Tompo'an, Tradisi Menabung Beli Sapi Kolektif Jelang Idul Fitri di Jember
Merdeka.com - Ada beragam tradisi pada masyarakat di Indonesia untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Seperti tradisi menabung dan membeli sapi secara kolektif yang dilakukan warga Desa Sidomukti, Kecamatan Mayang, Jember, Jawa Timur. Mereka biasa menyebutnya sebagai Patongan Tompo'an, sebuah istilah dalam bahasa Madura.
"Patongan artinya urunan atau menyumbang bersama-sama. Kalau Tompo’an maksudnya bertumpuk-tumpuk," kata Hafit Izaa, salah satu tokoh masyarakat di Desa Sidomukti kepada Merdeka.com pada Sabtu (23/05).
Disebut Tompo’an karena daging sapi yang sudah di potong-potong, lantas di letakkan secara bertumpuk di lapangan desa.
Hafit tidak tahu persis sejak kapan tradisi ini bermula. Yang pasti sejak ia kecil sudah mengenal tradisi itu di desanya. Berdasarkan cerita yang ia peroleh, tradisi ini sudah berlangsung sejak Indonesia masih dalam masa penjajahan.
"Dengan tradisi ini, warga desa bisa berlebaran dengan menikmati hidangan yang lezat dan bergizi dari olahan daging sapi. Harganya jadi lebih terjangkau," ujarnya.
Tradisi Tompo'an juga bisa menjadi gambaran solidaritas kolektif dari masyarakat di desa dengan kultur budaya Madura ini. Sebab, sapi di beli dari hasil menabung bersama-sama warga selama kurun waktu beberapa bulan sebelum hari raya Idul Fitri.
Warga biasanya membuat iuran bersama, dengan nominal bervariasi, bergantung kesepakatan. Mulai dari Rp 200 hingga Rp 5.000. Rentang iuran bisa dilakukan setiap hari atau tiap pekan, tergantung kesepakatan pula.
Kultur masyarakat desa yang terbiasa dengan tradisi Nahdliyin –sebutan untuk warga Nahdlatul Ulama- menjadi medium untuk menggelar iuran dengan nominal yang terbilang receh tersebut.
"Biasanya kita kelompok iuran itu dibentuk mengikuti kegiatan seperti arisan mengaji Surat Yasin, dan pembacaan tahlil yang jadi rutinitas bagi warga Nahdliyin," jelas Hafit yang juga Ketua Gerakan Pemuda (GP ) Anshor –organ kepemudaan NU- di Kecamatan Mayang.
Meski iuran terbilang receh, namun pencatatan dilakukan dengan rapi. Hasil tabungan bersama itu setelah setahun kemudian dibelikan sapi. Tiap warga memperoleh daging sesuai akumulasi iuran masing-masing, dan semua pasti mendapat bagian sesuai proporsi iuran.
"Semisal ada yang iurannya mencapai Rp 600 ribu, dapat 8 kg yang terdiri 4,5 kg daging kualitas bagus, 1 kg daging untuk rawon, 2 kg tulang, dan 0,5 kg jeroan," ungkap Hafit memberikan rincian.
Meski demikian, di masa lalu, tradisi ini juga mengandung unsur kekerasan pada hewan. Sapi-sapi yang akan disembelih hasil iuran, sejak dua hari sebelum lebaran sudah dikumpulkan di lapangan desa. Sapi kemudian diberi 'stempel' dari plat besi yang sudah dipanaskan dalam suhu membara. Stempel dibubuhkan ke pantat sapi, sebagai tanda sapi tersebut sehat dan layak untuk dipotong.
"Saat itu sapi akan meronta-ronta kepanasan. Dan itu menjadi tontonan yang menarik bagi saya ketika masih kecil, bersama teman-teman," kenang Hafit.
Seiring perjalanan waktu, tradisi pembubuhan stempel panas pada pantat sapi itu sudah hilang.
"Karena warga mulai sadar, hal itu menimbulkan rasa sakit," jelas Hafit.
Secara umum, lanjut Hafit, tradisi Patongan Tompo’an mengandung banyak nilai filosofis seperti solidaritas dan saling berbagi antar warga desa. Juga manfaat ekonomi.
Seperti yang diakui oleh Siti Maimunah, warga setempat. Tidak hanya lebih murah, warga juga merasa lebih yakin pada kualitas daging sapi yang akan mereka konsumsi atau disuguhkan kepada tamu pada hari raya.
"Kalau dihitung-hitung, harganya jauh lebih murah ketimbang kita membeli daging sapi sendiri di pasar. Sebab, kalau Lebaran harga kebutuhan pokok seperti daging sapi biasanya melonjak," tutur Maimunah yang merupakan ibu rumah tangga ini.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengenal Tradisi Bodho Kupat, Satu Kampung di Lumajang Kompak Jadi Pedagang Janur dan Ketupat
Bodho Kupat sendiri merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan masyarakat Lumajang ketika memasuki hari ketujuh Lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Adang yang Sakral, Ritual Memasak Warga Serang Sambut Hari Besar Keagamaan
Kabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaMencicipi Manisnya Dodol Susu Boyolali, Jajanan Tradisional yang Memanfaatkan Potensi Daerah
Kehadiran dodol dengan bahan baku susu sapi tak lepas dari potensi daerah Kabupaten Boyolali yang mana terdapat banyak peternakan sapi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Uniknya Tradisi Sambut Lebaran di Bengkulu, Bakar Batok Kelapa dengan Penuh Sukacita
Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.
Baca SelengkapnyaMengenal Maapam, Tradisi Memasak Apam Khas Pasaman Barat Sambut Bulan Ramadan
Dalam menyambut bulan penuh berkah, masyarakat Pasaman Barat memiliki salah satu tradisi unik yang sudah diwariskan secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaMencicipi Intip Ketan, Kuliner Khas Kudus yang Hanya Muncul pada Bulan Ramadan Konon Sudah Ada Sejak Zaman Wali Songo
Di Kudus, penjual intip ketan sudah jarang ditemui. Bisa dibilang makanan tradisional ini kini sangat langka.
Baca SelengkapnyaSerunya Tradisi Rumpak-rumpakan dari Palembang, Kunjungi Rumah Tetangga saat Lebaran sambil Diiringi Rebana
Tradisi ini juga dibarengi dengan sajian kuliner khas Palembang, seperti tekwan hingga aneka macam kue yang disajikan oleh tuan rumah.
Baca SelengkapnyaMengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
Lebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.
Baca SelengkapnyaSerunya Tradisi Bertukar Takjil Jelang Berbuka di Sumsel, Ragam Jenis Makanan Tumpah Ruah
Bukan hanya satu atau dua jenis makanan saja, akan tetapi setiap rumah menyajikan hampir puluhan jenis takjil.
Baca Selengkapnya