PKS Tolak Wacana TNI Aktif Isi Jabatan Sipil, Ini Alasannya
Merdeka.com - Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta menyatakan menolak kembalinya dwifungsi ABRI dengan rencana penempatan tentara aktif di jabatan kementerian/lembaga. Sukamta menegaskan, wacana revisi UU TNI di DPR tidak ada hubungan dengan usul masuknya TNI aktif di jabatan sipil.
"Wacana kembalinya dwifungsi TNI bukanlah latar belakang revisi UU TNI. Namun, revisi ini sebagai upaya perbaikan TNI dan peningkatan pola koordinasi, pembagian tugas yang jelas antara TNI dan Polri serta memperjelas tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang. Tujuannya untuk memperkuat pertahanan dan keamanan Indonesia," ujar Sukamta dalam keterangannya, Kamis (11/8).
Sukamta menuturkan, menumpuknya ratusan Perwira TNI merupakan masalah tata kelola yang belum optimal. Sehingga butuh perbaikan tata kelola perencanaan yang lebih baik.
"Permasalahan menumpuknya ratusan Perwira TNI merupakan masalah lama dalam tata kelola manajemen perencanaan TNI yang belum optimal akibatnya banyak yang tidak mendapatkan jabatan. Salah satunya jumlah rekrutmen sekolah staf dan komando militer di tiga matra tidak didasarkan pada kebutuhan dan rencana penempatan," ujarnya.
"Apalagi saat ini batas atas pensiun menjadi 58 tahun akibatnya semakin menambah jumlah perwira TNI aktif. Padahal jumlah jabatan khusus TNI yang disediakan pemerintah hanya 60-an. Maka dari itu, perbaikan manajemen dan tata kelola perencanaan TNI harus dilakukan dengan baik," imbuh Sukamta.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menilai, bila TNI bisa kembali menjabat jabatan sipil akan menimbulkan masalah. Setidaknya, ada tiga masalah yang akan muncul.
Pertama, jabatan publik harus didasarkan pada kompetensi teknis ataupun keilmuan, bukan bagi-bagi jabatan. Kedua, budaya demokrasi dan profesional dalam lembaga publik akan berubah menjadi militeristik karena tentara terbiasa dengan sistem komando. Akibatnya kritik atau saran dari masyarakat dan perbaikan terhambat.
Ketiga, pola hubungan senior dengan junior menghambat akuntabilitas dan transparansi lembaga dan pejabat publik. Sukamta menyarankan, TNI yang ingin masuk kementerian/lembaga sebaiknya mundur atau pensiun. Supaya tidak ada konflik kepentingan.
"Jika tentara ingin masuk ke lembaga pemerintah maka harus mengundurkan diri atau sudah pensiun. Tentara bisa mengikuti seleksi terbuka jabatan publik sehingga tidak ada konflik kepentingan dan benar-benar di uji kompetensinya bersaing dengan masyarakat sipil. Dasarnya kompetensi bukan dengan bagi-bagi jabatan yang bisa merugikan public," ujarnya.
Dia mengingatkan sejarah orde baru dan kejadian beberapa waktu lalu ketika Ombudsman RI sudah menyatakan bahwa penunjukan perwira TNI sebagai pejabat kepala daerah menyalahi UU TNI dan UU Aparatur Sipil Negara.
"Selain itu, wacana penempatan TNI di jabatan sipil melanggar TAP MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di mana peran TNI sebagai alat pertahanan untuk menjaga kesatuan dan kedaulatan negara Indonesia dari berbagai ancaman dari luar dan dalam negeri. Serta menjaga kesatuan wilayah dan keselamatan bangsa," pungkas Sukamta.
(mdk/tin)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pernyataan Kapolri soal estafet kepemimpinan tak perlu ditafsirkan lebih jauh
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat TNI tersebut belum bisa menjabarkan waktu pastinya untuk pemindahan prajurit.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, kehadiran pusat pelatihan tersebut akan mendukung persiapan timnas sepak bola Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
TKN Prabowo-Gibran menyayangkan Ganjar dan Anies berusaha menyerang Prabowo ketimbang menyampaikan gagasan soal pertahanan
Baca SelengkapnyaIa memastikan, tidak ada pengeroyokan terhadap dalam kejadian tersebut dan lebih kepada perkelahian.
Baca SelengkapnyaDemi menebus asa membangun sekolah, seorang polisi rela menyisihkan gaji untuk menabung.
Baca SelengkapnyaKejati DKI Jakarta memastikan tidak ada konsekuensi apapun, jika polisi belum selesai melengkapi petunjuk JPU meski melewati tenggat waktu.
Baca SelengkapnyaHermawi menyebut, ke depan bakal sering diadakan pertemuan antara fraksi PKS, NasDem, PKB yang ada di DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaFirli terjerat tiga dugaan pelanggaran etik. Pertama yakni terkait komunikasi dan pertemuan dengan SYL.
Baca Selengkapnya