Saksi Ahli Nilai Terdakwa Investasi Bodong di Pekanbaru Melanggar UU Perbankan
Merdeka.com - Sidang lanjutan penanganan kasus investasi bodong dengan terdakwa para bos Fikasa Group kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (24/1). Ahli hukum pidana, Profesor Agus Surono yang dihadirkan dalam persidangan mengatakan, pengumpulan dana dari masyarakat oleh perusahaan harus seizin pemerintah. Jika tidak, maka hal tersebut bisa disebut melanggar Undang-Undang Perbankan.
"Di dalam Pasal 46 Ayat 1 Undang-Undang Perbankan, intinya adalah tidak adanya izin dalam menghimpun dan menyimpan dana dari masyarakat dari Otoritas Jasa Keuangan. Di mana OJK ini yang memberi atau tidak memberi izin. Sehingga jika ada subjek hukum pidana korporasi tidak izin dari otorita berwenang, maka norma Pasal 46 Ayat 1 telah dilanggar," kata Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pancasila tersebut.
Dalam sidang tersebut, lima terdakwa yakni Agung Salim, Bakti Salim, Cristian Salim, Elly Salim dan Maryani menghimpun dana dari sejumlah orang. Modusnya dengan menawarkan produk investasi yang mirip seperti deposito. Mereka mengiming-imingi korban dengan bunga cukup tinggi yakni 9-12 persen per tahun.
Untuk menghimpun dana dari masyarakat dengan sistem berjangka, PT Fikasa Group memakai beberapa anak perusahaan. Di Pekanbaru, mereka mulai menghimpun dana dengan produk promissory notes (surat utang) sejak tahun 2016.
Namun sejak tahun 2020 tidak ada pembayaran alias macet. Para nasabah di Pekanbaru berusaha meminta pertanggungjawaban Fikasa Group. Namun tidak ada kejelasan termasuk permintaan pengembalian modal nasabah. Di Pekanbaru ada 10 nasabah tertipu dengan total kerugian Rp84,9 miliar. Belakangan para nasabah melaporkan kasus ini ke Mabes Pori.
Agus menuturkan, bahwa jika terjadi permasalahan dalam perhimpunan dana maka korporasi dan pengurus bisa dijerat dengan hukum. Berdasarkan tafsir Pasal 46 Ayat 1, itu menghimpun dana dari masyarakat karena dengan diterbitkannya promissory note, dana-dana dari masyarakat bisa keluar.
Pasal 46 Ayat 1 yang dipersoalkan dari perkara ini adalah berkaitan tidak adanya izin menghimpun dana dari masyarakat.
"Untuk yang bertanggung jawab, korporasi berbuat pengurus bertanggung jawab dan pengurus berbuat, pengurus bertanggung jawab," ucap Agus yang juga guru besar di Universitas Al Azhar itu.
Sementara itu Ahli Pidana Perbankan Dr Rouli Anita Valentina yang juga diminta keterangan di persidangan menilai, dalam kasus ini perusahaan melakukan usaha mirip dengan deposito dan patut diduga menghimpun dana dari masyarakat dengan mengeluarkan produk yang dinamakan promissory note.
"Dari keilmuan yang saya pahami produk itu patut dikategorikan sebagai simpanan. Menurut Undang-Undang Perbankan, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat berdasarkan perjanjian penyimpanan dalam bentuk giro, deposito sertifikat deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu," terangnya.
Secara hukum, lanjut Rouli, yang penting bukan apa yang dinamakan para pihak seperti promissory notes, tetapi kegiatan mereka itu patut diduga sebagai kegiatan menghimpun dana.
"Karakteristik produk mereka itu seperti deposito, diambil dalam waktu tertentu, terus adanya bunga dan bilyet sebagai bukti kepemilikan dana dari anggota masyarakat. Jadi kesimpulan saya itu adalah diduga memenuhi Pasal 46 yakni melakukan penghimpunan dana," imbuhnya.
Sidang kasus dugaan investasi bodong ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Dahlan. Para korban investasi bodong juga ikut hadir di persidangan. Para terdakwa Agung Salim Cs juga dihadirkan secara langsung.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaku UMKM diharapkan bukan saja maju di bidang bisnis, tapi dapat berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan.
Baca Selengkapnya2 Perusahaan BUMN tersebut sedang menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaDiduga transaksi keuangan itu untuk kepentingan penggalangan suara.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sudah banyak kasus di Indonesia yang menunjukkan nasabah lebih galak saat ditagih utang.
Baca SelengkapnyaPemeriksaannya terjeda beberapa saat karena bertepatan salat Jumat.
Baca SelengkapnyaSaat ini banyak modus penipuan yang dilakukan di bidang keuangan dengan memanfaatkan media sosial.
Baca SelengkapnyaSesaat setelah pensiun dini dari bank, orang tuanya sempat khawatir karena dia belum bekerja lagi dan bisnis yang dijalankan belum jelas nasibnya
Baca SelengkapnyaTerdakwa disebut terbukti menerima uang senilai total Rp11,2 miliar bersama dengan Sekretaris MA nonaktif Hasbi Hasan
Baca SelengkapnyaKorban pun terpaksa menuruti permintaan penipu dengan mentransfer uang miliknya hingga uang perusahaan.
Baca Selengkapnya