Komisi III tolak pasal penghinaan terhadap presiden diajukan lagi
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi telah menolak salah satu pasal dalam draf KUHP yang berisi tentang penghinaan terhadap Presiden pada tahun 2006. Namun, di era Presiden Joko Widodo pasal tersebut kembali dihidupkan dan telah disodorkan ke DPR agar disahkan menjadi undang-undang.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin menyatakan pasal yang telah dibatalkan oleh MK tak bisa diajukan atau dihidupkan kembali.
"Secara azas hukum yang berlaku segala Undang-Undang atau pasal yang telah dibatalkan oleh MK itu sudah tak bisa dibahas atau dihidupkan kembali dalam UU. Tapi itu biarlah nanti dibahas oleh raker dalam inventarisir masalah," kata Aziz di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/8).
Menurut Aziz, Menkum HAM Yasonna Laoly telah menyodorkan draf RUU KUHP pada rapat kerja dengan Komisi III. Dalam RUU KUHP memang benar ada permintaan untuk menghidupkan kembali pasal tersebut. Namun, dalam rapat tersebut, kata dia, Komisi III DPR hanya bersifat mendengarkan dan tidak membahas secara substansif dalam rapat tersebut.
"Pada saat raker dengan Menkum HAM, memang ada pasal itu (penghinaan kepada presiden). Teman-teman sekarang sedang dalam persiapan yang namanya inventarisir masalah. Ada beberapa pasal yang dimunculkan kembali sejak adanya putusan oleh MK, salah satunya pasal subtansi tentang penghinaan kepada presiden dalam RUU itu tapi kami belum membahas secara subtansi, hanya mendengar," jelasnya.
Politikus Golkar ini menolak secara tegas jika pemerintah ngotot ingin menghidupkan kembali pasal tersebut, karena putusan MK, kata dia bersifat final dan mengikat.
"Tidak bisa kerena negara ini kan negara hukum, putusan MK itu final dan mengikat. Jadi tak bisa dihidupkan kembali, kalaupun dihidupkan kembali akan langsung dibatalkan oleh MK," tegasnya.
Seperti diketahui, MK telah mencabut Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP tentang Penghinaan Presiden' pada tahun 2006. Ketiga pasal itu dinilai MK menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan, pendapat, atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan kepada presiden dan/atau wakil Presiden.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi Tunjuk 3 Menteri Hadapi Gugatan Pengusaha Soal Kenaikan Pajak 75 Persen di MK
Presiden Jokowi menunjuk 3 menteri hadapi gugatan para pengusaha hiburan terkait kenaikan pajak hiburan di MK.
Baca SelengkapnyaTernyata Ini Alasan Jokowi Bagi-Bagi Bansos Beras Jelang Pilpres 2024
Presiden akhirnya buka suara terkait polemik pemberian bansos beras kemasan 10 kg di tahun politik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Gerakan Petisi 100 Pemakzulan Presiden Jokowi Inkonstitusional, Ini Alasannya
Tidak cukup waktu untuk melakukan pemakzulan Jokowi sebelum Pilpres 2024 diselenggarakan.
Baca SelengkapnyaPuan soal Ramai Petisi Akademisi Kritik Jokowi: Biarlah Rakyat yang Menilai
Ramai akademisi mengeluarkan petisi untuk Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaKritik Jokowi, Ketua BEM KM UGM Pastikan Tidak Ada Muatan Politik Praktis
BEM KM UGM telah membuat kajian setebal 300 halaman yang berisikan isu-isu komprehensif.
Baca SelengkapnyaMuncul Desakan Pemakzulan Jokowi, Istana Klaim Kepuasan ke Presiden Masih Tinggi di Atas 75 Persen
Istana menegaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak terganggu dengan munculnya wacana pemakzulan Jokowi.
Baca SelengkapnyaJokowi: Jangan Teriak-Teriak Curang, Kalau Ada Bukti Langsung Bawa ke Bawaslu dan MK
Jokowi berujar, jika betul ada kecurangan maka bisa melaporkan ke Bawaslu atau nantinya bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaSoal Permintaan Pemakzulan Jokowi, Puan Maharani: Kita Jalankan Konstitusi Sesuai Aturan
"Kita jalankan konstitusi itu dengan aturan yang ada. Silahkan saja aspirasi disampaikan," kata Puan
Baca Selengkapnya