Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sikap pegawai mal soal kontroversi larangan topi Sinterklas

Sikap pegawai mal soal kontroversi larangan topi Sinterklas Suasana Natal di Plaza Senayan, Jakarta. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Menjelang perayaan Natal tahun ini, publik tidak hanya dihebohkan dengan isu tahunan tentang boleh tidaknya seorang muslim mengucapkan Selamat Natal kepada kaum nasrani, tetapi juga soal topi dan atribut sinterklas. Hal yang diributkan adalah soal kewajiban karyawan-karyawan pusat perbelanjaan, gerai-gerai, hotel untuk memakai topi sinterklas.

Senator asal DKI Jakarta, Fahira Idris, mengaku mendapat ratusan email dan SMS dari berbagai daerah yang melaporkan masih ada perusahaan yang mengharuskan semua karyawannya untuk mengenakan atribut Natal, termasuk topi sinterklas. Jika dilanggar, maka akan dikenakan sanksi.

"Kebanyakan surat dan SMS yang terima dari karyawan perempuan muslim dan sebagian besar dari mereka berjilbab. Bagi saya ini adalah bentuk intoleransi karena tidak menghargai hak dan keyakinan agama mereka dan bertentangan dengan pasal 29 UUD 1945," kata Fahira di Jakarta, kemarin.

Bagi Fahira Idris, pemakaian topi sinterklas telah menjadi isu toleransi umat beragama di Indonesia menjelang Natal. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah sinterklas itu merupakan simbol agama - dalam hal ini Kristen? Sebab, dalam Alkitab, tidak pernah ada cerita tentang orang tua gendut berjanggut putih dan membawa kado untuk anak-anak.

Dari sejumlah sumber, cerita sinterklas memang muncul dari beberapa tradisi Natal di sejumlah daerah di Eropa kemudian Amerika. Rujukannya rata-rata sama, yakni kisah tentang Santo Nikolas pada abad ke-4. Santo dari Myra ini adalah inspirasi utama untuk figur orang Kristen tentang Sinterklas.

Nikolas terkenal untuk kebaikannya memberi hadiah kepada orang miskin. Di Eropa (lebih tepatnya di Belanda, Belgia, Austria dan Jerman) dia digambarkan sebagai uskup yang berjanggut dengan jubah resmi, hingga kemudian gambaran ini menjalar ke seluruh dunia dengan penambahan sejumlah atribut, seperti topi dan sebagainya.

Austin Cline, seorang pengamat agama, mengatakan Sinterklas justru merupakan simbol-simbol sekuler dalam Kristen yang memang tidak ada rujukannya Alkitab. Hal ini tidak mengherankan jika faktanya simbol Sinterklas lebih populer ketimbang misalnya, gambar bayi Yesus, dalam setiap perayaan Natal.

Wajah sekuler Natal yang dilambangkan dengan Sinterklas ini bahkan pernah mendapat tentangan dari orang Kristen Puritan di Inggris pada 1647. Demi menghapus elemen-elemen yang tidak alkitabiah, Inggris yang ketika itu dikuasai oleh Parlemen Puritan bahkan pernah melarang perayaan Natal.

Mereka menganggap perayaan Natal hanyalah festival kepausan (popish) yang tidak punya pembenarannya dalam Alkitab. Akhirnya, kaum Puritan di Inggris menggantinya dengan satu hari puasa.

Akibat larangan perayaan Natal ini, kerusuhan meledak di sejumlah kota di Inggris. Bahkan, Canterbury dikuasai oleh massa pemrotes selama berminggu-minggu. Kerusuhan akhirnya reda dengan pencabutan larangan lewat Restorasi Raja Charles II pada 1660, kendati sejumlah pendeta tetap tidak menyetujuinya.

Sinterklas yang tidak ada rujukannya dalam Alkitab telah menjadi simbol-simbol dalam tradisi perayaan Natal di dunia, termasuk di Indonesia. Barangkali ini mirip dengan ketupat jika tradisi setiap Lebaran itu mendunia.

