Bahas revisi UU, NasDem minta KPK punya pengawas dan SP3
Merdeka.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Muchtar Luthfi Andi Mutty meminta agar banyak pihak dilibatkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPR harus menampung aspirasi aktivis antikorupsi, pemerintah, KPK, dan perwakilan kampus.
"Dari awal saya mendukung bahwa kita perlu melakukan RDPU secara luas. Kita libatkan KPK, pegiat anti korupsi, kampus-kampus agar supaya kecurigaan yang selama ini muncul di tengah masyarakat, keinginan revisi UU KPK ada niatan terselubung untuk melakukan pelemahan," kata Luthfi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/2).
Menurut Politikus Partai NasDem ini, korupsi merupakan kejahatan paling sempurna terstruktur dan sistematis yang tak boleh dibiarkan. Maka dari itu menurutnya dalam perumusan RUU dan naskah akademis harus hati-hati agar tidak melahirkan kejahatan baru.
Sedangkan terkait kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Luthfi menyampaikan bahwa MK sudah 3 kali membuat putusan bahwa KPK tidak boleh kehilangan SP3. Hal tersebut terjadi di tahun 2003, 2006, dan 2010.
"MK telah mengklarifikasi pelanggaran HAM yang berkaitan dengan KPK dikaitkan dengan praduga tidak bersalah," tuturnya.
Kemudian masalah Dewan Pengawas KPK, Luthfi beranggapan bahwa sebuah lembaga yang memiliki kewenangan tertentu tapi tak punya lembaga pengawas, maka rentan terjadi abuse of power.
"Kalau ada keinginan menambah lembaga pengawas KPK dalam konteks cek and balance. Semua lembaga harus memiliki lembaga pengawas," ujarnya.
Selain itu, Luthfi beranggapan bahwa KPK harus memiliki penyidik sendiri yang independen. Dalam artian selama ini dari kepolisian dan kejaksaan akan membuat KPK lemah dalam pengusutan tindak pidana korupsi di dua institusi tersebut.
"Kalau ingin memperkuat KPK, maka mendorong KPK harus memiliki penyidik sendiri. Sehingga bisa terbebas dari intervensi yang bersumber dari penyidik-penyidik tersebut. Sering kali penyidik mengalami conflict of interest ketika polisi menyelidik kepolisian, jaksa menyelidik kejaksaan. Maka perlu KPK mempunyai penyelidik sendiri," pungkasnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaDipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaPolitikus NasDem Rajiv Dipanggil KPK Terkait Kasus Korupsi Kementan
Panggilan tersebut dipenuhi oleh Rajiv yang telah tiba di gedung Merah Putih KPK.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
PKS Tentukan Jadi Oposisi atau Gabung Pemerintah Setelah Hasil Pemilu Diumumkan KPU
Posisi PKS di pemerintahan bakal diputuskan lewat Musyawarah Majelis Syuro PKS.
Baca SelengkapnyaRektor Mundur, Kejati Pastikan Kasus Dugaan Korupsi di UNS Tetapi Diselidiki Sambil Tunggu Hasil BPKP
Pemeriksaan BPKP untuk mengaudit, investigasi atau mengetahui berapa besar kerugian.
Baca SelengkapnyaEks Penyidik KPK: 15 Tersangka Pelaku Pungli di Rutan Jadi Hari Kelam Pemberantasan Korupsi
Seharusnya para pegawai KPK ini penjaga moral dan integritas antikorupsi bukan malah jadi pelaku korupsi
Baca SelengkapnyaKejagung Tetapkan Tersangka Baru Kasus Korupsi Komoditi Timah, Ditahan di Rutan Pondok Bambu
Sudah ada sembilan tersangka dari puluhan saksi diperiksa Kejagung,
Baca SelengkapnyaKejagung Koordinasi dengan BPK soal Kerugian Negara dari Korupsi Timah
Sejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
Baca SelengkapnyaKetua KPK Singgung Oknum Bekingi Korupsi di Sektor Tambang Depan 3 Paslon Capres-Cawapres
Nawawi mengatakan, praktik korupsi masih marak terjadi di pelbagai sektor.
Baca Selengkapnya