Pasca bentrok di tambang Gunung Bungkuk, 35 orang di rumahkan
Merdeka.com - Insiden penembakan terjadi di lokasi tambang Gunung Bungkuk saat ratusan warga dari 12 desa di Kecamatan Merigi Kelindang dan Kecamatan Merigi Sakti Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu mendatangi kamp perusahaan tambang batu bara milik PT Citra Buana Seraya pada Sabtu (11/6).
Warga berniat menutup dan menghentikan aktivitas perusahaan tambang yang mendirikan kamp di Desa Lubuk Unen Baru tersebut. Upaya warga mendapat hadangan dari ratusan aparat kepolisian dan bentrok pun tak terelakkan.
Menurut catatan Pengurus Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk, insiden itu mengakibatkan sembilan warga sipil tertembak dan sejumlah orang lainnya cidera.
Salah satu korban tembak yakni Indra Jaya berupaya duduk di kursi kayu itu sambil menahan sakit. Sehari sebelumnya, sebuah peluru karet yang ditembakkan dalam jarak lima centimeter dikeluarkan dari paha kirinya.
"Memang hanya empat orang yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit, sisanya berusaha tidak manja dan cukup dibedah di bidan desa untuk mengeluarkan peluru," kata Indra saat ditemui di rumahnya di Desa Komring Kecamatan Merigi Kelindang, kepada Antara, Minggu (12/6).
Empat warga yang tertembak dan harus dilarikan ke RSUD M Yunus Bengkulu yakni Marta Dinata, tertembak di perut dan kondisi saaat ini masih kritis di RSUD M Yunus Bengkulu, Yudi mengalami luka tembak di bahu kiri, Alimuan tertembak di lengan kanan, dan Badrin luka tembak di leher dan paha kiri.
Sedangkan lima warga lainnya tertembak dan berobat sendiri yakni Indra Jaya luka tembak di paha kiri, Dahir luka tembak di punggung, Put luka tembak di paha kanan, Saiful, luka tembak di dada kiri dan Jaya yang mengalami luka tembak di kaki kanan.
Sehari pasca bentrok, suasana di 12 desa terasa mencekam. Ratusan aparat kepolisian disiagakan di sekitar kamp perusahaan PT Citra Buana Selaras yang mendapat izin pengerukan batu bara dengan sistem tertutup di bawah tanah (underground).
Suasana di Desa Komring di mana sekretariat Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk masih was-was dan warga memilih berdiam di rumah.
Saat sejumlah jurnalis dan perwakilan kelompok masyarakat sipil mendatangi sekretariat itu, pengurus meminta identitas diri untuk memastikan status tamu mereka.
"Kami mohon maaf, karena situasi masih mencekam," tutur Hendra, warga lainnya.
Penolakan tambang Kehadiran perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Bengkulu Tengah yang dimekarkan dari Kabupaten Bengkulu Utara pada 2011 memiliki sejarah cukup panjang.
Pertambangan batu bara tertua di Bengkulu bahkan berada di wilayah ini tepatnya di Kecamatan Taba Penanjung pada 1980-an.
Sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Citra Buana Seraya (CBS), awalnya mengeruk emas hitam itu dengan sistem tambang terbuka diterbitkan pada 2009.
Berdasarkan peta konsesi, lokasi pengeboran berada di wilayah 11 desa di bawah kaki Gunung Bungkuk, yang masuk Kecamatan Merigi Sakti dan Kecamatan Merigi Kelindang.
Desa yang masuk dalam Kecamatan Merigi Sakti yakni Desa Komering, Taba Gematung, Raja Besi, Pagar Besi, Durian Lebar, dan Susup. Sedangkan lima desa lainnya yakni Desa Taba Durian Sebakul, Talang Ambung, Lubuk Unen Baru, Lubuk Unen Lama dan Penembang berada di wilayah Kecamatan Merigi Kelindang.
Setelah sempat terhenti karena persoalan hukum, sejak 2015 perusahaan tersebut kembali beroperasi dengan sistem tambang tertutup dengan luas wilayah konsesi mencapai 2.550 hektare.
Ketua Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk Nurdin mengatakan penolakan terhadap tambang tertutup itu sudah disampaikan warga saat pertemuan dengan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu pada 2015.
Penyusunan dokumen Analis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang tidak transparan dan informasi tentang dampak pengeboran di bawah tanah yang tidak sampai ke tataran warga membuat penolakan tambang underground semakin meluas.
