Soal dinasti politik di pilkada, Mendagri tunggu putusan MK
Merdeka.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum mau berkomentar banyak perihal surat edaran KPU nomor 302/VI/KPU/2015 yang disebut-sebut jadikan celah bagi kepala daerah untuk mundur di tengah masa jabatan demi membangun dinasti politik.
Tjahjo lebih menunggu sikap dari Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengkaji surat edaran yang disebutkan oleh Ketua KPU bahwa kepala daerah yang mundur tidak dapat lagi disebut sebagai petahana.
Adapun, kata Tjahjo, sesuai undang-undang setiap warga negara berhak dipilih dan memilih saat Pilkada. Sehingga, belum tentu MK menilai surat edaran tersebut dijadikan celah membangun dinasti politik.
"Kepala daerah yang mampu mempersiapkan keluarganya harus menunggu keputusan MK. UU menyebut hal ini hak asasi," kata Tjahjo usai rapat di Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/6).
Namun, mantan Sekjen PDIP ini berharap, kepala daerah tak mundur dan tetap menghabiskan masa jabatannya di periode ia menjabat, apakah selama satu periode atau dua periode. Sebab, jika kepala daerah seperti ini baru dapat disebut sebagai petahana.
"Dinasti politik itu relatif. Tergantung dilihat dari sisi mana. Kalau memang maunya mundur ya tidak ada masalah, jangan menutup kesempatan orang lain. Hak asasi," tukasnya.
Sebelumnya, beberapa anggota Komisi II DPR mempertanyakan soal surat edaran tersebut dalam rapat kerja dengan KPU kemarin. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mempertanyakan asal muasal surat edaran ini.
"Coba tolong jelaskan bagaimana KPU bisa mengeluarkan surat edaran ini. Lalu jelaskan juga kepada kami soal defenisi petahana yang dimaksud di surat edaran. Jangan sampai merugikan para incumbent," ujar Arteria dalam rapat kerja dengan KPU, Rabu (24/6).
Senada dengan yang disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi NasDem, Luthfi A Mutty yang menyampaikan keheranannya dengan surat edaran tersebut. "Tolong dijelaskan apa maksud dari surat edaran itu," kata dia.
Dalam surat edaran tersebut, KPU menilai bahwa Kepala Daerah yang mundur dari jabatannya tidak dapat lagi disebut sebagai petahana.
Ketua KPU Husni Kamil Manik menyebut petahana adalah seseorang yang masih menjabat sebagai Kepala Daerah hingga waktu pendaftaran. Jika Kepala Daerah tersebut sudah mundur pada waktu pendaftaran KPU, maka seseorang tersebut tidak dapat disebut petahana.
"Pengertian petahana yang dirujuk adalah mereka yang sedang menjabat. Jadi kalau masa kepengurusannya jatuh satu hari sebelum pencalonan, bukan petahana lagi," kata dia.
Husni menjelaskan, surat edaran tersebut segaris dari Peraturan KPU (PKPU) dan Undang-undang nomor 8 tahun 2015 Pilkada yang dibahas bersama dengan pemerintah dan DPR. Sehingga, ia membantah pihaknya telah membuat definisi baru tentang petahana.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi Peringatkan KPU: Keteledoran Berbahaya, Berdampak Besar pada Politik!
Jokowi meminta KPU dan para penyelenggara Pemilu memastikan tata kelola pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan dengan baik.
Baca SelengkapnyaIni Sosok Politikus yang Digadang-Gadang Gerindra untuk Maju Pilgub DKI
Partai Gerindra tengah fokus mengawal perhitungan suara pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) 2024.
Baca SelengkapnyaPj Kepala Daerah Dicopot karena Tak Netral Jelang Pemilu, BKN Beri Penjelasan Begini
BKN terus mengimbau seluruh pegawai ASN untuk berhati-hati di tahun politik, karena banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai ASN terlibat politik praktis.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ditanya Maju Pilgub DKI 2024, Anies: Kita Lagi Fokus Tuntaskan Amanah Jutaan Orang
Aziz menyebut partainya terbuka untuk melakukan komunikasi dan penjajakan koalisi dengan partai politik (parpol) manapun.
Baca SelengkapnyaJK Kritik Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Ini Respons Istana
JK menyatakan bahwa semua pejabat sampai kepala pemerintah, presiden turut diambil sumpahnya agar berlaku adil bagi masyarakat.
Baca SelengkapnyaMahfud Sepakat MK Larang Jadwal Pilkada 2024 Diubah: Bagus, Hentikan Langkah Jokowi Kendalikan Pilkada
Jokowi mengajukan ke MK agar jadwal Pilkada 2024 dimajukan September dengan alasan agar pelaksanannya mudah
Baca SelengkapnyaSidang di MK, Sederet Tudingan Kubu Anies-Cak Imin kepada Jokowi di Pilpres untuk Langgengkan Kekuasaan
Selain itu, terjadi manipulasi pilihan pemilih yang bertujuan untuk mengarahkan untuk mengubah pilihan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi Diseret Dalam Sidang Sengketa Pilpres, Istana Minta Pembuktian Tuduhan di MK
Pihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.
Baca SelengkapnyaMenko PMK Jelaskan Maksud di Balik Kunjungan Kerja Jokowi Sekaligus Bagikan Bansos di Daerah
Muhadjir menjelaskan presiden juga mengundang masyarakat untuk bertemu dan berdialog.
Baca Selengkapnya