Mengenal Awan Cumulonimbus di Langit Makassar yang Tampak Seperti Tsunami
Merdeka.com - Awan cumulonimbus yang terlihat di langit Makassar, membuat heboh. Awan berbentuk gelombang tsunami muncul di langit Kota Makassar bertepatan dengan hari pertama tahun 2019. Foto-foto awan tsunami tersebut pertama kali diunggah akun media sosial Instagram @makassar_iinfo. Menurut informasi di dalam unggahan tersebut, foto diambil di Bandar Sultan Hasanuddin Makassar, Sulawesi Sekalan. Sontak foto dan video tersebut langsung mengundang komentar warganet.
Apa itu Awan Cumulonimbus? Awan ini adalah awan vertikal menjulang yang sangat tinggi (2.000-16.000 meter), padat, dan di dalamnya mengandung badai petir serta cuaca dingin. Cumulonimbus berasal dari bahasa latin "cumulus" berarti kumpulan dan "nimbus" berarti hujan. Awan ini terbentuk karena ketidakstabilan atmosfer. Awan-awan ini dapat terbentuk sendiri atau berkelompok. Awan ini membesar secara vertikal, bukan horizontal sehingga bisa berbentuk seperti jamur menjulang.
Petir yang berada di jantung awan bisa menimbulkan curah hujan tinggi dan angin kencang. Petir ini biasanya menghilang setelah 20 menit. Namun jika terdapat energi matahari di atmosfer, petir bisa makin banyak dan berlangsung hingga hitungan jam. Awan ini biasa ditemukan di kawasan tropis.
Forecaster on Duty Stasiun Meteorologi Raden Inten, Rahmat menuturkan, bentuk awan tersebut sangat lazim terjadi. "Itu awan kombinasi dari berbagai awan, awan cumulonimbus, awan rendah stratus, dan awan menengah dan tinggi," ungkap Rahmat saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (1/1)
Namun demikian, Rahmat menjelaskan, awan ini membawa potensi hujan lebat yang disertai angin kencang.
Bentuk awan cumulonimbus yang menyerupai gelombang tsunami ini juga pernah terjadi di beberapa negara, salah satunya di Sydney, Australia pada 2015. Awan tsunami tersebut diabadikan fotografer Reuters di Pantai Bondi. Meski bentuknya menyeramkan, namun awan ini dianggap tidak berbahaya lantaran hanya fenomena yang terjadi karena udara lembab bercampur dengan angin yang dingin.
"Kami sendiri belum menemukan literatur tentang awan berkaitan dengan gempa," ungkap Rahmat menambahkan.
Muhammad Fajrin, seorang petugas salah satu maskapai penerbangan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel mengatakan fenomena awan unik tersebut berlangsung selama 15 menit.
"Awalnya muncul dari pukul 08.00 wita. Yah kurang lebih 15 menit berlangsungnya," kata Fajrin via pesan singkat.
Kemunculan fenomena bentuk awan tersebut, lanjut Fajrin, tak hanya menggegerkan masyarakat pengguna jasa Bandara, melainkan para petugas Bandara pun tertarik untuk mengabadikan momen langkah di awal tahun 2019 itu.
"Awalnya hanya mendung biasa dan cuacanya gelap sekali. Tidak lama berselang, angin cukup kencang dan terbentuk awan ombak yang jalan, itu terjadi sekitar 10 sampai 15 menit sebelum awannya terbongkar," jelas Fajrin.
Fenomena bentuk awan cumulonimbus yang menyerupai gelombang tsunami itu, kata dia, hanya menghasilkan hujan gerimis.
"Saya melihat proses terjadinya awan membentuk ombak itu karena dorongan angin," tutur Fajrin.
General Operasi AirNav Kantor Cabang MATSC, Davitson Aritonang mengatakan jika fenomena awan itu tidak menganggu penerbangan di atas wilayah pengaturannya.
"Sampai saat ini, kami tidak mendengarkan laporan gangguan penerbangan, jadi aktivitas penerbangan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin normal," ucap Davitson.
Terpisah, Dwi Lestari Sanur, prakirawan BMKG Wilayah IV Makassar menjelaskan bahwa fenomena awan yang menyerupai gelombang tsunami tersebut merupakan peristiwa alam yang dikenal dengan nama cell awan cumulonimbus.
Cell awan cumulonimbus yang cukup besar, kata Dwi, biasanya menimbulkan hujan deras disertai kilat atau petir juga angin kencang.
"Untuk periode luruhnya awan tersebut tergantung besarnya bisa hingga 1-2 jam," kata Dwi via pesan singkat.
Menurutnya, dari hasil prakiraan BMKG, fenomena bentuk awan yang menyerupai gelombang ombak tinggi tersebut, saat ini pertumbuhannya juga berpotensi terjadi di beberapa wilayah di Sulsel.
"Khususnya pesisir barat dan selatan," Dwi menandaskan
Reporter: Rizky MandasariSumber: Liputan6.com
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tsunami itu dikenal dengan nama Storegga. Begini kisahnya.
Baca SelengkapnyaSebagai negara tropis, Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi.
Baca SelengkapnyaOleh sebab itu, masyarakat diminta waspada terhadap dampak cuaca saat ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Salah satu masyarakat asli Sumatra Timur yang kesehariannya hidup di perairan ini berperan dalam melestarikan kehidupan bahari.
Baca SelengkapnyaBadan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca ekstrem berupa hujan disertai petir akan terjadi selama sepekan ke depan di Jabodetabek.
Baca SelengkapnyaGunung Ruang Naik Status jadi Awas, Kekuatan Erupsi Makin Besar
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini, puluhan bahkan ratusan lumba-lumba kompak menampakkan diri di perairan Pantai Pancer
Baca SelengkapnyaPusat gempa tersebut berada di laut sebelah Barat Pulau Karatung atau berjarak 110 kilometer barat laut Karutung, Sulawesi Utara, di kedalaman 141 kilometer.
Baca SelengkapnyaSuhu udara maksimum yang tercatat di Pulau Bintan mencapai 33,6 derajat Celcius.
Baca Selengkapnya