Cerita usulan 'akrobatik' dalam revisi UU MD3
Merdeka.com - DPR telah mengesahkan UU MD3 pada 8 Juli lalu saat perhatian publik terfokus pada persiapan pelaksanaan pemilu presiden. Kehendak DPR yang ingin berubah menjadi lebih baik ternyata tidak nampak dalam materi RUU MD3 yang disahkan itu. Melalui UU MD3 yang baru, DPR menambah kewenangannya tanpa menyediakan ruang pengawasan. Selain itu, tidak terlihat pula kesungguhan DPR untuk bersikap transparan dan akuntabel.
"Dengan kata lain, perubahan wajah parlemen yang lebih baik, yang diinginkan secara signifikan, sepertinya sulit bisa terwujud ketika UU MD3 yang baru justru tidak menempatkan aspek transparansi dan akuntabilitas sebagai pondasi," kata Direktur Monitoring dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri kepada merdeka.com, Sabtu (12/7).
Apa saja ketidaksungguhan tersebut? menurut Ronald, DPR telah menghapus kewajiban fraksi melakukan evaluasi kinerja (anggotanya) dan melaporkan kepada publik. Kemudian, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai alat kelengkapan DPR yang mempertajam fungsi pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara malah dibubarkan.
"Bahkan DPR masih akan mempertahankan berlangsungnya rapat-rapat tertutup," ujarnya.
Saat proses pembahasan, Ronald mengungkapkan, niat mengubah UU MD3 makin terasa janggal ketika sejumlah fraksi malah ngotot untuk mengganti mekanisme pemilihan pimpinan DPR. Padahal, naskah akademik, suatu dokumen rujukan yang memuat asal usul atau latar belakang kenapa butuh UU MD3 yang baru, tidak pernah mencantumkan kebutuhan untuk mengubah mekanisme pemilihan pimpinan DPR.
"Dengan kata lain, muncul usulan 'akrobatik' yang ingin mengubah mekanisme pemilihan pimpinan DPR, dari sebelumnya berdasarkan perolehan kursi terbanyak diganti dengan cara dipilih (voting). Padahal usulan perubahan tersebut tidak pernah muncul penjelasannya dalam naskah akademik RUU MD3," papar dia.
Yang dikhawatirkan, lanjut Ronald, justru DPR akan mengalami polarisasi seperti yang terjadi koalisi kerakyatan vs koalisi kebangsaan saat awal DPR periode 2004-2009 karena perebutan posisi pimpinan DPR.
"Tentang rencana PDIP yang akan mengajukan judicial review UU MD3, menurut saya sah-sah saja meski kemudian ada kemungkinan MK akan mempertanyakan keberadaan PDIP sebagai pihak yang ikut bagian dalam menyusun RUU MD3," pungkasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Airlangga mengaku pihaknya akan tetap mengikuti aturan MD3 dan memang tidak tertarik dengan kursi Ketua DPR.
Baca SelengkapnyaGerindra menyebut mekanisme pemilihan ketua DPR masih sesuai UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Baca SelengkapnyaSoal UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas, Ini Penjelasan Baleg
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
DPR sebelumnya mengimbau kepada KPU untuk segera mengantisipasi lonjakan suara PSI dengan penghitungan secara manual.
Baca SelengkapnyaAturan mengenai batas usia Capres-Cawapres digugat ke MK pda Senin (21/7).
Baca SelengkapnyaPuan enggan menjelaskan secara detail saat dipertegas mengenai RUU MD3 yang saat ini sudah masuk dalam daftar prolegnas prioritas.
Baca SelengkapnyaDitjen Pajak menargetkan alat bantu tersebut dapat digunakan mulai pertengahan bulan Januari 2024.
Baca SelengkapnyaIsu hak angket digulirkan untuk mengusut kecurangan Pemilu. Bermula dan berujung ke mana?
Baca SelengkapnyaMasa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.
Baca Selengkapnya