Pemain OTT Perlu Diikat Aturan
Merdeka.com - Kehadiran regulasi yang mengatur pemain Over The Top (OTT) akan menegakkan kedaulatan negeri ini di ranah digital. OTT adalah pemain yang identik sebagai pengisi pipa data milik operator.
Seiring perkembangan, OTT digolongkan berbasis kepada aplikasi, konten, atau jasa. Saat ini OTT menjadi elemen penting dari supply chain broadband, tapi nyaris tak ada regulasi yang mengatur untuk menjaga kompetisi yang sehat dengan ekosistem lainnya, seperti operator telekomunikasi.
Menurut Direktur Wholesale & International Service Telkom Dian Rachmawan, di beberapa negara setiap upaya untuk memberlakukan peraturan tambahan pada OTT selalu mendapatkan tentangan yang lumayan berat, terutama dengan jargon-jargon sebuah regulasi dapat menghambat inovasi.
"Tetapi, jika OTT dibiarkan berjalan tanpa regulasi, maka sustainibilitas dari ekosistem digital itu bisa tak berlanjut, terutama para operator telekomunikasi yang menjadi bagian dari supply chain broadband," kata Dian.
Dijelaskannya, kehadiran regulasi yang mengatur bisnis OTT sudah mendesak bagi negeri ini mengingat para pemain ini sama sekali tidak pernah membayar ongkos infrastruktur dan bahkan pada saat yang sama menghilangkan pendapatan utama operator yaitu voice dan messaging.
Sementara pertumbuhan pendapatan dari kenaikan berlangganan data payload selular dan apalagi jaringan tetap yang tidak mengenal terminologi payload, secara offset tidak mampu mencukupi penurunan pendapatan utama voice dan messaging.
"Bagaimana operator jaringan dituntut terus melakukan investasi jaringan untuk membuka akses wilayah yang begitu luas dengan ketidakmerataan infrastruktur seperti wilayah NKRI, sementara OTT, terutama asing, tidak ada memiliki kewajiban regulasi apapun," jelasnya.
Tak Punya Kontribusi Konkret
Dikarenakan sifatnya yang sangat cair dan global maka OTT menikmati keuntungan yang luar biasa dalam hal bebas pajak di hampir semua negara sementara operator tradisional harus membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP), Pajak, dan sumbangan Universal Service Obligation (USO).
Diungkapkannya, saat ini ketimpangan posisi tawar operator jaringan Indonesia dengan OTT, dimana seluruhnya adalah pemain global, sangatlah kontras.
Sebagai contoh, kata Dian, Telkom, Telkomsel dan operator lainnya dalam memberikan kepastian layanan akses yang cepat dengan latensi rendah kepada para pengguna internet terpaksa memberikan fasilitas penempatan server atau kolokasi gratis sampai ke ujung (edge) kepada Facebook dan Google. Sementara operator jaringan yang harus berhadapan langsung dengan komplain pelanggannya manakala akses internet mengalami hambatan bukan OTT.
"Indonesia memang tidak mungkin memilih cara dengan memblokir beberapa layanan OTT, karena praktik ini dapat merusak tujuan regulasi utama seperti pilihan konsumen dan inovasi. Namun pada saat yang sama, adalah sah bagi Pemerintah untuk melakukan intervensi baik secara langsung atau melalui regulator ketika dianggap kedaulatan nasional terdampak. Kehadiran regulasi bagi OTT harus serius dipikirkan karena mereka (OTT) sudah menjadi ancaman serius bagi kedaulatan nasional,” ungkapnya.
Dikatakannya, di beberapa negara lain sedang mempertimbangkan atau memberlakukan pajak atas pendapatan yang diperoleh dan dieksploitasi oleh OTT. Tak hanya itu, ada juga regulasi yang memaksa OTT bekerjasama dengan operator jaringan untuk manfaat ekonomi negara yang lebih luas.
"Kami mengusulkan regulasi bagi OTT ini bukan hanya semata mata untuk kepentingan Telkom sendiri, tetapi untuk NKRI. Jika negara hadir dalam ekosistem digital ini, maka persaingan sehat akan muncul, masyarakat diuntungkan, serta pelaku usaha terjamin kelangsungan usahanya. Ujungnya, ekonomi digital menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi di masa depan," terang dia.
(mdk/faz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Vidio Merebut Kembali Posisi Sebagai OTT dengan Jumlah Subscriber Terbanyak di Indonesia
Vidio berhasil mengalahkan platform OTT global dan regional
Baca SelengkapnyaAnies Desak Pemerintah Buat Standar 'Safety' Ojek Online, Ini Alasannya
Negara seharusnya tidak absen dalam pembuatan regulasi untuk menyejahterakan ojek online.
Baca SelengkapnyaPeringati 1 Tahun Terbentuknya AVISI: Bersama Temukan Solusi untuk Melawan Pembajakan Konten Ilegal
AVISI menyelenggarakan kegiatan yang berjudul 'AVISI 2024 Indonesia Video Streaming Conference' dengan tema 'Anticipating Indonesia's Video Streaming Piracy Evo
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Enam Aplikasi Travel Agent Terancam Diblokir, Begini Respons Menparekraf
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melayangkan surat peringatan kepada 6 Online Travel Agent
Baca SelengkapnyaOTT Labuhanbatu, KPK Tangkap Bupati, Kepala Dinas hingga Anggota DPRD
KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum mereka yang diamankan.
Baca Selengkapnya72 Persen Penggunaan Pinjaman Online Dimanfaatkan untuk Peningkatan Kualitas Hidup
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan mencapai angka peningkatan indeks literasi keuangan yaitu 65 persen dan inklusi keuangan 93 persen pada 2027.
Baca SelengkapnyaAVISI: Perlu Bersama-sama Temukan Solusi Melawan Pembajakan Konten Ilegal
AVISI: Perlu Bersama-sama Temukan Solusi Melawan Pembajakan Konten Ilegal
Baca SelengkapnyaTerungkap, Pengguna Internet Indonesia Ternyata Dikuasai Orang-orang Ini
Siapa mereka? Berikut orang-orang yang menguasai internet Indonesia.
Baca SelengkapnyaPengemudi Ojol Tak Yakin Bakal Dapat THR, Ini Alasannya
Penyedia aplikasi Ojol biasanya memberikan skema tertentu yang dianggap sebagai pengganti THR.
Baca Selengkapnya