Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mempermasalahkan UU Pemilu yang diketok tersangka korupsi

Mempermasalahkan UU Pemilu yang diketok tersangka korupsi Pimpinan DPR sikapi status tersangka Setnov. ©2017 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Pimpinan sidang paripurna Revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) Fadli Zon menyerahkan palu sidang ke Setya Novanto. Hal ini menyusul setelah Fraksi Partai Gerindra melakukan walkout dari sidang paripurna karena pembahasan RUU Pemilu tetap dilanjutkan untuk voting.

"Karena fraksi saya menolak voting, palu sidang saya serahkan ke Bapak Setya Novanto," kata Fadli Zon seraya menyerahkan palu sidang ke Setnov di ruang paripurna DPR.

Selain Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), PKS, Partai Demokrat melakukan aksi walk out dari sidang paripurna. Mereka ogah RUU Pemilu disahkan karena tetap melanjutkan pembahasan dengan sistem voting. Yang mana peta politik dalam RUU Pemilu ini, presidential threshold atau ambang batas pencalonan Presiden sebesar 20 persen.

Setnov pun melanjutkan sidang paripurna RUU Pemilu. "Izinkan saya melanjutkan paripurna ini, ini proses demokrasi yang harus dihormati. Sidang paripurna yang saya hormati, tanpa mengurangi rasa hormat mereka yang tidak setuju saya lanjutkan sidang paripurna," kata Setnov.

Rapat Paripurna DPR akhirnya mengesahkan RUU Pemilu menjadi Undang-undang sehingga ambang batas calon presiden 20 persen. "Tadi kita ketahui bersama dengan total 539 yang pro opsi A 322. Dan opsi B 217 karena mempunyai pemikiran berbeda maka kita putuskan bahwa opsi A secara aklamasi kita putuskan kita setuju. Apakah setuju?," tanya Novanto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

"Setuju," jawab seluruh anggota yang hadir.

Ternyata kepemimpinan Novanto dalam sidang dipermasalahkan. Alasannya karena Novanto menyandang status tersangka dugaan korupsi e-KTP di KPK.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyatakan, pengesahan UU oleh Novanto yang notabene adalah tersangka adalah hal yang memalukan. Menurutnya, ini menjadi sebuah sejarah yang memalukan bagi negeri ini.

"Ini bagian dari sejarah yang memalukan. Sejak republik ini merdeka, baru kali ini sebuah pengesahan undang-undang dipimpin oleh tersangka korupsi," katanya kepada merdeka.com.

Menurutnya, sikap diam anggota DPR yang tak menolak sidang paripurna pengesahan RUU Pemilu dipimpin oleh Setya Novanto dan tak mendorong adanya pergantian ketua DPR seolah memberi sinyal matinya akal sehat dari para wakil rakyat di Senayan.

"Bagi ICW, sikap mayoritas anggota DPR yang diam dan tidak mendorong pergantian ketua seolah sinyal matinya akal sehat. Pada sisi lain, hal ini seolah mengonfirmasi uang e-KTP mengalir banyak ke anggota Dewan. Sehingga mereka berada pada kondisi saling mengunci," katanya.

Sementara peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, secara formal yuridis memang tak menjadi soal Novanto memimpin sidang pengesahan RUU Pemilu menjadi UU tadi malam. Namun secara etis, legitimasi keputusan DPR, menurutnya, pantas dipertanyakan.

"Bagaimana mungkin negara sebesar ini, yang tengah berjuang melawan korupsi tetapi rela menyaksikan panggung Paripurna dipimpin oleh seorang tersangka. Walaupun status tersangka belum membuktikan kesalahan seseorang, tetapi juga tak menyatakan bahwa si tersangka benar kan? Jadi keraguan akan bersalah atau tidaknya tersangka itu membuat dia tak layak untuk dipercaya seluruhnya," katanya.

"Di situlah etika bekerja. Tersangka dan orang-orang yang ada di belakangnya harus sadar bahwa panggung Paripurna itu merupakan panggung rakyat. Rakyat menonton dan menunggu hasil Paripurna itu," lanjutnya.