Lalu bagaima sikap para pegawai mal tentang polemik pemakaian topi sinterklas tersebut? Berikut beberapa sikap mereka:

Doorman Sency: Pakai topi Sinterklas karena saling toleransi

Irfan, petugas pintu (doorman) Mal Senayan City mengaku tidak masalah adanya polemik larangan penggunaan atribut Natal termasuk topi sinterklas. Walaupun seorang muslim, dia mengaku hanya menghormati setiap perayaan agama lain."Kalau di sini (Mal Senayan City) hanya doorman dan karyawan yang bertugas di lift yang wajib menggunakan atribut topi santa. Saya sebagai umat muslim juga tidak masalah menggunakan atribut perayaan agama lain, karena saling toleransi," ujar Irfan di Senayan City, Jakarta, Sabtu (20/12).Walaupun tidak mempermasalahkan penggunaan topi sinterklas, Irfan mengatakan, tidak akan memberikan ucapan Selamat Natal kepada setiap pengunjung."Saya memang tidak masalah pakai atribut Natal. Yang penting saya tidak mengucapkan Natal kepada orang yang merayakannya," katanya.Dia memiliki keyakinan bahwa umat Muslim tidak boleh memberikan selamat kepada orang yang merayakan Natal."Keyakinan datang dari saya sendiri, kalau saya seorang umat muslim tidak boleh mengucapkan selamat Natal. Walaupun saya menghormati setiap agama," ucapnya.

Petugas restoran di PS: Prinsip saya, perbedaan itu indah

Rian, salah satu karyawan beragama muslim di sebuah restoran di Plaza Senayan mengaku senang memakai topi Santa Claus atau sinterklas. Ia mengaku, justru hal ini disebut sebagai toleransi dalam beragama."Kalau agama lain lagi senang, kita yang berbeda agama harus ikut senang," kata Rian saat ditemui di restoran tempatnya bekerja, Plaza Senayan, Jakarta, Sabtu (20/12).Rian yang mengaku sebagai muslim taat ini malah heran begitu banyaknya pihak yang menjadikan pemakaian atribut Santa sebagai sebuah hal yang harus diperdebatkan. Menurutnya, perbedaan agama justru tidak harus digemborkan sebagai suatu masalah besar."Prinsip saya, perbedaan itu indah. Ya selama saya tidak ikut ke gereja itu tidak masalah," katanya.Plaza Senayan tidak mewajibkan setiap karyawannya untuk menggunakan atribut natal. Namun, karyawan restoran yang ada di Mal elite itu diwajibkan memakai atribut natal karena memiliki kebijakan yang berbeda dengan pihak Mal tersebut.Kalau restoran-restoran disini kan beda Managernya," kata Indah, salah satu Costumer Service Plaza Senayan.

Justru yang larang topi Santa buat beda agama jadi sensitif

Rika, seorang karyawati di Plaza Senayan mengaku bingung dengan banyak pihak yang menganggap seorang muslim tidak boleh menggunakan artibut khas Natal, seperti topi Santa Claus atau Sinterklas. Dia mengaku heran dengan sulitnya toleransi dalam beragama. "Apa sih sulitnya toleransi?" kata Rika di Plaza Senayan, Jakarta, Sabtu (20/12). Menurutnya, polemik yang melarang umat muslim untuk menggunakan topi Sinterklas, justru yang memicu perpecahan antarumat beragama. "Masak pakai topi aja dipermasalahin. Justru yang larang-larang itu yang buat yang berbeda agama jadi sensitif. Hal seperti ini kan biasanya aja sebenernya," katanya. Rika ialah pegawai Plaza Senayan yang beragama muslim yang  hari ini Sabtu (20/12) sedang menggunakan pakaian ala Sinterklas. Plaza Senayan, tempatnya bekerja sedang menyambut hari natal dengan meriah.

