Merdeka.com - Booming pijat dan spa plus bukan baru marak terjadi kemarin. Sejak tahun 1970-an, pijat dan mandi uap yang mengarah pada prostitusi sudah terjadi.

Tahun 1970-an, Wartawati Sinar Harapan Yuyu AN Krisna melakukan liputan mendalam soal prostitusi di Jakarta. Baik yang terselubung hingga yang terang benderang. Karya Yuyu ini kemudian diterbitkan dengan judul Remang-remang Jakarta oleh penerbit Sinar Harapan tahun 1979. Buku ini kemudian diangkat ke layar perak dengan judul sama.

Salah satu yang ditulis Yuyu adalah soal maraknya panti pijat dan mandi uap. Mereka menggunakan neon sign atau lampu-lampu untuk mengundang pengunjung.

Yuyu juga menulis para pemijat tersebut mau melepas baju luarnya jika pelanggan meminta.

Di sebuah panti pijat dan mandi uap terdapat sebuah ruang kaca bak akuarium. Hanya saja isinya penuh dengan wanita muda yang menggoda. Para pria tamu tinggal memilih wanita yang dimauinya.

"Membawa sebuah nampan berisi seprai dan handuk, perempuan itu mengajak laki-laki masuk ke kamar yang ditunjukkan resepsionis," tulis Yuyu menggambarkan suasana kala itu.

Tapi ternyata wanita-wanita ini bukanlah pemijat profesional. Mereka hanya menekan-nekan saja tanpa mengerti ilmu pijat. Malah para wanita ini mengajak tamunya untuk berbuat lebih jauh.

Setelah empat puluh tahun, ternyata praktik spa dan pijat plus ini tak berubah. Saat ini, sejumlah tempat pijat plus di Jakarta pemandangannya masih sama. Para wanita yang tak bisa memijat hanya menjual jasa pijat plus.