Tanah adat dirampas, suku terasing di Matra susah cari makan
Merdeka.com - Suku terasing atau Binggi, yang bermukim di Dusun Saluraya, Kelurahan Martajaya, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara (Matra), Sulawesi Barat (Sulbar) saat ini semakin kesulitan mendapatkan pasokan makanan. Hal ini akibat lahan pertanian mereka tergerus dampak pengembangan kelapa sawit.
"Lahan pertanian kami tergerus akibat pengembangan kelapa sawit yang dilakukan perusahaan swasta. Saat ini, warga Binggi hanya mampu mengonsumsi Ubi Talas yang dikumpulkan dari hutan sebagai pengganti beras untuk bisa bertahan hidup," kata Ube, warga suku terasing dengan bahasa khas lokal di Pasangkayu, seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/10).
Menurut dia, untuk mendukung ekonomi masyarakat terasing maka mereka setiap hari mengumpulkan batu gunung untuk kemudian dijual.
"Lahan kami berada di pinggiran lahan HGU milik perusahaan sawit. Bahkan, tanah adat yang turun temurun ditempati telah dirampas perusahaan sawit. Bahkan, kami diusir ke luar untuk perluasan lahan sawit milik perusahaan tanpa ganti rugi," kata Ube, yang juga tokoh masyarakat suku terasing.
Dia mengatakan untuk bertahan hidup maka suku terasing harus mengonsumsi umbi-umbian sebagai pengganti beras.
"Setiap harinya baik perempuan maupun laki-laki harus ke hutan guna mencari talas untuk dimakan pada siang hari. Setelah sorenya maka warga kembali menambang batu gunung untuk mendukung beban ekonomi," jelasnya.
Apalagi, kata dia, semenjak tanah adat yang ditempati secara turun temurun sudah tidak ada karena semua lahan itu telah "dirampas perusahaan".
"Sebetulnya kami sudah berpindah ke pinggir lahan perkebunan semenjak lahan kami jadi kebun sawit yang konon berada di kawasan HGU," jelasnya.
Ia menyesalkan karena nyaris tak ada perhatian pemerintah kepada suku terasing dengan mementingkan kapitalis yang telah menguasai lahan warga. Ube menyampaikan dusun Saluraya saat ini hanya dihuni 45 kepala keluarga dengan kondisi atap rumah yang mulai bocor-bocor dan tidak berdinding.
Sementara itu Ketua DPRD Matra Lukman Said mengaku prihatin dengan keberadaan suku terasing yang kondisinya memprihatinkan. Selama 10 tahun ternyata hidup mereka dalam garis kemiskinan.
"Saya minta perusahaan agar memperhatikan keberadaan suku terasing. Paling tidak, kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility atau Tanggung jawab Sosial Perusahaan) digunakan untuk kemakmuran daerah di sekitar," kata Lukman Said.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mereka terdampar di pulau yang sangat terpencil di Samudra Pasifik.
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu terjadi saat korban berada di kebun bersama ayahnya di Desa Mendingin, Kecamatan Ulu Ogan, Ogan Komering Ulu (OKU).
Baca SelengkapnyaMeski nasi mulai basi, pria ini tersentuh dengan aksi ibunda yang tetap peduli dengannya walau sudah memiliki keluarga baru.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bumbu dapur yang berbahan dasar tanaman pun memiliki peran yang tak terbantahkan.
Baca SelengkapnyaSelain dikelilingi lembah perbukitan dan muara sungai, pantai tersebut turut menjadi habitat bagi banyak kerbau.
Baca SelengkapnyaDari tiga orang tersebut, satu orang S (34) di antaranya harus dilarikan ke rumah sakit karena tak sadarkan diri.
Baca SelengkapnyaBukit ini berada di atas ketinggian, dengan hamparan pohon pinus yang berjajar rapi.
Baca SelengkapnyaAlih-alih duduk di warung makan, pria ini memilih makan sembari melihat tawuran di pinggir jalan.
Baca SelengkapnyaPenghuni asli Pulau Rempang yang hidup di hutan belantara kini sudah berada diambang kepunahan.
Baca Selengkapnya