Pegawai di Plaza Senayan risih harus pakai topi sinterklas

S, salah satu petugas Customer Service yang beragama muslim di sebuah restoran di Plaza senayan mengaku risih saat menggunakan topi Santa saat perayaan hari natal tiba. Dia mengaku diwajibkan oleh Managernya untuk menggunakan topi natal saat sedang bekerja."Manager yang nyuruh, saya mah pake-pake aja. Ya mau gimana lagi," katanya saat ditemui merdeka.com di Plaza Senayan, Sabtu (20/12).Dia pun mengaku, saat restoran tempatnya sedang sepi dan atasannya tidak ada, dia suka melepas topi itu karena tidak betah memakainya."Risih. Ini juga suka dilepas-lepas. Males pakenya," katanya menggerutu.Alasan dia tidak suka menggunakan topi natal, menurutnya hal semacam itu tak pantas dikenakan seorang Muslim."Kalau enggak disuruh managernya enggak mau. Kan (Muslim) enggak boleh," ucapnya.

(mdk/ren)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Aksi Sinterklas Berbagi Hadiah Natal dan Tahun Baru untuk Penumpang Kereta Cepat Whoosh

FOTO: Aksi Sinterklas Berbagi Hadiah Natal dan Tahun Baru untuk Penumpang Kereta Cepat Whoosh

Dalam rangka menyambut Natal 2023, KCIC menghadirkan Sinterklas untuk menghibur para penumpang.

Baca Selengkapnya
Apakah Sosok Sinterklaas Benar-benar Ada? Ternyata ini Kisah Sesungguhnya

Apakah Sosok Sinterklaas Benar-benar Ada? Ternyata ini Kisah Sesungguhnya

Tokoh Sinterklaas identik dengan hari natal. Namun tak banyak yang tahu kisah sesungguhnya dari sosok tersebut. Apakah benar-benar nyata?

Baca Selengkapnya
Sinterklas Asal Amerika Ini Dipecat karena Kritik Agresi Israel di Gaza

Sinterklas Asal Amerika Ini Dipecat karena Kritik Agresi Israel di Gaza

Ken Dorph (70) setiap tahun berpartisipasi dalam perayaan Natal dan berperan sebagai Santa Claus atau Sinterklas di Long Island, New York.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jokowi: Debat Politisi Suasananya Panas, tapi Rakyat Santai Saja

Jokowi: Debat Politisi Suasananya Panas, tapi Rakyat Santai Saja

Menurut Jokowi, masyarakat di desa dan daerah justru santai-santai saja menghadapi Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya
21 Januari: Peringatan Hari Pelukan Nasional, Berikut Sejarah dan Tujuannya

21 Januari: Peringatan Hari Pelukan Nasional, Berikut Sejarah dan Tujuannya

Hari Pelukan Nasional dirayakan setiap tahun pada tanggal 21 Januari.

Baca Selengkapnya
Hari Istiqlal 22 Februari: Memaknai Sejarah dan Nilai Persatuan

Hari Istiqlal 22 Februari: Memaknai Sejarah dan Nilai Persatuan

Setiap tanggal 22 Februari 2024, Indonesia memperingati Hari Istiqlal.

Baca Selengkapnya
4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya

4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya

Pemilu 1955 memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia karena hasil pemilu tersebut menjadi dasar pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Selengkapnya
Cak Imin: Ada Teman Bilang Kita Tidak Perlu Pilkada Lagi Kalau Pelaksanaannya Ancam Kepala Desa

Cak Imin: Ada Teman Bilang Kita Tidak Perlu Pilkada Lagi Kalau Pelaksanaannya Ancam Kepala Desa

Muhaimin atau Cak Imin pada siang harinya juga mencuitkan soal slepet.

Baca Selengkapnya
Potret Dian Sastro dan Ibunda yang Berbeda Keyakinan, Kisah Mualafnya Tahun 2002 Jadi Sorotan

Potret Dian Sastro dan Ibunda yang Berbeda Keyakinan, Kisah Mualafnya Tahun 2002 Jadi Sorotan

Berbeda keyakinan dengan ibunda yang beragama Katolik, Dian Sastro memutuskan memeluk agama islam pada 2002.

Baca Selengkapnya