Kritik menteri era SBY ke Anies karena setop Kurikulum 2013
Merdeka.com - Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan menghentikan Kurikulum 2013 untuk dilakukan evaluasi kembali. Anies menilai Kurikulum 2013 menyebabkan berbagai permasalahan di dunia pendidikan setelah diterapkan dalam tiga semester lalu.
Kebijakan tersebut mendapatkan respons beragam. Ada yang menyambut baik namun tidak sedikit yang mengkritik.
Salah satu yang mengkritik adalah mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era SBY, Mohammad Nuh. M Nuh menilai keputusan membekukan Kurikulum 2013 tersebut adalah keliru.
Meski kurikulum bermasalah, diharapkan tidak mengganggu pendidikan siswa. Bahkan jangan sampai siswa yang menjadi korban akibat kurikulum yang sering gonta-ganti.
Berikut kritik M Nuh yang dihimpun merdeka.com:
Kurikulum 2013 tidak ada masalah
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menilai kebijakan kembali pada Kurikulum 2006 adalah langkah mundur. Menteri era SBY ini menegaskan Kurikulum 2013 secara substansi sebenarnya tidak ada masalah."Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi," katanya di Surabaya, Minggu (7/12).Guru Besar ITS Surabaya itu menjelaskan bukti Kurikulum 2013 tidak ada masalah secara substansi adalah dengan tetap diberlakukannya untuk 6.221 sekolah. Sebab kalau ada masalah tentu tidak akan dipakai sama sekali."Untuk itu, mestinya, alternatifnya ya penerapannya tidak langsung 'dibajak' dengan dibatasi pada 6.221 sekolah itu melainkan sekolah mana saja yang siap ya dipersilakan menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian pemerintah," katanya.
Perubahan kurikulum membuang waktu
Perubahan kurikulum memaksa sekolah melakukan penyesuaian kembali. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan sekolah-sekolah yang tidak siap akan disiapkan oleh pemerintah melalui pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar siap. Penyiapan guru dan buku itu merupakan tugas pemerintah."Kalau kembali pada Kurikulum 2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru lagi (dengan KTSP) dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP," kata M Nuh.Menurut dia, pihaknya sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada 2012, ternyata nilai rata-rata adalah 45, padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku."Jadi, kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi guru dengan nilai di atas 80 juga ada," katanya.Oleh karena itu, ukuran penguasaan guru terhadap substansi dan metodologi Kurikulum 2013 juga masih lebih baik daripada penguasaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP). Saat itu, UKG dilakukan pada 1,3 juta guru."Kita juga sudah merancang solusi untuk penyiapan guru yang nilai UKG-nya tidak bagus atau 40 yakni pendampingan dan klinik konsultasi bagi guru yang mengalami kesulitan itu, bahkan kita juga sudah merekomendasikan reformasi LPTK sebagai 'pabrik guru'," katanya.
Ganti kurikulum, ganti buku
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, jika kembali pada Kurikulum 2006 (KTSP) akan mengharuskan orang tua untuk membeli buku baru, padahal buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah digratiskan."Nanti, mafia buku akan merepotkan masyarakat lagi," katanya.Dia mengakui buku Kurikulum 2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi tugas pemerintah."Itu tugas pemerintah, bukan justru dengan cara 'membajak' Kurikulum 2013, saya kira itu tidak etis secara akademis. Tapi, kalau game politik ya nggak tahu-lah," katanya.
Kurikulum 2006 juga bermasalah
Keberatan guru terhadap sistem penilaian Kurikulum 2013 yang naratif atau deskriptif, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan hal itu hanya soal pembiasaan karena hal baru memang membutuhkan pembiasaan."Yang penting, penilaian numerik disertai narasi itu lebih objektif karena banyak negara maju atau banyak sekolah berkualitas yang memakai cara itu, sehingga dua anak yang sama-sama memiliki nilai 7 akan diketahui perbedaan dari kekurangan keduanya. Nilainya bisa sama, tapi kekurangannya beda," kata M Nuh.Ia menambahkan Kurikulum 2006 (KTSP) juga bukan tanpa masalah, di antaranya pelajaran sejarah untuk SMK tidak ada, jam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak dua kali lipat daripada Bahasa Indonesia, tidak adanya mata pelajaran yang mendorong analisa data (survei TIMMS/PISA), dan sebagainya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies-Cak Imin melepas Tim Hukum Nasional (THN) untuk menggugat hasil Pemilu 2024 Mahkamah Konstitusi atau MK.
Baca SelengkapnyaRegulasi harus memberikan dampak kepada masyarakat setelah ditetapkan.
Baca SelengkapnyaAnies mengimbau pendukung berhati-hati. TPS harus betul-betul diawasi dengan benar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Anies menilai sikap kritik dari civitas akademik sejalan dari apa yang selama ini disuarakan
Baca SelengkapnyaAnies mengaku akan mengubah fokus kesehatan dari kuratif menjadi promotif, preventif dan kuratif.
Baca SelengkapnyaAnies menyebut usai hasil rekapitulasi diumumkan KPU barulah pernyataan resmi bakal diungkapkannya.
Baca SelengkapnyaDemokrasi yang baik lahir dari proses Pemilu yang jujur dan bersih.
Baca SelengkapnyaAnies mengingatkan kepada pendukung untuk terus bekerja merangkul dan menguatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan iming-iming jangka pendek.
Baca SelengkapnyaAnies menyebut kenaikan anggaran bantuan sosial (bansos) harusnya tujuannya untuk kepentingan si penerima, bukan kepentingan si pemberi.
Baca Selengkapnya