3 Kesulitan Xiaomi untuk meluncur secara global
Merdeka.com - Produsen Handphone Xiaomi sudah menarik sangat banyak perhatian media teknologi internasional karena bisnis modelnya yang inovatif, dan perekrutan Hugo Barra yang dulunya bekerja di Google semakin menarik perhatian pengamat industri teknologi. Dengan adanya Barra, Xiaomi secara tidak langsung mengumumkan kepada dunia bahwa perusahaan baru dari China ini sedang bersiap untuk masuk ke pasar internasional.
Lantas apa artinya jika mereka merambah pasar international? Kata itu sendiri terdengar ambigu bahkan hampir tak bermakna. Apakah Xiaomi akan melakukan penjualan cepat dan massal untuk perangkat terbarunya Yandex, serta berharap bisa menguasai pasar Rusia? Apakah mereka akan menjual set sticker di WeChat (Xiaomi baru saja bekerja sama dengan Tencent awal tahun ini demi peluncuran smartphone murah mereka) dan perlahan masuk ke India, di mana WeChat bersaing dengan aplikasi chatting lainnya?
Hanya sedikit yang bisa diketahui mengenai rencana ekspansi Xiaomi, dan kami mungkin saja tidak akan mendengar kabar yang jelas selama beberapa lama. Tapi yang pasti, ekspansi internasional Xiaomi tidak akan semudah upaya domestik mereka.
Kami menguraikan beberapa kesulitan mendasar yang akan dihadapi Xiaomi yang perlahan mengembangkan strategi internasionalnya.
1. Negara berkembang adalah tantangan sulit bagi Xiaomi
Pengamat teknologi di Amerika dan Eropa yang ingin mencoba handphone Xiaomi hampir dipastikan harus menunggu – dan memang, Lei Jun sendiri juga berkata demikian awal minggu ini.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan ini terjadi, dan beberapa di antaranya mungkin tidak asing. Di pasar seperti Amerika, kebanyakan handphone dibeli di gerai retail melalui carrier, yang mendapatkan produk dari produsen handphone dengan harga yang disubsidi, sehingga handphone berkualitas jadi lebih terjangkau. Hal ini membuat persaingan harga menjadi sulit. Sementara itu Xiaomi selama ini selalu berada di pasar China dan mengandalkan penjualan secara online.
Terlebih lagi, ada beberapa kendala dalam meyakinkan carrier agar mau menjual handphone tersebut. OEM ZTE yang juga dari China saja baru berhasil melakukannya di pasar Amerika setelah satu tahun berada di pasar tersebut. Tidak seperti Huawei dan ZTE, Xiaomi mengutamakan branding pada strategi pemasarannya.
Ketika kesulitan tersebut ditambah dengan kondisi pasar yang sudah hampir jenuh dengan perangkat mobile, sudah jelas bahwa Xiaomi akan menghadapi tantangan berat di Amerika, Inggris, dan sebagian wilayah Eropa dan Asia – jika memang mereka akan masuk ke pasar tersebut.
2. Model bisnis Xiaomi terpusat di pasar kelas menengah ke bawah yang berjumlah besar
Seperti yang sudah diketahui, Xiaomi memandang dirinya sendiri sebagai perusahaan layanan web ketimbang perusahaan smartphone. Perusahaan ini menjual perangkat mobile dengan harga yang hampir sama dengan biaya produksi dan kemudian menarik biaya untuk berbagai layanan dan aplikasi yang bisa dimodifikasi yang bekerja di OS MIUI berbasis Android. Lei Jun membandingkan model bisnis perusahaannya dengan Amazon, yang menjual hardware seperti Kindle Fire dan berharap Anda akan membeli e-books dari sana.
Aplikasi, customizations, dan game bukanlah e-book. Tapi mereka cenderung tidak begitu laku – jika memang ada harganya. Ini artinya Xiaomi harus bergantung pada angka penjualan yang tinggi agar bisa mendapat penghasilan dalam jumlah yang baik.
Selain itu, tidak ada jaminan bahwa jumlah penjualan ini akan tinggi. Kita semua tahu bahwa pengguna Android, terutama pengguna yang membeli handphone dengan harga menengah ke bawah – yang merupakan target pasar Xiaomi, jarang membeli aplikasi.
Tentu saja, berkat MIUI – dengan basis Androidnya – Xiaomi tidak bisa dibandingkan dengan handphone murah lainnya, dan download berbayar bisa datang dari konsumen yang seperti berikut:
Penggemar dan developer Android, yang sudah sering membahas MIUI. Mereka akan mencoba bereksperimen, tapi mungkin tidak banyak yang akan melakukannya.
