Ketua Panja: Materi RUU TPKS Berisi Jalan Tengah dari Pro Kontra RUU PKS
Merdeka.com - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya mengupayakan lobi-lobi dengan fraksi yang masih kontra terhadap pengesahan aturan terkait kekerasan seksual ini. Sebagai pengusul, NasDem, PDIP dan PKB akan membuka dialog agar draf RUU TPKS disahkan menjadi inisiatif DPR RI.
"Kita berikhtiar lah. Saya terus berkomunikasi intensif khususnya teman-teman pengusul ya NasDem, PDIP, PKB ini mencoba membangun dialog dengan teman-teman lain. Ya semoga ada titik terang," ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/11).
Willy mengatakan, isi draf RUU TPKS sudah sangat kompromistis dan menjadi jalan tengah dari pro kontra saat RUU ini bernama penghapusan kekerasan seksual.
"Materi muatannya sudah sangat kompromistis kok, sudah sangat jalan tengah dari apa yang menjadi kekisruhan sebelumnya," kata politikus NasDem ini.
Beberapa hal yang sudah diubah adalah jenis kekerasan seksual dikurangi, seksual consent dihapus dalam rancangan terbaru. Faktor keluarga dalam pencegahan menjadi dominan, serta partisipasi publik menjadi ruang tersendiri.
"Bayangkan, jenis kekerasan seksual-nya seperti apa, seksual consent dihapus, aspirasi bagaimana keluarga menjadi domain dari proses pencegahan tu menjadi faktor yang dominan, partisipasi publik itu menjadi ruang tersendiri. Jadi sudah sangat komperhensif lah saya melihat," jelas Willy.
Wakil Ketua Baleg DPR RI ini meminta pihak yang kontra terhadap RUU TPKS tidak terus memainkan emosi publik. Sebab, perlu RUU TPKS untuk membantu korban kekerasan seksual yang suaranya terbungkam karena kekosongan hukum.
Willy mengatakan, absennya payung hukum terhadap kekerasan seksual justru melindungi pelaku. Membuat aparat penegak hukum tak bisa bertindak.
"Jadi kehadirian RUU TPKS ini merupakan jawaban dari peradaban kita yang masih brutal dan keadilan bagi si korban yang sejauh ini mereka cari," ujarnya.
Karena itu, Willy menegaskan jangan terus menerus terjebak agitasi kosong politik yang terus mengaduk emosi publik yang menilai RUU TPKS ini seolah bejat.
"Saya sudah minta beberapa teman-teman untuk membedah saja RUU itu biar publik juga ngerti. Jangan kemudian kita terus terusan terjebak dengan agitasi kosong politik yang mengaduk-ngaduk emosi kita yang seolah-olah UU ini bejat. Kita lihat siapa yang sebetulnya bejat," pungkasnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pungli di Rutan KPK Capai Rp6,1 Miliar
Dewan Pengawas KPK menemukan ada 93 pegawai KPK yang diduga terlibat dalam perkara pungli.
Baca SelengkapnyaKemendikbud Turun Tangan Usut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila
Korban dugaan pelecehan seksual dilakukan rektor Universitas Pancasila sebelumnya menyurati Kemendikbud.
Baca SelengkapnyaPenjelasan Satgas PPKS UI soal Laporan Dugaan Kekerasan Seksual yang Dituduhkan pada Melki
Satgas PPKS UI menyatakan tidak memberikan tembusan laporan dugaan kekerasan seksual Melki ke pihak mana pun, termasuk rektor.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Respons Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual
Hasyim kali ini dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik pelecehan seksual.
Baca SelengkapnyaKetua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual
Korban dugaan pelecehan seorang perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Baca SelengkapnyaTerseret Skandal Pungli, Segini Harta Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi
Skandal pungli di Rutan KPK itu diduga melibatkan 93 pegawai.
Baca SelengkapnyaPKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika
Dia meminta harus bisa dihentikan dan tidak menjadi tren.
Baca SelengkapnyaDewas KPK Tak Permasalahkan Firli Tidak Hadir saat Sidang Putusan Etik
Firli terjerat tiga dugaan pelanggaran etik. Pertama yakni terkait komunikasi dan pertemuan dengan SYL.
Baca SelengkapnyaKomisi II: Putusan DKPP soal Etik Ketua KPU Mirip MKMK, Tuai Perdebatan Publik
Ketua KPU terbukti melanggar etika saat menerima pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka
Baca Selengkapnya