Istana: Negara Tidak Pernah Membungkam Suara Kritis Masyarakat
Merdeka.com - Survei Lembaga Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei mengenai kondisi demokrasi di Indonesia. Salah satu variabelnya adalah kebebasan berpendapat. Namun, hasil survei menyebutkan 76,6 persen warga makin takut menyuarakan pendapat.
Tenaga Ahli Kedeputian Kantor Staf Kepresidenan Donny Gahral Adian menegaskan negara tidak pernah membungkam suara kritis masyarakat.
"Jadi orang khawatir untuk menyampaikan pendapat itu alasannya banyak, bukan negara dan negara tidak pernah membungkam suara kritis," kata Donny saat dihubungi merdeka.com, Senin (26/10).
Menurutnya, pemerintah tidak pernah mempermasalahkan komentar negatif di media sosial. Dia mengatakan, pemerintah tidak pernah melaporkan ujaran kebencian atau provokasi. Justru pelaporan dilakukan oleh masyarakat. Donny melihat, kebanyakan yang terjerat kasus lantaran melanggar UU ITE.
"Jadi negara menghormati kebebasan berpendapat sejauh memang masih dilakukan dalam koridor hukum yang berlaku, demokrasi tetap tidak boleh kebablasan atau menabrak rambu-rambu hukum yang ada," lanjut Donny.
Sebelumnya diketahui Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pihaknya menanyakan setuju tidaknya responden dengan adanya pernyataan bahwa warga makin takut dalam menyatakan pendapat.
"Hasilnya 21,9 persen sangat setuju; 47,7 persen agak setuju, 22 persen kurang setuju; dan 3,6 persen tidak setuju sama sekali," tutur Burhanuddin saat diskusi virtual, Minggu (25/10).
Jerat UU ITE
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi di Indonesia disebabkan adanya penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik berlebihan (UU ITE). Belakangan aparat penegak hukum dalam hal ini Polri, selalu menggunakan UU ITE yang sarat dengan kontroversi.
"Kebebasan sipil juga termasuk menyampaikan pandangan lewat media, yakni kawan-kawan media atau jurnalis yang juga mengalami banyak soal hambatan. Termasuk dihantui oleh sikap aparat yang kelihatannya dengan pandemi ini menggunakan UU ITE berlebihan," tutur Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan dalam diskusi virtual, Minggu (25/10).
"Saking terbiasanya kita, bahkan di media pun hanya tulis UU ITE tanpa kepanjangannya. Seakan-akan ya memang untuk tangkap-tangkap saja itu soal hoaks dan lain-lain," lanjutnya.
Hinca menerangkan, UU ITE awalnya dibuat untuk mengatasi jaringan terorisme. Ada banyak upaya transfer uang terkait aktivitas kelompok teror melalui mekanisme transaksi elektronik.
"Belakangan pembahasan Undang-Undang di DPR dari transaksi elektronik berubah ditambah depannya informasi. Informasi tentang transaksi elektronik dan kemudian seolah-olah dibacanya jadi transaksi elektronik tentang informasi," jelas dia.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hari Pers Nasional, Ganjar: Ujian Jurnalis Tidak Ringan, Apalagi Memberitakan Isu Politik
Ganjar mengingatkan, kebebasan pers dijamin oleh negara
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar-Mahfud Soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak: Bisa Jadi Alasan Pemakzulan
Menurutnya hal itu tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin tidak ada diskriminasi.
Baca SelengkapnyaIstana: Tuduhan Kecurangan Pemilu 2024 Harus Diuji, Agar Tak Jadi Narasi Penggiringan Opini
Istana mempersilakan masyarakat melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) apabila memang ada kecurangan dalam proses Pemilu 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Wapres Ma’ruf Harap Pemerintah Perhatikan Kritikan Akademisi Jelang Pemilu 2024
Pernyataan akademisi itu menjadi bagian dari dinamika positif.
Baca SelengkapnyaPidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan
Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan
Baca SelengkapnyaGanjar-Mahfud Siapkan 1,6 Juta Saksi Jelang Pencoblosan untuk Cegah Kecurangan Pemilu
Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud terus bergerak menyikapi terhadap berbagai bentuk intimidasi yang terjadi.
Baca SelengkapnyaMedia Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri
Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaTak Hadiri Sidang PTUN, Negara Dianggap Abai pada RUU Masyarakat Adat
Pemerintah tak hadir dalam sidang lanjutan gugatan atas abainya negara dalam pembentukan RUU Masyarakat Adat
Baca SelengkapnyaPengamat: Statemen Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye, Menyesatkan
Sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, presiden merupakan penyelenggara pemilihan.
Baca Selengkapnya