MiFans – blogger bernama Sameer Singh melakukan perhitungan analisis yang memperlihatkan bahwa pengguna Xiaomi dua kali lipat lebih aktif daripada pengguna iOS dan Android, seperti yang diklaim oleh perwakilan Xiaomi, Lin Bin. Jika ini memang benar, dan jika komunitas penggemar fanatik Xiaomi seperti di China bisa bermunculan di negara lain, maka ini bisa berujung pada peningkatan jumlah penjualan download berbayar.
3. Xiaomi adalah produk yang bergantung pada brand, dan harus menyesuaikan brand-nya di pasar yang baru
70 Persen dari penjualan Xiaomi dilakukan secara online, dan tampaknya Xiaomi akan terus melakukan strategi ini ketika melakukan ekspansi. Barra baru-baru ini menyatakan bahwa perusahaan ini belum memutuskan negara mana yang akan mereka masuki. Tapi mereka akan fokus pada wilayah yang memiliki infrastruktur e-commerce dan media sosial yang kuat.
Xiaomi bisa bergantung pada mitos mereka sendiri yang masih relevan di China. Tapi, di luar China, Xiaomi harus meniru bentuk antusiasme di wilayah yang punya sampai 10 pilihan merek smartphone yang semuanya punya iklan di jalur kereta bawah tanah, dan tidak ada nama dengan awalan huruf ‘X’ yang sulit disebut.
Membantu Xiaomi menumbuhkan profilnya di publik perlu kampanye media sosial yang sangat dilokalisasi dan khusus, dan terlebih lagi, kerja sama strategis dengan perusahaan yang punya pandangan yang sama. Ini mungkin akan menjadi tugas Barra, dan jika ia bisa mentransfer budaya dan pandangan Xiaomi ke negara lain, maka Xiaomi akan menjadi perusahaan China pertama yang terhitung berhasil melakukan itu. Meskipun produk China bisa ditemukan dan dibeli di mana saja, belum ada perusahaan China yang berhasil mencapai tingkat popularitas internasional yang sama dengan Samsung, Sony, atau bahkan HTC.
Tapi itulah alasan mengapa banyak orang yang menganggap Xiaomi sangat menarik, bahkan jika mereka tidak ingin mengakuinya – brand dan cerita dari perusahaan ini menarik pengamat teknologi dan pengamat China yang penasaran apakah perusahaan yang ‘benar-benar inovatif’ bisa keluar dari China dan menyebar secara global.
Dengan adanya tantangan ini dan beberapa tantangan lain di hadapan Xiaomi, ketika hype dan kesuksesannya menurun, masyarakat global akan memberikan ujian yang belum pernah dihadapi perusahaan besar ini.
Artikel ini muncul pertama kali di Tech in Asia Indonesia
(mdk/dzm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Habiskan USD1,4 Miliar, Mobil Listrik Xiaomi Siap Bersaing dengan Tesla
Xiaomi dikabarkan sudah mendaftar izin penjualan mobil listrik pertamanya yang diberi nama SU7.
Baca SelengkapnyaGara-Gara Mobil Listrik, Kekayaan Bos Xiaomi Naik Jadi Rp207,85 Triliun
Xiaomi akan meluncurkan mobil listrik SU7 di tahun depan.
Baca SelengkapnyaXiaomi Rilis Mobil Listrik, Ini Penampakan dan Harganya yang Disebut Mampu Bersaing dengan Tesla
Xiaomi SU7 adalah model yang sangat dinantikan dan memulai debutnya di Beijing hari ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Spesifikasi Canggih Mobil Listrik SU7 Xiaomi, Siap Mengaspal di Tahun Depan
Xiaomi siap bersaing dengan Tesla di pasar mobil listrik.
Baca SelengkapnyaApple Tawarkan Diskon Besar-besaran hingga Jutaan Rupiah, Termasuk iPhone 15 Pro Max
Ini lokasi Apple berikan diskon besar-besaran gadget besutannya.
Baca SelengkapnyaHidup Makin Terbuka dengan Galaxy, Yuk Bersiap Sambut Era Baru Mobile AI
Bisa dibilang tak ada perusahaan yang bisa memanfaatkan potensi AI seperti Galaxy.
Baca SelengkapnyaDaftar HP Paling Banyak Digunakan Manusia di Bumi, Tak Menyangka Merek ini Malah Juaranya
Berikut adalah merek-merek HP di dunia yang jadi jawara.
Baca SelengkapnyaKekayaan 5 Miliuner Dunia Naik Jadi Rp13.548 Triliun, Saat 5 Miliar Orang Tambah Miskin
Peningkatan kekayaan pertama dialami Elon Musk, yang menjalankan beberapa perusahaan, termasuk Tesla dan SpaceX.
Baca SelengkapnyaAmbisi Besar Samsung Kalahkan Apple di Fitur Kesehatan
Samsung ingin mengembangkan sensor kesehatan yang inovatif untuk perangkatnya agar bisa bersaing dengan Apple.
Baca Selengkapnya