Dia menyatakan, karena hal itu terkait kepentingan rakyat, DPR tak bisa begitu saja meremehkan rakyat dengan mempertontonkan hal yang menurut rakyat memalukan yakni rapat penting dan strategis dipimpin oleh tersangka korupsi.

Menurutnya, hal itu melawan kode etik yang dibuat oleh DPR sendiri dengan misi menjaga harkat dan martabat parlemen sebagai lembaga terhormat.

"Ketika Paripurna dipimpin tersangka maka sesungguhnya martabat parlemen sedang diinjak-injak dan rakyat pun disepelekan ketika mereka harus menyaksikan rapat penting Paripurna yang harus mereka tonton dipimpin oleh orang yang sedang disangka mega korupsi proyek e-KTP," katanya.

Namun Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dia mengklaim bahwa status Setnov sebagai tersangka belum inkracht.

"Ya kan belum inkracht. Enggak apa-apa. Siapa sih yang menyatakan dia bersalah," kata dia.

Dia juga mengingatkan soal kasus korupsi non-budgeter Bulog yang menimpa mantan Ketum Golkar Akbar Tandjung pada 2002. "Dulu pak Akbar Tanjung juga sampai selesai. Bahkan diujungnya bebas. Coba kalau diturunkan, tiba-tiba bebas dan akhirnya menang, jangan keliru sampai tahun 2014 kita menang," ungkap dia.

Dia juga mengatakan pihaknya akan tetap kooperatif dalam menghadapi masalah hukum yang berlaku. "Artinya tidak mengingkari dan tidak melanggar hukum. Kerja-kerja partai kemarin mempunyai peralatan pemilu. Berarti kerja-kerja partai. Kerja legislatif," tutur dia.

(mdk/eko)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sekjen PDIP Sindir Kapolri: Suara-Suara Rakyat Harapkan Polri Netral Tak Dukung Paslon Tertentu

Sekjen PDIP Sindir Kapolri: Suara-Suara Rakyat Harapkan Polri Netral Tak Dukung Paslon Tertentu

Sekjen PDIP mengingatkan Kapolri banyak suara dari rakyat yang juga berharap agar Polri tetap netral di Pemilu 2024 ini.

Baca Selengkapnya
Sinyal Pertemuan Prabowo - Megawati Semakin Kuat, Waketum Gerindra Ungkap Pesan Ini

Sinyal Pertemuan Prabowo - Megawati Semakin Kuat, Waketum Gerindra Ungkap Pesan Ini

Sinyal pertemuan itu juga semakin diperkuat, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman yang menyebut pertemuan itu akan terjadi tidak lama lagi.

Baca Selengkapnya
Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Rullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu

Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu

446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.

Baca Selengkapnya
Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.

Baca Selengkapnya
Bawaslu Pastikan Jerat Pidana Paslon Ucapkan Hinaan, TKN: Sama Sekali Tak Singgung Pak Prabowo

Bawaslu Pastikan Jerat Pidana Paslon Ucapkan Hinaan, TKN: Sama Sekali Tak Singgung Pak Prabowo

Ancaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)

Baca Selengkapnya
Partai NasDem Tetap Ajukan Gugatan Sengketa Pilpres Meski Surya Paloh Sudah Terima Hasilnya

Partai NasDem Tetap Ajukan Gugatan Sengketa Pilpres Meski Surya Paloh Sudah Terima Hasilnya

Surya Paloh menyatakan, partainya mendukung segala upaya mencari keadilan

Baca Selengkapnya
Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional

Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional

Dengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.

Baca Selengkapnya
Yusril Nilai KPU Tak Lakukan Pelanggaran Etik Dalam Proses Pencalonan Gibran, Ini Dalilnya

Yusril Nilai KPU Tak Lakukan Pelanggaran Etik Dalam Proses Pencalonan Gibran, Ini Dalilnya

Menurut Yusril, tafsir atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dapat dibatasi hanya pada PKPU saja.

Baca Selengkapnya