagi kelas I dan II, sedangkan untuk kelas III akan naik pada 2021 mendatang.
Jumlah yang Harus Dibayarkan Masyarakat
Adapun jumlah yang harus dibayarkan sesuai dalam Pasal 34 di Perpres yang baru diterbitkan Presiden, iuran BPJS Kesehatan bagi kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan dan dibayar oleh peserta PBPU atau Pekerja Bukan Penerima Upah juga peserta BP.
©Liputan6.com/Angga Yuniar
Sedangkan bagi BPJS Kesehatan kelas II dikenakan tarif sebesar Rp100.000 per orang per bulan dan dibayar oleh peserta PBPU serta BP. Sementara untuk kelas III tahun ini akan dikenakan tarif Rp25.500 per orang per bulan dan akan naik pada 2021 menjadi Rp35.000. Ketentuan tersebut akan berlaku mulai tanggal 1 Juli 2020.
Alasan Pemerintah Kembali Naikkan Iuran BPJS
Kembali dinaikannya tarif iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah beralasan guna menjaga keberlanjutan operasional di tengah pandemi virus corona. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto.
©Liputan6.com/Angga Yuniar
"Sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan, dan tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan," jelas Airlangga dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Rabu (13/5) kemarin.
Alasan Kenaikan Versi BPJS Kesehatan
Langkah baru untuk menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjalankan putusan MA. Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan iuran akan tetap berjalan baik sebab kenaikan tarif merupakan upaya untuk menjaga pembiayaan JKN-KIS bisa berjalan dengan baik.
©Liputan6.com/Angga Yuniar
"Perpres yang baru ini juga telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR RI, khususnya dari para Anggota Komisi IX, untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/mandiri dan Bukan Pekerja kelas III," ujar Iqbal kepada merdeka.com, Jakarta, Rabu (13/5).
"(Pembayaran akan lancar di tengah pandemi Virus Corona?) Kita berpikir positif saja. Bahwa ini bagian dari solusi untuk mengatur supaya pembiayaan JKN-KIS bisa berjalan dengan lebih baik. Kepesertaan JKN kan tak cuma mandiri," paparnya.
Alasan Iuran BPJS Tak Perlu Naik
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, iuran BPJS Kesehatan seharusnya tidak perlu naik di masa pandemi Corona seperti saat ini. Pihaknya berkata, BPJS seharusnya bisa menutup beban tahun ini dengan iuran lama bahkan bisa memperoleh surplus.
©Liputan6.com/Angga Yuniar
"Saya kira masih banyak cara mengatasi defisit, bukan dengan menaikkan iuran apalagi di tengah resesi ekonomi saat ini. Presiden harus melakukan evaluasi kepada seluruh anak buahnya yang terkait JKN, terutama evaluasi kinerja Direksi BPJS Kesehatan," ujarnya kepada Merdeka.com, Jakarta, Rabu (13/5).
Jokowi Diminta Patuhi Putusan MA
Dede Yusuf Politisi Demokrat mengaku bahwa Presiden tak menuruti keputusan yang sudah dibuat oleh MA. Ia mengatakan harusnya Jokowi mengikuti putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam Perpres 75/2019.
Adanya perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah dinilai tidak sensitif dengan penderitaan masyarakat terdampak virus corona.
"Ketika MA sudah membatalkan, maka semestinya pemerintah mengikuti, apa yang sudah diputuskan itu. Dan ketika kemudian presiden membuat Perpres artinya presiden tahu ini sengaja dinaikkan," ujar dia kepada wartawan, Rabu (13/5).
"Ini kan naik turun. Pemerintah juga kemarin lama tuh menyikapi putusan MA terus sekarang tiba-tiba (iuran BPJS Kesehatan) naik. Ini emang pemerintah tidak mau nurutin putusan MA itu kali ya," lanjut dia.
Kado Pahit dari Pemerintah
Anggota Komisi IX asal fraksi PKS Netty Prasetyani mengkritik tegas terbitnya Perpres 64/2020. Ia mengatakan pemerintah harusnya melaksanakan putusan MA karena putusan tersebut bersifat mengikat. Bahkan ia juga beranggapan pemerintah tengah memberikan kado pahit kepada masyarakat menjelang idul fitri.
©Liputan6.com/Angga Yuniar
"Jangan malah bermain-main dan mengakali atau mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh institusi yang baik dan taat hukum. Jangan malah sebaliknya," kata dia, kepada wartawan, Rabu (13/5).
"Pemerintah memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen lebaran ini. Rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat, sebut saja kebaikan TDL, harga BBM yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun," imbuhnya.
Besaran Denda Keterlambatan Pembayaran juga Naik
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, pemerintah juga menaikkan denda yang dikenakan apabila penerima manfaat terlambat melakukan pembayaran. Hal ini dinilai akan memberatkan peserta yang juga mempengaruhi kepatuhan masyarakat saat membayar.
