Penderita Asma Diimbau Tidak Menggunakan Inhaler secara Berlebihan
Merdeka.com - Bagi penderita asma, inhaler kerap dianggap sebagai kunci dalam pengobatannya. Padahal, jenis obat ini sebenarnya hanya untuk meredakan kondisi secara sementara dan tidak untuk mengobati dengan tepat.
Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr. H. Mohamad Yanuar Fajar, Sp.P, FISR, FAPSR, MARS mengingatkan pasien asma tak boleh menggunakan obat golongan short-acting beta-agonists (SABA) secara berlebihan, karena dapat menimbulkan efek samping yang buruk.
"SABA itu punya kelemahan, ya. Pertama, dia kan paling sering menggunakan salbutamol. Salbutamol itu efek sampingnya berdebar-debar. Hampir semua pasien yang menggunakan SABA berlebih itu berdebar-debar dan tangannya gemetar," kata Yanuar beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Yanuar mengatakan, penggunaan SABA secara berlebihan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan asma, rawat inap karena asma, bahkan kematian.
SABA merupakan jenis obat yang mampu bekerja cepat dalam mengatasi serangan penyempitan saluran pernapasan. Contoh obat yang termasuk jenis SABA di antaranya salbutamol, fenoterol, procaterol, dan terbutaline.
SABA sering menjadi pilihan utama ketika seseorang terkena serangan asma karena sangat membantu meredakan serangan dengan cepat. Adapun contoh pengobatan SABA adalah inhaler dan nebulizer.
Yanuar menuturkan, sekitar 90 persen pasien asma merasa lebih baik setelah menggunakan SABA. Namun, setelah beberapa hari kemudian, asma akan kembali kambuh.
Bahkan menurut laporan strategi Global Initiative for Asthma (GINA) 2019-2022 menunjukkan bahwa penggunaan inhaler pelega SABA secara rutin, walaupun hanya dalam 1-2 minggu, justru kurang efektif dan menyebabkan lebih banyak peradangan pada saluran napas.
Menurut Yanuar, hal tersebut terjadi karena SABA hanya berperan sebagai pelega, bukan antiradang.
"SABA hanya sebagai pelega dan tidak mengatasi inflamasi atau peradangan yang mendasari asma," ujar Yanuar.
Untuk itu, pengobatan asma dengan hanya menggunakan inhaler pelega SABA tidak lagi direkomendasikan.
Menurutnya, pasien asma harus mendapatkan obat pengontrol yang dapat mengatasi inflamasi atau peradangan, serta mencegah kekambuhan serangan asma.
"Contohnya adalah kombinasi ICS-Formoterol untuk mengurangi risiko serangan asma," tutur Yanuar.
Selain itu, kombinasi ICS dan long-acting beta-agonist (LABA) juga dapat dilakukan. Lebih lanjut, Yanuar mengatakan agar pasien asma perlu melakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk mengontrol kondisinya dan mendapat penanganan yang tepat.
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Farid juga mengimbau masyarakat untuk melakukan olahraga, seperti latihan aerobik tiga hingga lima kali per minggu, dengan waktu 30-45 menit per sesi.
Baca SelengkapnyaAlergi obat merujuk pada reaksi alergi yang disebabkan oleh penggunaan obat tertentu, dan bisa memengaruhi sistem tubuh.
Baca SelengkapnyaPenyakit Jantung Bawaan ada yang sembuh dengan sendirinya, namun ada juga yang harus menjalani tindakan intervensi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bayang-bayang mabuk perjalanan selalu menghantui sebagian besar pemudik.
Baca SelengkapnyaSusah menaikkan berat badan adalah problem yang cukup serius bagi sebagian orang. Apa penyebabnya?
Baca SelengkapnyaPria pecinta ular kobra tersebut belum lama ini memeriksakan dirinya ke dokter. Usut punya usut, Panji mengidap penyakit diabetes.
Baca SelengkapnyaTak perlu gegabah dan tergesa-gesa menuju fasilitas kesehatan, beberapa minuman tertentu dapat dijadikan langkah awal dalam mengatasi naiknya asam lambung.
Baca SelengkapnyaJika memiliki riwayat penyakit, Habib Ja'far menyampaikan berobat ke dokter atau minum obat merupakan upaya agar sembuh dari penyakit tersebut.
Baca SelengkapnyaReaksi alergi bisa dipicu oleh berbagai hal, salah satu di antaranya adalah suhu dingin.
Baca Selengkapnya