Kasus suap, KPK periksa pimpinan DPRD Muba
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Muba, Pahri Azhari dan pengesahan APBD 2015 Kabupaten Muba. Kali ini, seluruh pimpinan DPRD Kabupaten Muba dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan.
Mereka yang dipanggil yakni; Ketua DPRD Muba Riamon Iskandar, Wakil Ketua DPRD Muba Darwin AH, Islan Hanura, serta Aidil Fitri. Keempatnya akan diperiksa untuk tersangka Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Muba, Syamsudin Fei (SF).
"Iya mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SF," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Jakarta, Rabu (5/8).
Selain memeriksa pimpinan DPRD Muba, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap anggota legislatif Muba yakni, Marzuki dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Muba, Faisyar serta Staf Protokoler Bupati Muba, Riswan dan Hendra Salim.
"Mereka juga akan jadi saksi untuk Syamsudin Fei," imbuh Priharsa.
Dalam kasus ini, Bupati Muba, Pahri Azhari terakhir kali diperiksa oleh penyidik KPK pada 27 Juli 2015. Orang nomor satu di Muba itu dimintai keterangan untuk tersangka Syamsuddin Fei selaku Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).
Terungkapnya kasus ini merupakan hasil dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim Satgas KPK pada Jumat 19 Juni 2015. Dalam operasi itu, KPK menciduk sejumlah pihak serta mengamankan uang tunai mencapai Rp 2,567 miliar dalam pecahan uang Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu di sebuah tas merah yang diduga uang suap.
Dari informasi yang didapat, penyuapan dilakukan bukan pertama kali. Sebelumnya, penyuapan sudah pernah terjadi di mana puluhan anggota DPRD Muba menerima uang dengan jumlah yang tidak berbeda dengan jumlah saat tim Satgas melakukan operasi.
Pemberian pertama berlangsung sekitar Januari lalu, 45 legislator Muba ikut kecipratan uang panas dengan nilai yang berbeda. Empat pimpinan DPRD Muba masing-masing menerima uang Rp 100 juta, 8 Ketua Fraksi menerima Rp 75 juta setiap orangnya sedangkan untuk setiap anggota menerima Rp 50 juta.
Tersiar kabar kalau uang berasal dari dana talangan Bupati Muba, Pahri Azhari dan istrinya Lucianty Pahri. Pasangan suami istri pun menyalurkan uang tersebut melalui Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah Kabupaten Muba, Syamsudin Fei. Dari tangan Syamsudin uang pecahan Rp 50 dalam tas besar itu kemudian didistribusikan ke pihak DPRD melalui seorang kurir.
Dari perjanjian yang disepakati, DPRD Muba akan menerima uang sebanyak empat kali. Di mana setiap pemberian uang jumlahnya tidak berbeda dengan angka yang berhasil diamankan tim Satgas saat melakukan operasi.
Berbeda dengan pemberian pertama, pada pemberian kedua yang maksudkan untuk pengesahan APBD Muba tahun anggaran 2015, uang diperoleh dari patungan beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Muba namun atas perintah Bupati Muba. Beredar kabar Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Muba, M Yusuf merupakan salah satu pihak penyumbang uang suap tersebut. Pejabat ini pun pernah duduk di kursi penyidikan.
Menurut informasi yang dihimpun, Bupati Pahri Azhari dan istrinya, Lucianty diduga kuat sebagai pihak yang memiliki andil dalam kasus rasuah ini. Lucianty diketahui sebagai anggota DPRD Provinsi Sumsel 2014-2019. Baik Pahri maupun Lucianty merupakan Polikus PAN.
Dugaan itu menguat setelah Bupati Pahri diketahui telah dicegah berpergian ke luar negeri. Selain itu, rumah dinas dan kantor Bupati Pahri juga telah digeledah tim penyidik KPK.
Diketahui, KPK sudah menetapkan empat tersangka, keempatnya pun telah dijebloskan ke bui. Mereka adalah, anggota DPRD asal PDIP Bambang Karyanto, anggota DPRD asal Gerinda Adam Munandar, Kepala DPPKAD Muba, Syamsudin Fei dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Muba, Faisyar.
Bambang dan Adam yang diduga sebagai penerima suap dikenakan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara, Syamsudin dan Faisyar sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tak tanggung-tanggung, diduga sebanyak 93 pegawai lembaga antirasuh terlibat dalam skandal pungli ini.
Baca SelengkapnyaKantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mimika dirusak oleh Orang Tak Kenal (OTK).
Baca SelengkapnyaSebagaimana Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Baca SelengkapnyaNamun mereka memutuskan untuk tidak melaporkan peristiwa itu ke kepolisian.
Baca SelengkapnyaPernyataan ini menanggapi putusan DKPP yang memberikan sanksi etik ke KPU.
Baca SelengkapnyaDalam kasus ini, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Siska Wati sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaDalam kejadian tersebut, telah membuat satu pimpinan KKB di Papua, Abubakar Kogoya tewas.
Baca SelengkapnyaSikap tegas mendorong hak angket di DPR agar pelaksanaan pemilu serentak pada 14 Febuari lalu dapat terang benderang.
Baca Selengkapnya