Korupsi, Kepala Laboratorium BLH Sumut dituntut 3 tahun bui
Merdeka.com - Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemprov Sumut Henny JN Nainggolan dan bendaharanya Ervina Sari dituntut dengan hukuman masing-masing 3 tahun penjara. Tuntutan itu disampaikan jaksa yang mendakwa keduanya telah mengorupsi dana retribusi daerah sebesar Rp 1,1 miliar pada 2012.
Tuntutan terhadap Henny dan Ervina disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ucok Iwanta di Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (29/8) sore. "Kami menuntut agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan terdakwa Henny JN Nainggolan dan Ervina Sari dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ucap Ucok di hadapan majelis hakim yang diketuai Jonner Manik.
JPU menyatakan Henny dan Ervina telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut agar kedua terdakwa dijatuhi pidana denda masing-masing Rp 50 juta. Jika tidak dibayar, maka mereka harus menjalani 3 bulan kurungan.
Majelis hakim juga diminta mewajibkan Henny dan Ervina untuk membayar uang pengganti kerugian negara masing-masing Rp 576 juta. "Jika dalam sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, uang pengganti tidak dibayar, jaksa berhak menyita dan melelang harta kekayaan terdakwa. Dalam hal hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar kerugian negara, maka terdakwa dipidana penjara selama 3 bulan," sambung Ucok.
Setelah mendengarkan tuntutan jaksa, majelis hakim menunda persidangan hingga Jumat (5/9) dengan agenda pembacaan pembelaan. Majelis hakim juga menjadwalkan pembacaan putusan pada Senin (8/9).
Dalam perkara ini, UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut menerima pembayaran pemakaian jasa laboratorium dari pihak ketiga sebesar Rp 3,5 miliar pada 2012. Sebanyak Rp 2,1 miliar diterima melalui rekening, sedangkan Rp 1,3 miliar dibayar tunai. Dari Rp 3,5 miliar itu, Rp 1,1 miliar itu tidak disetor ke kas daerah.
Jaksa menyatakan, dana Rp 1,1 miliar itu diselewengkan Henny dan Ervina. Dana itu digunakan langsung kedua terdakwa. Sebanyak Rp 800 juta di antaranya disebutkan untuk honor dan perjalanan dinas tenaga sampling.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Suara PDIP pada pemilu ini turun dibanding raihan 2019 yaitu 27.053.961 atau 19,33 persen dari total 139.971.260 suara sah.
Baca SelengkapnyaEnam PPPLN tidak dipenjara sementara satu dijebloskan ke rutan.
Baca SelengkapnyaJelang pengumuman hasil Pemilu 2024 oleh KPU, pembelajaran jarak jauh diterapkan di sebagian sekolah di Jakarta
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ibu Jubaedah bercerita bahan dasar yang digunakan kerupuk ini adalah kencur.
Baca SelengkapnyaPemungutan suara tertunda di 17 TPS di Jakarta Utara akibat banjir yang melanda kawasan tersebut, pada hari pencoblosan, Rabu 14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaKepastian kenaikan tunjangan uang lauk pauk prajurit itu disampaikan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Baca SelengkapnyaBiaya Pengobatan Penyakit Pernapasan di BPJS Tembus Rp10 Triliun, Menkes Minta Polusi Udara Ditekan
Baca SelengkapnyaPelaku terancam hukuman penjara seumur hidup atau mati akibat perbuatannya.
Baca SelengkapnyaPemilih adalah penentu terhadap siapa yang akan menduduki jabatan.
Baca Selengkapnya