Kehidupan pilu Berlin, korban tsunami Aceh yang ingin disuntik mati
Merdeka.com - "Saya dulu sebelum tsunami tinggal di Merduati," kata Berlin Silalahi (46), korban tsunami yang digusur dari Barak Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar, mengajukan permohonan euthanasia atau suntik mati ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu (3/5).
Sembari merangkak, ia bangun dari tempat tidur dibantu oleh istrinya, Ratna Wati (40). Sejak 2013 lalu, Berlin sudah menderita sakit parah, sehingga tidak bisa lagi menafkahi anak dan kedua putrinya Tasya Maizura (11) dan Fitria Balqis (5).
Karena tak mampu menyekolahkan anaknya, kini Tasya diasuh oleh kakak ipar Berlin agar bisa melanjutkan pendidikan. Meskipun, Berlin mengaku, kakak iparnya juga bukan orang mampu, tetapi berusaha untuk membantu meringankan penderitaan yang tengah dihadapinya.
Dokter telah memvonis Berlin Silalahi menderita radang tulang, sehingga menyebabkan kedua kakinya tak bisa digerakkan secara leluasa. Selain itu, Berlin juga menderita penyakit asma akut, yang membutuhkan perawatan medis secara rutin.
Didampingi istrinya, Berlin pasrah tanpa bisa berbuat banyak, karena tempat ia huni sudah digusur oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Sehinga Ratna Dewi menyetujui keinginan suaminya hendak disuntik mati yang diajukan kepada Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh melalui kuasa hukumnya Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).
Sebelum tsunami, sekitar tahun 2002 Berlin mempersunting Ratna Wati di Banda Aceh. Setelah menikah, mereka pun memilih menyewa rumah di Merduati, hingga gempa dan tsunami meluluhlantakkan Banda Aceh 26 Desember 2004 lalu nyaris memisahkan pasangan muda ini.
Berlin dan istrinya bekerja sebagai petugas ticketing pada angkutan minibus L-300. Berlin bekerja di loket Flamboyan dan istrinya loket Mandala. Berlin pernah juga bekerja sebagai mekanik mesin sepeda motor sebelum tsunami 12 tahun silam.
Saat gempa terjadi, Ratna Wati sedang hamil 6 bulan. Meskipun begitu, ia tetap bekerja untuk menambah pundi-pundi pendapatan keluarganya. Hingga musibah tsunami nyaris saja memisahkan mereka berdua.
Akan tetapi, mereka masih bisa selamat. Saat gempa terjadi Berlin yang masih sehat waktu itu langsung menjemput istrinya di tempat kerja. Lalu mereka pun langsung melarikan diri menggunakan sepeda motor saat air laut naik ke darat.
Mereka lari menyelamatkan diri ke Masjid Baitul Musyahadah, yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Tgk Umar di Seutui, Kecamatan Baiturrahman. Mereka tinggalkan saja sepeda motor di bawah dan naik ke lantai dua masjid untuk menghindar terjangan gelombang dahsyat tsunami 12 tahun silam.
"Waktu itu saya hamil 6 bulan anak pertama kami. Setelah air surut, kami pun mencari keluarga," kata Ratna Wati di samping suaminya yang sedang meminta duduk.
Karena rumah kontrakannya di Merduati sudah hancur. Keluarga muda ini pun kemudian pindah ke posko yang dibangun di Ulee Kareng, hingga April 2005 mereka tinggal di tempat penampungan sementara. Kawasan ini, waktu tsunami 12 tahun silam tempat yang aman dan tidak diterjang gelombang tsunami.
Lalu mereka dipindahkan ke Barak Neuhen, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar selama 2,5 tahun. Kemudian mereka kembali dipindahkan ke Barak Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh selama 2,5 tahun.
"Baru kemudian kami dipindahkan ke Barak Bakoy dan kami tinggal di situ selama 7 tahun," kata Ratna Wati.
Ratna Wati mengaku selama berpindah-pindah tempat tinggal hingga ke Barak Bakoy, pihaknya ditangani oleh pihak Asian Development Bank (ADB). Namun, pihak ADB mengaku kala itu sudah tidak lagi memiliki anggaran membangun rumah, sebanyak 18 Kepala Keluarga (KK).
Lalu, pengungsi sebanyak 18 KK yang digusur sekarang ini diserahkan penanganannya kepada regional Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias, masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar. Namun, mereka juga tidak mendapatkan rumah yang pernah dijanjikan.
Kondisi Berlin tidak bisa lagi menafkahi keluarga. Sedangkan istrinya, Ratna Wati hanya ibu rumah tangga dan tidak memiliki pekerjaan. Untuk hidup sehari-hari, Berlin mengandalkan bantuan sesama korban tsunami yang tinggal di Barak Bakoy.
Namun barak tersebut sudah dibongkar dan penghuninya digusur Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Mereka sekarang ditampung di kantor Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketika kebakaran kedua balita malang tersebut sedang tertidur dengan kondisi rumah dikunci dari luar
Baca SelengkapnyaPengakuan pelaku telah memperkosa korban dua kali di dua lokasi berbeda
Baca SelengkapnyaSeorang ibu rumah tangga bernama Dewi (37) dan dua anaknya meninggal dunia saat rumah yang mereka tempati di Gampong Sungai Kuruk III, Seruway, Aceh Tamiang.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pada awal kejadian (31/1), tersangka sempat mengaburkan penyebab kematian korban dengan mengaku tidak tahu terkait penyebab meninggalnya sang anak.
Baca SelengkapnyaPria di Palembang Gantung Diri Karena Ditinggal Anak Istri, Tulis Wasiat Menyentuh Hati
Baca SelengkapnyaSosok jenderal polisi ini miliki nama dari satuan bantuan tempur milik TNI AD. Ternyata ada cerita di baliknya.
Baca SelengkapnyaSejak nama putrinya, Wanda Tri Agustini dipanggil, ayahnya tampak berjalan mewakili putrinya wisuda dengan langkah yang berat.
Baca SelengkapnyaPria di Aceh ditangkap petugas bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) karena kedapatan membawa narkoba jenis sabu.
Baca SelengkapnyaBocah di Muara Baru, Jakarta Utara tewas dibanting sang ayah Usmanto (43).
Baca Selengkapnya