Wamenkum HAM: Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Delik Aduan, Beda dengan yang Dulu
Merdeka.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan pasal penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden dalam RUU KUHP berbeda dengan pasal yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Perbedaannya jenis delik pasal tersebut.
"Pasal penghinaan itu adalah pasal penghinaan terhadap kepala negara, yang pertama, itu berbeda dengan yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Edward di Gedung DPR, Jakarta saat ditemui Senin (7/6) kemarin.
Delik pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP yang baru merupakan delik aduan, hanya presiden atau wakil presiden yang bisa melaporkan. Mahkamah Konstitusi sebelumnya mencabut pasal penghinaan yang merupakan delik biasa.
"Kalau dalam pembagian delik, pasal penghinaan yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi itu merupakan delik biasa. Sementara dalam RUU KHUP itu merupakan delik aduan," kata Edward.
"Kalau delik aduan, itu yang harus melapor sendiri adalah Presiden atau Wakil Presiden," sambungnya.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan dalam RUU KUHP yakni tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Dalam Bab II Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden disebutkan dalam Pasal 217 yang berbunyi, setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Sementara pasal 218 berbunyi:
Ayat 1: Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Ayat 2: Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Sementara pasal 219 yakni mengatur tentang gambar atau biasa dikenal dengan meme presiden di media elektronik atau media sosial. Hal tersebut bisa termasuk melanggar pidana apabila dianggap menyerang kehormatan dan martabat presiden dan wakil presiden.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tim Hukum AMIN Ancam Laporkan Jokowi ke Bawaslu soal Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pemilu
Tim Hukum Nasional AMIN sudah menyiapkan format laporan terkait pernyataan Jokowi ke Bawaslu.
Baca SelengkapnyaSidang Perdana PHPU Presiden dan Wapres di Mahkamah Konstitusi Pagi Ini, Berikut Agendanya
MK bakal menggelar sidang perdana PHPU Pilpres dengan agenda sidang pleno pemeriksaan pendahuluan.
Baca SelengkapnyaMasa Jabatan Presiden menurut UUD 1945, Begini Penjelasannya
Masa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Respons Santai Jokowi saat Kubu 01 dan 03 Bakal Gulirkan Hak Angket Pemilu 2024
Keberadaan fungsi pengawasan ini untuk memastikan kekuasaan tidak disalahgunakan dan berjalan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang.
Baca SelengkapnyaDemokrat: Hak Angket Pemilu 2024 Tidak Menghargai Suara Rakyat
Demokrat menilai wacana koalisi 01 dan 03 menggulirkan hak angket sama artinya dengan tak menghargai suara rakyat.
Baca SelengkapnyaMalam Ini, KPU Kumpulkan Divisi Hukum Bahas Persiapan Gugatan Pemilu 2024
KPU mempersiapkan diri dalam menghadapi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaBeda Sikap dengan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Ma'ruf Amin Tegaskan Netral di Pemilu
Ma'ruf Amin merahasiakan pilihannya dan bakal menyoblos pada 14 Februari mendatang.
Baca SelengkapnyaKetahui Kapan Pemilu Presiden, Tahapan, dan Para Calon Pemimpinnya
Kapan Pemilu Presiden? Pemilu presiden 2024 adalah pemilu kelima di Indonesia yang bertujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
Baca SelengkapnyaAnies Rutin Temui Tim Hukum Jelang Pengumuan Hasil Pemilu 2024
Mahkamah Konstitusi atau MK akan memproses Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Termasuk menyidangkan sengketa Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya