Fahri Hamzah sebut kasus BPPN bisa merembet ke Megawati, itu bahaya
Merdeka.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, seharusnya Kejaksaan Agung tak lagi mengungkit kasus pembelian hak atas piutang (cessie) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tahun 2003 lalu.
Dia mengatakan, apa yang dilakukan oleh presiden dalam menyelamatkan perekonomian nasional ketika itu sudah menjadi keputusan dan final. Kasus ini terjadi saat era kepemimpinan Presiden kelima Megawati Soekarnoputri.
"Kalau keputusan presiden waktu itu, ya kita anggapnya final. Karena sudah ada surat keterangan lunas dan sebagainya. Tidak perlu lagi kita bongkar yang sudah terjadi pada masa lalu, karena sudah dianggap selesai," ucap Fahri di Jakarta, Jumat (28/8).
Menurut Fahri, bila kasus dugaan korupsi di BPPN ini tetap dibuka maka akan merepotkan lintas sektor yang ada, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Khususnya kondisi ekonomi Indonesia yang tengah bergejolak saat ini.
"Repot nanti, karena kalau keputusan presidennya bisa disalahkan, lalu dimana sumber kepastiannya," ujar dia.
Ketika ditanyakan apakah artinya Jaksa Agung HM Prasetyo mempertanyakan kebijakan Presiden Megawati Soekarnoputri ketika menjual aset berupa piutang kepada pihak swasta?
"Karena itu kan keputusan presiden dimasa lalu, yang dapat merembet kembali kepada presiden yang sudah tidak ada. Dan itu juga bahaya, dan itu menjadi konsen kita di DPR," tandasnya.
Kasus cessie BPPN berawal saat PT Adyaesta Ciptatama mengajukan kredit senilai Rp 469 miliar untuk membangun perumahan seluas 1.200 hektar di Karawang, Jawa Barat ke bank BTN. Saat krisis moneter, bank yang memberikan pinjaman itu termasuk program penyehatan BPPN. Waktu kasus itu terjadi pada era Megawati menjabat Presiden RI dan kepala BPPN 2002-2004 Syafruddin Tumenggung.
Berdasarkan surat notifikasi BPPN Nomor Prog-7207/BPPN/0903, tanggal 1 September 2003 VSIC diumumkan sebagai pemenang atas aset di Karawang. Sepekan setelah diumumkan pihak VSIC langsung membayar kewajiban jual-beli dengan obyek hak tagih terhadap AG dengan nilai Rp 32 miliar. Perjanjian tersebut ditandatangani dalam Perjanjian Pengalihan Piutang No 57 didepan notaris Eliwaty Tjitra SH tanggal 17 November 2003.
Pembelian aset inilah yang kemudian dijadikan dasar Kejaksaan Agung melakukan penyidikan. Randahnya nilai jual pengalihan piutang dinilai merugikan negara oleh Kejaksaan Agung. Padahal jika merunut kebijakan BPPN kala itu memang memberikan diskon besar-besaran kepada siapa saja yang mau membeli aset dari obligor bermasalah.
Setidaknya ada sekitar 3.000-4.000 dengan status lengkap data kepemilikanya. Aset bermasalah itu diperkirakan berjumlah 2.400-3.400 aset. Total nilai aset saat ini mencapai ratusan triliun. Kondisi inilah yang membuat pasar tidak merespon positif lelang.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bawaslu memastikan, mereka telah menjalankan apa yang menjadi tugasnya sebagai pengawas Pemilu.
Baca SelengkapnyaMenurut Bamsoet, MPR diubah kedudukannya sehingga tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
Baca SelengkapnyaMegawati merayakan bertambah usia yang ke-77 pada hari ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menurut Todung, berdasarkan informasi dari media sendiri telah mencatat bahwa begitu banyak pelanggaran yang ditemukan selama perhelatan menuju Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaKabarnya, AHY akan menggantikan Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/BPN.
Baca SelengkapnyaMenjelang pemilu 2024, Megawati mengajak seluruh rakyat Indonesia bahwa pemilu itu adalah untuk rakyat sendiri.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, perayaan ulang tahun Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ke-77 akan dirayakan secara sederhana
Baca SelengkapnyaBahlil mengaku tidak tahu apabila ada upaya mengalangi pertemuan antara Jokowi dengan Megawati.
Baca SelengkapnyaSinyal pertemuan itu juga semakin diperkuat, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman yang menyebut pertemuan itu akan terjadi tidak lama lagi.
Baca Selengkapnya