KPK tolak revisi UU KPK, ini komentar Luhut
Merdeka.com - Menko Polhukam Luhut Pandjaitan menyatakan tak setuju dengan pernyataan Wakil Ketua KPK Laode M Syarief yang menyebut 90 persen dari revisi UU KPK justru akan melemahkan lembaga antirasuah. Dia menyatakan empat poin yang digembor-gemborkan dalam revisi tersebut justru akan menguatkan KPK.
"Ya kalau keluar dari yang empat itu itu bisa jadi. Kalau tidak ya ndaklah," kata Luhut usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/2).
Luhut kembali menegaskan bahwa empat poin dalam revisi UU KPK, yaitu masalah keperluan lembaga pengawas, Surat Perintah Perhentian Penyidikan (SP3) bagi yang sudah meninggal, keperluan penyidik independen bagi KPK, dan penyadapan yang diatur justru akan menguatkan.
Dia mengaku pemerintah fokus pada empat hal tersebut dalam revisi UU KPK.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak tegas revisi undang-undang KPK. Sebab, draf revisi UU KPK yang beredar saat ini hampir seluruhnya bersifat melemahkan.
"Sebagian besar draf ini pelemahan KPK. Lebih dari 90 persen ini pelemahan dan bukan penguatan dan KPK kami akan berusaha sekuat tenaga agar hal itu (Revisi UU KPK) tidak terjadi," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/2).
Laode juga menjelaskan bahwa pihaknya akan mengirimkan deputi atau biro hukum untuk menghadiri pembahasan draf dengan Badan Legislatif DPR.
"Besok (Kamis, (4/2) kita akan datang ke Baleg untuk menghadiri undangan deputi atau biro hukum, karena kami (pimpinan KPK) sudah dijadwalkan untuk kegiatan lain," jelasnya.
Tidak hanya itu, Draf revisi UU KPK pun dinilai sudah dianggap melemahkan. Laode menjelaskan salah satu draf tentang penyadapan harus izin kepada anggota dewan, menurutnya hal tersebut ada pelemahan.
"Kami anggap tidak cocok dengan pa yang dikerjakan KPK," jelasnya.
Kemudian, terkait tentang pembatasan kasus yang dapat lebih dari Rp 2 miliar, menurutnya juga kurang tepat. Bukan hanya besaran uang yg dipikirkan namun menurutnya soal aktor yang melakukan tindak kejahatan pidana korupsi pun harus dipikirkan.
"Karena misalnya, anggap saja pejabat tinggi, korupsi kurang dari Rp 1 miliar. Tetapi dengan status kedudukan tersebut, dia tidak boleh melakukan itu," pungkasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaPKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika
Dia meminta harus bisa dihentikan dan tidak menjadi tren.
Baca SelengkapnyaKPU Pastikan Tidak Ubah Format Debat Capres Meski Dikritik Jokowi
Debat sudah berlangsung sebanyak tiga kali dan menjadi kesepakatan sampai debat terakhir.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
DPR Minta KPK Usut Terduga Pelaku yang Bocorkan Informasi OTT
Akibatnya, kebocoran infomasi kerap membuat gagal operasi tangkap tangan (OTT).
Baca SelengkapnyaKritik Jokowi, Ketua BEM KM UGM Pastikan Tidak Ada Muatan Politik Praktis
BEM KM UGM telah membuat kajian setebal 300 halaman yang berisikan isu-isu komprehensif.
Baca SelengkapnyaLKPP Bertekad Sejahterakan UMKK Jateng Lewat e-Katalog
Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyebut alokasi anggaran pada rencana umum pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mencapai Rp1.200 triliun.
Baca SelengkapnyaKPK Beberkan Baru 29,55 Persen Legislator yang Lapor LHKPN, 6 Menteri Jokowi Belum Setor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis tingkat kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Tahun 2023
Baca SelengkapnyaMahfud Ingatkan Ketua KPU Tak Lagi Lakukan Kesalahan: Kalau terjadi Lagi Dia Harus Diberhentikan
Mahfud meminta kepada KPU agar ke depan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya.
Baca SelengkapnyaHormati Keputusan KPU, PKS Beri Catatan dan Kritisi Proses Pemilu
Dia menilai masih banyaknya dugaan pelanggaran etika oleh KPU dan Bawaslu.
Baca Selengkapnya