Merdeka.com - Sedikitnya enam Kabupaten di Jawa Tengah rawan bencana tanah longsor. Enam Kabupaten yang dimaksud yaitu Kabupaten Magelang, Karanganyar, Semarang, Temanggung, Wonogiri dan Banjarnegara. Data lima tahunan menunjukkan, kejadian dan potensi longsor di enam wilayah tersebut terus meningkat, dari tahun 2011 hingga 2015 tercatat sebanyak 194 kejadian.

"Kami mengimbau agar ke enam kabupaten itu meningkatkan kewaspadaan karena potensi longsor terus meningkat," ujar Ketua Tim Peneliti Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Balitek DAS) Solo, Syahrul Donie, Selasa (19/1).

Menurut Syahrul, dari enam daerah tersebut kejadian tertinggi ada di Kabupaten Magelang sebanyak 19 kejadian. Kemudian di Karanganyar 17 kejadian, Semarang 16 kejadian, Temanggung 15 kejadian, Wonogiri 14 kejadian, dan Banjarnegara 11 kejadian.

Di daerah tersebut, lanjut dia, longsor terjadi hampir setiap bulan dan tertinggi pada Februari. Berdasarkan perkiraan musim hujan 2015/2016 yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta adanya gejala pergeseran musim, tidak tertutup kemungkinan ancaman bencana tanah longsor masih terjadi hingga Februari 2016.

"Dari penelitian yang kami lakukan, tipe longsor yang terjadi di setiap daerah berbeda-beda. Magelang didominasi tipe amblesan dan rotasi, Semarang tipe translasi dan rotasi, Temanggung tipe translasi dan aliran, Wonogiri dan Karanganyar tipe translasi," katanya.

Berbeda dengan daerah lainnya, khusus Banjarnegara tipenya paling lengkap. Yakni, translasi, rotasi, amblesan, ambrukan, dan rayapan. Berdasarkan pengamatan tanah longsor masih bisa terjadi pada lokasi longsoran sebelumnya, di mana masyarakat menganggapnya masih stabil.

"Penyebab terjadinya longsor di 6 kabupaten tersebut adalah kemiringan dan bentuk lerengnya. Adanya patahan (geologi), regolit tanah dalam, dan tekstur tanah. Hal ini dipicu oleh kondisi curah hujan yang tinggi di atas 200 milimeter per tiga hari berturut-turut, perilaku masyarakat seperti memotong lereng, menambah beban lereng, dan kurang memelihara saluran drainase jalan, pertanian, serta pemukiman," pungkasnya.