"Informasi yang kami dapat hanya produksi 300 ribu ton batu bara per tahun dan penambangan selama 30 tahun, bisa dibayangkan berapa luas lubang di bawah desa dan kebun kami," terang Nurdin.
Selain itu, wilayah Bengkulu yang rawan gempa bumi, kata Nurdin, juga membuat kekhawatiran warga semakin menjadi-jadi sebab pengeboran dikhawatirkan menganggu kestabilan struktur tanah.
Kecemasan itulah yang mendasari warga menyatakan penolakan terhadap tambang tertutup. Berulangkali warga mendatangi kantor pemerintah daerah setempat untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Unjuk rasa terakhir yang diikuti sekira 500 warga berlangsung pada April 2016 di Kantor Pemda Bengkulu Tengah. Warga menilai tidak ada niat baik dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan tersebut sehingga pada Sabtu (11/6) warga nekat mendatangi kamp perusahaan untuk menghentikan aktivitas perusahaan itu dan berujung bentrok dengan anggota polisi.
Nurdin mengatakan insiden yang membuat sejumlah warga tertembak dan luka-luka itu tidak menyurutkan niat mereka memperjuangkan tuntutan hingga izin pertambangan PT CBS dicabut.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Bengkulu Brigjen Pol M Ghufron mengatakan meski sejumlah warga tertembak dalam unjuk rasa di kamp pertambangan itu, anggotanya tidak melanggar prosedur.
"Nanti akan didalami bagaimana kericuhan bisa pecah. Sekarang masih dalam pengumpulan fakta-fakta dan bukti," kata Ghufron.
Insiden itu, sambung Ghufron, juga membuat seorang anggota polisi mengalami luka cukup serius akibat bacokan pengunjuk rasa.
Kepala Teknik Tambang PT CBS Danu Andrianto mengatakan insiden itu membuat kegiatan pertambangan dihentikan sementara dan merumahkan 35 orang karyawannya hingga situasi kondusif.
Khusus di Kabupaten Bengkulu Tengah, ada enam perusahaan pertambangan yang belum berstatus CnC.
Untuk mengevaluasi perizinan tersebut, pemerintah pusat sudah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM nomor 43 tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nestapa Warga Pesisir di Padang, Takut 'Dicaplok' Pantai Air Manis
Daratan hingga rumah penduduk terancam hilang akibat abrasi yang terus terjadi
Baca SelengkapnyaTersisa 8 Orang dan Hampir Punah, Ini Jejak Suku Darat di Pulau Rempang
Penghuni asli Pulau Rempang yang hidup di hutan belantara kini sudah berada diambang kepunahan.
Baca SelengkapnyaTiga Orang Terdampar di Pulau Tak Berpenghuni, Ditemukan Setelah Tulis "HELP" di Atas Pasir
Mereka terdampar di pulau yang sangat terpencil di Samudra Pasifik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dari Luar Rumah Sederhana Ini Tampak Biasa Saja, Dalamnya Ternyata Bisa Dihuni Puluhan Keluarga, Begini Penampakannya
Siapa sangka, rumah sederhana ini bisa dihuni puluhan keluarga.
Baca Selengkapnya6 Fakta Aksi Puasa Massal Pekerja Rumah Tangga di Enam Kota, Dorong RUU PPRT Segera Disahkan
Para pekerja rumah tangga melakukan aksi puasa massal mendesak RUU PPRT disahkan. Mereka akan tetap puasa sampai RUU PPRT disahkan menjadi Undang-Undang.
Baca SelengkapnyaDuka Warga Pesisir Padang Pariaman, Rumahnya Hancur Dihantam Abrasi Bertahun-Tahun
Tingginya gelombang dan naiknya permukaan laut merusak rumah warga
Baca SelengkapnyaDesa di Tuban Ini Larang Warga Bangun Rumah Hadap Utara hingga Sembelih Kambing, Ini Alasannya
Masyarakat desa ini punya tujuh pantangan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat
Baca SelengkapnyaStatus Tanggap Darurat Diaktifkan Pascagempa, Sumedang Dihadapkan Potensi Banjir dan Longsor
Ratusan pasien terpaksa dievakuasi untuk memastikan bangunan rumah sakit aman dihuni pasca gempa.
Baca SelengkapnyaPengakuan Ibu di Bekasi Bunuh Anaknya Pakai Pisau saat Tidur Karena Dapat Bisikan Gaib
Ibu di Bekasi tega menikam anak kandungnya yang masih berusia 5 tahun karena bisikan gaib.
Baca Selengkapnya