Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pansus Pelindo temukan banyak pelanggaran yang dilakukan RJ Lino

Pansus Pelindo temukan banyak pelanggaran yang dilakukan RJ Lino Antrean truk kontainer di JICT. ©2015 merdeka.com/imam buhori

Merdeka.com - Anggota Panitia Khusus Angket Pelindo II, Nizar Zahro mengatakan pansus menemukan banyak pelanggaran yang dilakukan manajemen PT Pelindo II, pasca-mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana pada Selasa (24/11) malam.

"Dari beberapa dialog yang dilakukan (Pansus dengan Tjipta Lesmana), banyak pelanggaran yang dilakukan Pelindo II, yang dilakukan secara personal atau pribadi ataupun yang dilakukan secara kelembagaan," kata Nizar dikutip dari Antara, Rabu (25/11).

Dia menjelaskan, hal itu terkait dugaan pelanggaran aturan perundang-undangan sehingga merugikan negara dalam perpanjangan kontrak pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT).

Nizar membagi pelanggaran itu dalam tiga poin, Pertama, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta Amandemennya, Pasal 33 Ayat 1 disebutkan 'Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara'.

Selain itu Pasal 33 Ayat 2, disebutkan bahwa 'Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat'.

"Kedua, diduga melanggar UU atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang," katanya.

Dia menjelaskan, dalam Pasal 34 Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan harus menggunakan konsesi. Menurut Nizar, dalam Pasal itu secara tegas disebutkan bahwa kegiatan usaha pelabuhan yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan BUMN wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU.

"Dalam waktu tiga tahun sejak diundangkan, tepatnya Mei 2011, PT Pelindo I hingga IV, harus menyesuaikan, termasuk diberikan konsesi oleh pemerintah, ada pemisahan antara Badan Usaha Pelabuhan dengan Otoritas Pelabuhan," ujarnya.

Dia menegaskan, regulatornya adalah Otoritas Pelabuhan dan itu di bawah Kementerian Perhubungan, dan Operatornya adalah Pelindo sebagai badan usaha pelabuhan. Dia menjelaskan poin ketiga, terkait Peraturan Pemerintah RI nomor 64 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.

"Pasal 74 (1) UU nomor 64 tahun 2015, konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian," katanya.

"Di urutan teratas, adalah UUD 1945 khususnya pasal 33 Ayat 1, yang menekankan 'cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara," ujarnya.

Poin ketiga, menurut dia, ada PP nomor 64 tahun 2015 tentang kepelabuhanan, di pasal 74, sebagai turunan kedua aturan sebelumnya, ditegaskan bahwa pemberian konsesi, 'dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau melalui penugasan/penunjukan'.

Dia menjelaskan, pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau melalui penugasan/penunjukan.

"Ini baru dilakukan oleh pihak Pelindo II penandatanganan sudah ditandatangani pukul 13.00 WIB siang, Rabu (11/11)," ujarnya.

Dia menjelaskan, setelah dari sisi aturan ketahuan bahwa Direksi Pelindo II yang dipimpin RJ Lino melanggar aturan, Pansus masuk ke analisa keuangan.

Menurut Nizar, ditemukan juga ada 'pemelintiran substansi komunikasi' oleh pihak Pelindo II terkait kontrak pengelolaan JICT dengan perusahaan Hutchinson Port Holding (HPH). "Oleh pihak Lino, disebut bila kontrak awal HPH habis pada 2019 dan lalu diperpanjang, Indonesia hanya mendapat 200-an juta dolar AS," katanya.

Dia menjelaskan, apabila tidak diperpanjang, dinilai Indonesia harus mengembalikan ke HPH sebesar USD 400-an juta. Menurut dia, asumsi itu muncul karena dihitung bahwa nilai aset JICT pada 2019 adalah USD 800 juta dan 51 persen saham JICT adalah milik HPH dan itu senilai USD 400 juta.

"Padahal sebenarnya, di kontrak yang diteken 1999, jelas tertulis, bahwa saat putus kontrak, maka Indonesia hanya wajib mengembalikan USD 50-60 juta, jadi bukan USD 400 juta," ujar Nizar.

Nizar mengatakan, meskipun logika awal diikuti, namun tetap saja Indonesia merugi dan praktiknya, Pelindo II hanya mendapat fee di muka USD 215 juta. Hal itu, menurut dia, diartikan bahwa aset total hanya dinilai USD 400 juta dan 49 persen saham Indonesia hanya dinilai USD 200 juta.

"Direksi Pelindo II bisa menghentikan kerugian negara itu jika mau berpegang pada kontrak yang diteken dengan HPH di 1999 sehingga Indonesia hanya membayar USD 50-60 juta," katanya.

Namun menurut dia, Pelindo II justru memperpanjang kontrak hingga 2038 dengan hanya memperoleh USD 215 juta. Sementara pihak asing mendapat hak pengelolaan yang lebih menguntungkan dan kalau seandainya kontrak tidak dilanjutkan, Indonesia hanya membayar USD 50-60 juta sesuai kontrak 1999, dan mendapat 100 persen kepemilikan pada 1999.

(mdk/ren)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Hari Pers Nasional, Ganjar: Ujian Jurnalis Tidak Ringan, Apalagi Memberitakan Isu Politik

Hari Pers Nasional, Ganjar: Ujian Jurnalis Tidak Ringan, Apalagi Memberitakan Isu Politik

Ganjar mengingatkan, kebebasan pers dijamin oleh negara

Baca Selengkapnya
Pemakaian Listrik Ilegal Rugikan Negara Rp4,9 Triliun, Modusnya Ada yang Mengakali Meteran

Pemakaian Listrik Ilegal Rugikan Negara Rp4,9 Triliun, Modusnya Ada yang Mengakali Meteran

Ainul mengatakan akibat pemakaian listrik ilegal, dalam kurun tiga tahun terakhir terjadi peningkatan kerugian negara.

Baca Selengkapnya
Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Rullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Berencana Setop Sementara Penyaluran Bansos

Pemerintah Berencana Setop Sementara Penyaluran Bansos

Pemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras saat hari tenang hingga pencoblosan pemilu yakni 11-14 Februari 2024.

Baca Selengkapnya
DPD Bentuk Pansus Pemilu Dinilai Langgar UU MD3

DPD Bentuk Pansus Pemilu Dinilai Langgar UU MD3

Seluruh pimpinan dan anggota DPD yang menyetujui pembentukan pansus itu kecurangan pemilu harus diproses Badan Kehormatan DPD RI.

Baca Selengkapnya
Ingat, PNS Tak Netral saat Pemilu 2024 Bisa Kena Sanksi Pidana

Ingat, PNS Tak Netral saat Pemilu 2024 Bisa Kena Sanksi Pidana

Ingat, PNS Tak Netral saat Pemilu 2024 Bisa Kena Sanksi Pidana

Baca Selengkapnya
Rano Karno Curhat Baliho Hilang, Ini Respons Ganjar

Rano Karno Curhat Baliho Hilang, Ini Respons Ganjar

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Prabowo menegaskan relawan dan pendukung pasangan calon Ganjar-Mahfud di Tangerang Raya tidak pernah gentar untuk berjuang.

Baca Selengkapnya
Pengusaha: Pilpres 2024 Satu Putaran Lebih Baik, Hemat Anggaran Pemerintah

Pengusaha: Pilpres 2024 Satu Putaran Lebih Baik, Hemat Anggaran Pemerintah

Shinta Kamdani menyebut para pengusaha tidak masalah dengan pemilu yang akan dilaksanakan satu putaran maupun dua putaran.

Baca Selengkapnya