"Ada hal lain yang memberatkan peserta, salah satunya adalah denda naik menjadi 5 persen di 2021, yang awalnya 2,5 persen," ujar Timboel saat berbincang dengan merdeka.com, Jakarta, Rabu (13/5).
"Rakyat sudah susah malah disusahin lagi. Rakyat yang tidak mampu bayar Rp150.000 dan Rp100.000 di Juli 2020 nanti akan jadi non aktif. Tunggakan iuran akan meningkat lagi. Kalau non aktif tidak bisa dijamin. Terus hak konstitusional rakyat mendapatkan jaminan kesehatannya dimana?" paparnya.
Masyarakat Sulit karena Corona
Dosen Perbanas sekaligus pengamat ekonomi, Piter Abdullah menilai kebijakan kenaikan iuran pemerintah di tengah pandemi virus corona sangat tidak tepat, karena masyarakat dihadapkan berbagai masalah saat ini.
"Memang disayangkan kebijakan ini diambil pemerintah di tengah kegalauan masyarakat akibat wabah covid-19. Tidak tepat waktunya," tegas dia kepada Merdeka.com, Rabu (13/5).
Bakal Kembali Digugat
Komunitas Pasien CUci Darah Indonesia (KPCDI) ungkap akan kembali menggugat Perpres baru yang diterbitkan oleh Presiden tentang kenaikan iuran pajak BPJS. Kuasa Hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa akan kembali mengajukan uji materi karena negara dianggap lalai terhadap tanggung jawab kepada rakyat.
"Kami sedang (persiapkan) mengajukan untuk menguji materi jilid 2, terpaksa. Kami enggak punya pilihan. Ini harus disadari pemenuhan kesehatan terhadap warga ini kan tanggung jawab negara," kata Rusdianto kepada merdeka.com, Rabu (13/5).
Pimpinan Komisi IX DPR Minta Perpres Dicabut
Wakil Ketua Komisi IX DPR Ansory Siregar agar Perpres baru yang diterbitkan presiden segera dicabut. Pihaknya mengaku salah satu alasannya ekonomi akan anjlok ketika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan, dan membuat masyarakat semakin kesulitan.
"Pemerintah tidak peka dan terbukti tuna empati dengan situasi masyarakat yang sedang dilanda pandemi wabah Covid 19, di mana masyarakat sedang susah dan menderita namun justru menaikkan iuran BPJS Kesehatan" ujar dia kepada wartawan, Rabu (13/5).
"Untuk itu saya Ansory Siregar Wakil ketua komisi IX DPR dari Fraksi PKS mengusulkan untuk mencabut perpres nomor 64 tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan" tegasnya.
(mdk/bil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi Minta Menkes Lakukan Transformasi Kesehatan Besar-besaran
Budi menjelaskan, puncak dari transformasi tersebut adalah seluruh masyarakat Indonesia memiliki akses kesehatan yang berkualitas dan murah.
Baca SelengkapnyaBPS Ungkap Penyebab Mahalnya Harga Beras, Meski Jokowi Rajin Bagikan Bansos
Padahal Pemerintah gencar membagikan bantuan sosial (bansos) pangan berupa beras.
Baca SelengkapnyaOrang Berobat Tidak Dipungut Biaya, Jokowi: Kita Bersyukur Ada KIS
Jokowi memastikan JKN-KIS dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk semua jenis penyakit
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Giliran Beras Naik Teriak-teriak, Petani 'Gaji PNS Naik, UMR Naik Kami Diam'
Belakangan ini harga beras melambung tinggi, masyarakat semakin tercekik usai kenaikan yang signifikan.
Baca SelengkapnyaJokowi: Harga Beras Turun Saya Dimarahi Petani, Kalau Naik Dimarahi Ibu-ibu
Jokowi mengaku tak mudah bagi pemerintah mengelola pangan untuk masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya mebcapai 270 juta orang.
Baca SelengkapnyaJokowi Cerita Masa Kelam BPJS: Antrenya Lama, Banyak Komplain
Jokowi mengapresiasi kini sudah ada 95,7 persen warga Indonesia yang terdaftar di BPJS Kesehatan
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi Terbitkan Perpres Kenaikan Tunjangan Petugas Bawaslu: Dari Rp24.930.000 jadi Rp29.085.000
Besaran nominal tunjangan kinerja yang dibayar per bulan itu dibagi atas 17 tingkatan kelas jabatan.
Baca SelengkapnyaAturan Kenaikan Gaji PNS 8 Persen Diteken Jokowi, Besarannya Jadi Segini
Presiden Jokowi teken aturan kenaikan gaji PNS naik 8 persen per Januari 2024.
Baca SelengkapnyaJokowi Serahkan Bantuan Pangan di Maros
Bantuan tersebut sebagai upaya menghadapi kenaikan harga beras.
Baca Selengkapnya