Mahasiswa Universitas Andalas gugat UU Dikti ke MK
Merdeka.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (BEM-KM Unand) mengajukan permohonan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti). Para Pemohon menilai keberadaan pasal-pasal itu telah membebani mahasiswa yang kurang mampu untuk dapat merasakan hak menempuh pendidikan tinggi.
Mereka menggugat ketentuan Pasal 50, Pasal 65, Pasal 74, Pasal 76 dan Pasal 90 UU Dikti ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ada unsur komersialisasi dan liberalisasi dalam dunia pendidikan. UU ini akan membebani mahasiswa," ujar salah satu pemohon Asmy Uzandy saat membacakan permohonan dalam sidang di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (20/11).
Azmy mengatakan, pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka meningkatkan kemampuan diri sekaligus indikator kemajuan bangsa. Tetapi, keberadaan UU Dikti justru bertolak belakang dengan semangat itu.
"UU Dikti justru kontradiktif dan bernuansa resistensi dengan UU Nomor 11 Tahun 2005," kata Azmy.
Selain itu, kata Azmy, keberadaan UU ini juga menghalangi mahasiswa untuk dapat merasakan bangku kuliah dengan biaya murah. Hal itu terbukti dengan adanya Pasal 76 ayat (1) UU Dikti yang memuat ketentuan pemberian kredit bagi mahasiswa guna membiayai perkuliahan.
"Seharusnya kredit bagi mahasiswa digunakan untuk membangkitkan jiwa wirausaha dan bukan untuk pembiayaan operasional pendidikan. pasal dalam UU Dikti ini juga sama dengan UU BHP yang pernah diujikan di Mahkamah Konstitusi," terang Azmy.
Terkait permohonan ini, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyarankan pemohon untuk memperbaiki permohonan. Sebab, menurut dia, permohonan yang diajukan belum terfokus pada persoalan.
"Saya menangkap ini coba-coba, karena subtansi permohonan semua pasal dihamtam, tapi tidak ada fokus. Konstitusionalitas yang merugikan ada di mana. sehingga ada kesan saudara coba-coba," kata Fadlil.
Para pemohon uji materi ini adalah Azmy Uzandy, Khairizvan Edwar, Ilham Kasuma, Mida Yulia Murni, Ramzanjani dan Ari Wirya Dinata. Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal yang diajukan karena bertentangan dengan UUD 1945.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Malam Ini, KPU Kumpulkan Divisi Hukum Bahas Persiapan Gugatan Pemilu 2024
KPU mempersiapkan diri dalam menghadapi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaBawaslu: Pemungutan Suara Ulang Tepis Dugaan Pelanggaran Pemilu, Selanjutnya di MK
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Totok Hariyono menyatakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) bagian dari upaya mencari kebenaran.
Baca SelengkapnyaNamanya Diseret di Sidang Sengketa Pilpres, Budi Waseso Bantah Dicopot dari Dirut Bulog karena Tolak Bansos
Budi Waseso atau Buwas menanggapi soal namanya disebut dalam Sidang Sengketa Hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dua Terdakwa Pemutilasi Mahasiswa UMY Dijatuhi Hukuman Mati
Kedua terdakwa dinilai telah melakukan perbuatan tak berperikemanusiaan. Sehingga tak ada yang meringankan.
Baca SelengkapnyaAnies Kritik UU Cipta Kerja: Jangan Sampai Masyarakat Dirugikan
Regulasi harus memberikan dampak kepada masyarakat setelah ditetapkan.
Baca SelengkapnyaJadi Saksi di Sidang MK, Muhadjir Ungkap Alasan Kemenko-PMK Ikutan Bagi-Bagi Bansos
Hal itu diungkapkan dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Jumat (5/4).
Baca SelengkapnyaMK Bantah Hapus Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Tegaskan Hanya Minta Atur Ulang
MK menegaskan hanya meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen.
Baca SelengkapnyaIni Peran Anwar Usman Jika Ada Sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi
Ketua MK Suhartoyo mengatakan lembaga yang dipimpinnya segera membahas kepastian keterlibatan Hakim Arsul Sani di dalam PHPU atau sengketa Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaMahasiswa UI Pembunuh Juniornya Dituntut Hukuman Mati, Ini Hal yang Memberatkan
Jaksa menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain.
Baca Selengkapnya